Maumere, Ekorantt.com – Perbup Nomor 45 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perbup Nomor 35 Tahun 2017 tentang Standar Harga Satuan Barang dan Biaya TA 2018 yang antara lain mengatur kenaikan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi 35 anggota DPRD Sikka menuai kontroversi di kalangan pengamat.
Legal
Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang, Dr. John Tuba Helan saat dimintai penjelasannya tentang legalitas Perbup Nomor 45 Tahun 2017 oleh Ekora NTT, Kamis (21/2) mengatakan, Perbup tersebut adalah produk hukum legal karena menjadi kewenangan penuh bupati.
Oleh karena itu, atas dasar apa pun, Perbup itu harus diakui sah jika tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Menurut John, tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi diatur dengan Peraturan Pemerintah di mana harus menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Kemampuan keuangan daerah digolongkan atas tingkatan rendah, sedang, dan tinggi.
Ia mengatakan, di NTT, semua daerah memiliki pendapatan yang rendah.
Dengan demikian, tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi para penjabat di NTT harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah yang rendah itu.
Menurut John, angka Rp10 Juta untuk tunjangan perumahan dan Rp12,5 Juta untuk tunjangan transportasi itu terlalu tinggi untuk ukuran kemampuan keuangan daerah di Sikka.
“Itu terlalu tinggi. Harusnya masuk kategori rendah. Hanya saya tidak ingat angka pasti. Baca PP tentang Hak Keuangan DPRD Tahun 2018,” katanya.
Saat ditanyai Ekora NTT, apakah kasus ini bisa disebut mark up, Dr. John mengatakan, ini bukan mark up, tetapi salah menetapkan aturan.
Maka, para anggota dewan harus mengembalikan kelebihan pembayaran dana tunjangan itu.
“Sudah pernah terjadi di TTS, Ama,” katanya.