ARTIKUJT E FUNDIT

Kasihanilah Abdul Somad!

0

Oleh Dominggus Koro*

Sungguh masyhur Abdul Somad. Ia kerap tampil di televisi dan diwartakan di berbagai media daring. Nama dan wajahnya akrab di ingatan orang ramai. Ia pesohor di panggung agama.

Ustadz Abdul Somad. Pas betul sarjana tamatan Al Azhar, Mesir, berada di panggung ini. Sebutan bahasa Arab di depan namanya menunjukan kapasitas keilmuan dia. Ia kompeten mengajar, fasih melisankan isi teks-teks agama. Pendeknya, ia piawai berdakwah, yakni mengajak orang kepada Islam.

Saya pernah menyaksikan dia pada acara dakwah di sebuah televisi nasional, juga dua tiga kali di Youtube.  Ia punya daya pikat dalam cara menyampaikan cerita, pesan, dan ide. Wajah dan mimiknya yang lucu menambah greget magentik bagi hadirin dan pemirsa. Ia, oleh karena ini, memiliki banyak follower di seantero Indonesia.

Itulah Somad, juruwarta agama yang sangat mumpuni. Ia orang yang asyik untuk didengar, menghibur, dan meneguhkan. Terlepas setuju atau tidak isi omongannya, videonya bagus untuk ditonton. Termasuk yang viral menjelang perayaan 17 Agustus 2019, di mana ia bicara tentang salib.

(Mungkin) ada seorang ibu bertanya dan ia menjawab, “Apa sebabnya ustad, kalau melihat salib, menggigil hati saya? Setan….” Tuan dan puan, saya mengutip video untuk bahasan di forum terbatas ini.

Sedikit kutipan lagi, “Apa sebabnya kata ibu itu, mirip macam gini. Saya terlalu terbayang salib, nampak salib. Jin kafir sedang masuk. Karena di salib itu ada jin kafir. Dari mana masuknya jin kafir? Karena ada patung. Kepalanya ke kiri apa ke kanan? Nah, ada yang ingat, kan? Nah, itu ada jin di dalamnya. Jin kafir. Di dalam patung itu ada jin kafir.”

Apakah Somad salah berkata demikian? Tidak. Tugas dia memang menghibur sekaligus meneguhkan hati para pendengarnya. Memastikan pemahaman dan praktik saudara-saudara kita Muslim selaras dengan Surat Ali Imran [3]:19), “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” Dan, [3]:85), “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

Sebagai pesohor, ia memikul beban berat, bagaimana supaya pengikutnya tetap terhibur dan tidak berkurang jumlahnya—bertambah boleh. Diksi kafir, patung dan jin berfungsi sebagai sabu-sabu, agar terus tampil prima dan meyakinkan. Ini nasib orang beken; gemerlap dengan segenap simbol yang melekat di diri, tapi hampa jiwa. Ia akan terus begini seumur hayatnya, terlebih karena ada rujukan di teks agama.

Somad menderita. Ia lelah dan sakit. Jangan lagi bully dia. Jiwanya kerontang, tiada lembab kasih yang merangkul dan pengertian yang mengatasi perbedaan “kulit” agama. Punggungnya sarat tumpukan kitab suci, tapi tidak mensucikan dan melembutkan jiwanya. Ia hanya pemikul pustaka belaka. Sapa dia dengan bahasa cinta. Sadari, yang bikin dia bisa melakoni tugasnya adalah Hyang Maha Ada juga—kesadaran ini membersihkan batin dari kotoran benci, amarah, penghakiman dan klaim-klaim murahan.

Ah, tentang kafir dan patung, saya ingat kisah dalam hidup Swami Vivekananda. Spiritualis pengembara dan pejuang India panutan Bung Karno itu pernah menyadarkan seorang penguasa yang menghina cara dan sarana peribadatan Hindu.

Awal 1891, ia menemui Mangal Singh, penguasa Alwar (sekarang Rajasthan). Sang raja mencemoohnya, “Swamiji, saya dengar anda seorang terpelajar. Kenapa anda sia-siakan hidup dengan mengembara dan mengemis?”

“Maharaja, kenapa anda mengabiskan waktu untuk kesenangan berburu dan mengabaikan tugas-tugas sebagai pemimpin?”, jawab sang Swami—artinya ia yang telah menaklukan ego, melampaui pikiran, keinginan dan kesadaran rendah serta seluruh indra. Semua yang hadir di istana terkejut mendengar pertanyaan lugas ini. “Saya suka dan menikmatinya,” jawab Mangal dan, lanjutnya, “Bukankah kalian bermeditasi dan melakukan pemujaan dengan alasan yang sama?”

Dinding istana Alwar dipenuhi hiasan dari binatang buruan. Raja Mangal bangga dengan kemampuannya berburu. Vivekananda mengkritik dia, “Seekor hewan tak membunuh hewan lain bila tidak perlu, kenapa anda membunuh mereka demi kenikmatanmu? Tindakanmu tidak bermakna.”

“Kalian menyembah berhala. Saya tidak percaya pada berhala. Saya tidak menyembah pohon, tanah, batu, atau logam. Semuanya tidak berarti,” lagi raja itu mengolok Vivekananda.

Tersenyum dan tenang Vivekananda minta pelayan mengambil lukisan ayah Mangal yang dipajang di istana. Tanpa ragu ia meminta lukisan itu diludahi. Semua yang hadir diam, memandangi raja mereka dengan takut dan bingung.

Ia mengulangi perkataannya, “Ludahi lukisan ini! Siapa saja boleh.” Kali ini ada yang berteriak, “Apa yang Swami lakukan? Jangan, Swami. Ini lukisan raja kami. Kami tidak boleh melakukan penghinaan.”

Vivekananda menjelaskan, “Ini hanya selembar kertas, benda mati, tidak bernyawa. Tetapi kalian menolak untuk meludahinya. Kalian menghormatinya, seperti yang kalian lakukan terhadap raja, karena lukisan ini merupakan bayangan rajamu.”

Ia berpaling ke Mangal Singh, katanya, “Lihat, Maharaja, ini lukisan Baginda Raja, ayah anda. Lukisan ini simbol, mengingatkan dan membuat anda merasakan kehadirannya. Pun demikian puja yang dilakukan seorang Hindu dengan sarana pratima. Ini menyangkut anubhuti, rasa dan kesadaran akan kehadiran Hyang Suci dan Mulia.

Singkat cerita, Mangal Singh menyadari kesalahapahamannya atas makna pemujaan yang sebenarnya. Ia minta maaf atas penghinaan yang telah diperbuatnya kepada Vivekananda. Juga ia berterima kasih atas pelajaran spiritual yang diperolehnya. Sanyasi itu tinggal beberapa hari di Alwar atas permintaan sang raja.

Persis seperti penjelasan Vivekananda, salib, pratima Yesus dan Bunda Maria pun merupakan perwujudan simbol kesucian dan kemuliaan. Salib mengingatkan orang Kristen akan pengorbanan Yesus, memberi diri kepada sesama demi kasih. Kasih adalah keadaan batin yang nirmala, dan demi ini seorang Kristen mesti menggantung ego dan nafsu serta keinginan rendahan di salib`

Tentang devosi kepada Bunda Maria, saya kutip apresiasi Gandhi. Ia tulis dalam otobiografinya, “Orang akan berubah, bersikap penuh rasa hormat ketika melihat orang lain berlutut di depan pratima Sang Perawan. Rasa ini terpatri dalam diri saya, bahwa berlutut dan berdoa bukan penyembahan berhala. Para pemeluk teguh yang bersimpuh itu tidak sedang memuja marmer atau batu, tapi terbakar oleh semangat devosi kepada kesucian dan keilahian dalam rupa simbol. Saya bisa merasakan pemujaan ini tidak merendahkan, tapi memuliakan Tuhan.”

Ustadz Somad tetap berkukuh ini berhala? Baik, tapi apa salahnya bila cara dan sarana peribadatan begini bikin manusia sadar akan kemahahadiran Hyang Suci dan Lembut di mana-mana? Manusia berwelas asih, merawat kohesi sosial dan harmoni dalam kebhinekaan. Dengan kata lain, manusia jadi pancasilais. Tidak salah, bukan?

Devosi dengan sarana salib, pratima Bunda Maria dan Yesus melembabkan jiwa dengan kasih. Lalu, manusia bisa memberi dari kepunyaannya; yang punya kasih membagikan kasih, yang bergelimang benci menebarkan terik angkara dan penghinaan. Maka, kasihi dan kasihani Somad—penderita kekeringan jiwa.

Referensi:

  1. Swamivivekanandaquotesgarden.blogspot.com
  2. Gandhi, M.K; An Autobiography OR The Story of My Experiment With Truth (1927), hal 71.

*Warga Maumere, Flores

Kemanusiaan, Lingkungan, dan Spiritualitas Bali Interfaith Movement

Oleh: Anselmus Dore Woho Atasoge*

Dalam lanskap sosial global yang semakin terfragmentasi oleh polarisasi identitas dan krisis ekologis, muncul sebuah inisiatif dari Indonesia yang menawarkan pendekatan alternatif berbasis spiritualitas dan kolaborasi lintas iman: Bali Interfaith Movement (BIM). Gerakan ini diluncurkan secara resmi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, bekerja sama dengan jaringan Gusdurian dan organisasi United in Diversity, sebagai respons terhadap tantangan dehumanisasi dan kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.

Bagi saya, BIM bukan sekadar forum diskusi antaragama, melainkan sebuah gerakan transformatif yang mengintegrasikan nilai-nilai spiritual, etika sosial, dan kesadaran ekologis.

Dalam konferensi pers peluncurannya di Denpasar Selatan pada Desember 2024 yang lalu, Pelaksana Tugas Direktur Urusan Agama Islam Kemenag, Ahmad Zayadi, menyatakan bahwa BIM bertujuan membangun kesadaran kolektif sebagai warga bangsa untuk merajut semangat kebangsaan, merawat kebinekaan, dan menjaga harmoni sosial serta lingkungan.

Gerakan ini berpijak pada Deklarasi Istiqlal, sebuah dokumen moral yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar. Deklarasi ini menyerukan penolakan terhadap kekerasan atas nama agama, penguatan nilai keberlanjutan dalam praktik keagamaan, dan regenerasi tokoh lintas iman yang progresif.

Dalam konteks Indonesia yang plural dan rentan terhadap konflik identitas, agama memiliki potensi besar sebagai kekuatan sosial yang mampu merawat kebinekaan dan membangun solidaritas lintas komunitas. Bali Interfaith Movement (BIM) hadir sebagai manifestasi dari potensi tersebut, dengan menegaskan bahwa spiritualitas tidak hanya berfungsi dalam ranah transenden, tetapi juga harus hadir secara konkret dalam kehidupan sosial dan ekologis.

Gerakan ini mengintegrasikan nilai-nilai agama sebagai kekuatan etis untuk merespons krisis dehumanisasi dan kerusakan lingkungan, sebagaimana ditegaskan oleh Ahmad Zayadi dari Kementerian Agama bahwa aktor layanan keagamaan harus menjadi teladan dalam mentransformasikan nilai-nilai spiritual ke dalam tindakan nyata.

Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, menyebut gerakan ini sebagai bentuk religious diplomacy—diplomasi agama yang bertujuan menciptakan transformasi sosial dan lingkungan.

Ia menekankan bahwa jika semua pihak bekerja dengan hati nurani, maka sekat-sekat identitas akan luluh dan kolaborasi lintas iman dapat terwujud secara berkelanjutan. Melalui pendekatan religious diplomacy, BIM mendorong moderasi beragama sebagai jembatan untuk menciptakan harmoni sosial dan menjaga keberlanjutan lingkungan, dengan Bali sebagai laboratorium perdamaian yang merepresentasikan spiritualitas lokal yang inklusif dan membumi.

Tentu pemilihan Bali sebagai lokasi utama BIM bukan tanpa alasan. Pulau ini memiliki warisan spiritual dan budaya yang mendunia, serta dikenal sebagai ruang kontemplatif yang terbuka terhadap keberagaman. Di tengah ancaman komersialisasi dan degradasi lingkungan, Bali menjadi simbol dari spiritualitas yang membumi dan inklusif.

Kala itu, rangkaian kegiatan BIM yang melibatkan 15 perguruan tinggi keagamaan negeri di Indonesia, menjadikannya sebagai gerakan nasional yang mengakar di berbagai lapisan masyarakat. Acara puncaknya, yang berlangsung pada 14–15 Desember 2024, merupakan bagian dari Tri Hita Karana Universal Reflection Journey, sebuah inisiatif global yang mengintegrasikan nilai kebangsaan dan keberlanjutan.

Bagi saya, Bali Interfaith Movement adalah representasi dari semangat baru dalam keberagamaan: spiritualitas yang aktif, membumi, dan transformatif. Ia mengajak agama-agama untuk keluar dari ruang privat dan hadir di tengah masyarakat yang terluka oleh konflik dan eksploitasi.

Gerakan ini menunjukkan bahwa nilai-nilai iman dapat menjadi kekuatan pemulih, bukan pemecah. Bahwasanya, ketika spiritualitas bersatu dengan aksi sosial dan kepedulian ekologis, agama menemukan kembali relevansinya di tengah dunia yang sedang mencari arah.

Dari sudut pandang sosiologi agama, Bali Interfaith Movement dapat dipahami sebagai bentuk aktualisasi agama dalam ruang sosial yang lebih luas, di mana agama tidak hanya berfungsi sebagai sistem kepercayaan transenden, tetapi juga sebagai sistem makna yang membentuk interaksi sosial dan struktur masyarakat.

Clifford Geertz dalam teorinya tentang agama sebagai sistem budaya menekankan bahwa agama menyediakan kerangka simbolik yang memungkinkan individu memahami dunia dan posisi mereka di dalamnya. Dalam konteks BIM, spiritualitas lintas iman menjadi medium untuk membangun solidaritas sosial dan merespons krisis kemanusiaan serta ekologis secara kolektif. Gerakan ini menunjukkan bahwa agama, ketika diposisikan sebagai kekuatan sosial, mampu melampaui batas-batas sektarian dan menjadi alat rekonsiliasi serta transformasi sosial.

Lebih jauh, pendekatan sosiologi agama juga melihat BIM sebagai proses konstruksi sosial yang melibatkan tiga tahapan utama: eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi (Berger & Luckmann, 1966).

Eksternalisasi tercermin dalam praktik nyata seperti penanaman pohon lintas iman dan kampanye anti-kekerasan, yang menunjukkan bahwa nilai-nilai spiritual diartikulasikan melalui tindakan sosial. Objektivasi terjadi ketika nilai-nilai toleransi dan keberlanjutan diakui sebagai norma sosial yang mengatur hubungan antarumat beragama.

Sementara internalisasi tampak dalam kesadaran kolektif masyarakat Bali yang menjadikan harmoni sebagai bagian dari identitas budaya dan spiritual mereka. Studi tentang kehidupan sehari-hari di desa-desa seperti Pemuteran di Bali menunjukkan bahwa praktik toleransi bukan sekadar wacana, melainkan realitas yang dibentuk dan diwariskan melalui interaksi sosial yang berkelanjutan.

Pemuteran adalah desa nelayan yang tenang di pesisir barat laut Bali, jauh dari keramaian pariwisata. Suasananya yang damai dan autentik menjadikannya tempat ideal bagi pencari ketenangan dan keindahan alam.

Selain dikenal sebagai pusat konservasi laut melalui proyek Biorock, Pemuteran juga mencerminkan keseimbangan antara spiritualitas lokal, pelestarian lingkungan, dan pariwisata berkelanjutan menjadikannya ruang yang selaras dengan semangat Bali Interfaith Movement.

Pada titik ini, BIM bukan hanya gerakan moral atau politik, tetapi juga fenomena sosiologis yang merefleksikan bagaimana agama dapat menjadi kekuatan pemersatu dalam masyarakat multikultural. Ia memperlihatkan bahwa spiritualitas yang membumi dan inklusif dapat menjadi fondasi bagi rekonstruksi sosial yang lebih adil dan berkelanjutan. Dalam era globalisasi yang sering kali memperuncing perbedaan, BIM menawarkan model alternatif: agama sebagai jembatan, bukan tembok; sebagai energi sosial, bukan sekadar dogma.

Akhirnya, jika agama mampu menjadi cahaya dalam kegelapan zaman, maka ia akan menjadi kekuatan yang tak tergantikan dalam membangun masa depan yang lebih adil, damai, dan berkelanjutan. BIM telah menunjukkan bahwa harapan itu bukan utopia, melainkan keniscayaan yang bisa diwujudkan melalui kolaborasi lintas iman dan kesadaran kolektif.

*Anselmus Dore Woho Atasoge, staf pengajar pada Stipar Ende

Dua Mantan Pejabat Desa Tana Duen Dieksekusi dalam Kasus Korupsi Dana Desa

0

Maumere, Ekorantt.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka resmi mengeksekusi dua mantan pejabat Desa Tana Duen, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, yang terbukti terlibat dalam tindak pidana korupsi dana desa pada Kamis, 17 Juli 2025.

Eksekusi ini dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Kedua terpidana yang dieksekusi adalah Maria Bispanti alias Bispanti, yang menjabat sebagai Penjabat Kepala Desa Tana Duen pada tahun anggaran 2020 hingga 2022, serta Melania Elegante Nelia alias Lani, yang menjabat sebagai Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Tana Duen sejak tahun anggaran 2017 hingga 2022.

Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh keduanya terkait dengan penyalahgunaan pengelolaan keuangan Desa Tana Duen pada tahun anggaran 2022 yang bersumber dari Dana Desa (DDS)/ APBN dan Alokasi Dana Desa (ADD)/ APBD.

Maria Bispanti dan Melania Elegante Nelia, sejak Januari hingga Agustus 2022, diketahui telah melakukan penarikan dana desa secara tidak sah.

Mereka menggunakan slip penarikan bank tanpa Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), meskipun APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) belum disahkan dalam musyawarah desa.

Keduanya melakukan 30 kali penarikan dana desa yang berjumlah total Rp877.624.088,50 dari 49 penarikan yang dilakukan. Pada periode September hingga Desember 2022, dana yang tersisa sepenuhnya dikuasai oleh Melania Elegante Nelia.

Tindakan ini bertentangan dengan ketentuan pengelolaan keuangan desa yang diatur dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp530.605.901,00.

Sebagian dari dana tersebut, sebesar Rp12.115.000,00, sudah dikembalikan, sehingga kerugian negara yang masih harus ditanggung mencapai Rp518.490.901,00.

Berdasarkan amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang, Maria Bispanti dijatuhi pidana penjara selama satu tahun 8 bulan, denda sebesar Rp50.000.000 subsider satu bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp54.687.655.

Apabila tidak dapat membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya akan disita atau diganti dengan pidana penjara selama satu bulan.

Ia juga dibebankan biaya perkara sebesar Rp5.000. Putusan ini tertuang dalam Putusan Nomor 11/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Kpg yang dikeluarkan pada tanggal 16 Juni 2025.

Sementara itu, Melania Elegante Nelia dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun, denda sebesar Rp50.000.000 subsider satu bulan kurungan, dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp433.407.246. Jika tidak dapat membayar, maka harta bendanya akan disita atau diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan.

Ia juga dibebankan biaya perkara sebesar Rp5.000, sesuai dengan Putusan Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Kpg yang juga diputus pada tanggal 16 Juni 2025.

Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, Henderina Malo, dalam pernyataannya menegaskan, eksekusi ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam menegakkan hukum dan memberantas tindak pidana korupsi.

“Pelaksanaan eksekusi ini merupakan bentuk komitmen Kejaksaan dalam menegakkan hukum, memberantas korupsi,” tegas Henderina.

Ia menambahkan, pihaknya akan memastikan setiap putusan pengadilan dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Dikawal Aparat Bersenjata, Kunjungan Gubernur NTT ke Poco Leok Pamerkan Kekuatan Menekan Warga

0

Ruteng, Ekorantt.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena berkunjung ke Poco Leok, Manggarai pada Rabu, 15 Juli 2025.

Namun, kedatangannya justru memantik gelombang kritik dari berbagai kelompok masyarakat, terutama Koalisi Advokasi Poco Leok, sebuah koalisi yang terdiri dari sejumlah organisasi, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, JPIC OFM Indonesia, Terranusa Indonesia, dan Jaringan Advokasi Tambang.

Kunjungan ini terjadi tak lama setelah Melki Laka Lena membentuk satuan tugas atau Satgas Geotermal. Hal ini sebagai respons terhadap penolakan masyarakat terhadap proyek panas bumi di sejumlah wilayah Flores dan Lembata.

Hasil investigasi Satgas Geotermal yang diumumkan pada 4 Juli 2025 di Kupang justru mengabaikan fakta utama di lapangan: penolakan masif warga adat, dampak lingkungan yang serius, serta catatan panjang kekerasan dan kriminalisasi. Bukannya menjadi alat koreksi, laporan ini justru menjadi dalih untuk melanggengkan proyek geotermal.

Meski diharapkan menjadi langkah untuk meredakan ketegangan, pembentukan Satgas Geotermal justru menambah kontroversi.

Peneliti dari Terranusa Indonesia, Jimmy Z. Ginting menilai laporan yang diumumkan Satgas Geotermal pada 4 Juli 2025 justru mengabaikan fakta utama di lapangan, yakni penolakan masif dari masyarakat adat, dampak lingkungan yang serius, serta catatan panjang kekerasan dan kriminalisasi yang terjadi.

“Laporan ini justru menjadi dalih untuk melanggengkan proyek geotermal,” kata Jimmy dalam pernyataannya.

Ia menegaskan, meskipun Satgas dihadirkan, kondisi di lapangan menunjukkan pola intimidasi yang semakin nyata, terlebih setelah kunjungan Gubernur Laka Lena ke Ulumbu dan Poco Leok.

Kekuasaan yang Menekan

Setibanya di Poco Leok, Laka Lena disambut dengan demonstrasi dari warga yang menolak proyek PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6.

Dalam aksi tersebut, barisan perempuan mendominasi dengan membawa berbagai poster yang menuntut penghentian proyek dan mendesak agar aparat keamanan tidak dilibatkan.

Salah satu poster bertuliskan, “Warga adat bukan penjahat stop kriminalisasi.”

Namun, alih-alih merespons penolakan dengan dialog, kunjungan gubernur disertai dengan pengawalan aparat bersenjata dari Polri dan TNI.

“Sejak dua tahun terakhir, pola pengawalan bersenjata kerap mengiringi pengukuran lahan, pemasangan patok, hingga berbagai aktivitas proyek geotermal,” ujar Jimmy.

Menurut dia, pola intimidasi ini membuktikan bahwa pemerintah lebih memilih kekuatan senjata untuk menekan rakyatnya daripada melindungi hak-hak mereka.

“Bagi kami, kunjungan ini sama sekali bukan simbol kepemimpinan yang mendengarkan, melainkan pamerkan kekuatan untuk menekan warga.”

Melki Laka Lena menghadirkan bayang-bayang senjata di kampung adat, memperlihatkan kesombongan kekuasaan yang mengabaikan konstitusi dan hak-hak masyarakat adat.

Lebih jauh, pola represif membuka jalan bagi pendekatan serupa di wilayah lain di Flores dan Lembata yang saat ini juga berjuang menolak proyek geotermal bermasalah.

Meski mendapat kritik tajam, Gubernur Laka Lena dalam wawancara, menyatakan bahwa kedatangannya ke Poco Leok bertujuan untuk mendengar langsung keluhan masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menentang proyek geotermal.

“Saya pastikan ini pertemuan pertama dan bukan yang terakhir, dan saya harap kita bisa berdialog dengan baik untuk mencari titik temunya,” ujar Laka Lena, seperti dikutip dari akun Facebook-nya.

Politis Golkar itu menegaskan, meski ada penolakan, proyek geotermal tetap akan berlanjut.

“Proses ini akan bergerak maju dan saya meyakini akan ada titik temunya,” katanya.

Ia menekankan bahwa pemerintah memiliki komitmen untuk membangun wilayah NTT tanpa harus mengorbankan masyarakat adat.

Namun, bagi Koalisi Advokasi Poco Leok, klaim Laka Lena justru terasa kosong. Mereka menilai, kedatangan gubernur yang dibayangi aparat bersenjata adalah bentuk arogansi kekuasaan yang lebih mengutamakan kontrol daripada mendengarkan suara rakyat.

Masalah Hak Masyarakat Adat

Proyek panas bumi PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6 merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengembangkan energi bersih di NTT, dengan total investasi sekitar 150 juta euro yang berasal dari Bank Pembangunan Jerman (KfW).

Proyek ini dirancang untuk menambah daya 2×20 megawatt, naik signifikan dari kapasitas awal sebesar 10 megawatt yang sudah beroperasi sejak 2012.

Namun, masyarakat Poco Leok menilai, proyek ini mengancam keberlanjutan tanah adat mereka, serta kehidupan sosial dan budaya yang telah berlangsung turun-temurun.

Mereka mendesak agar seluruh proses proyek dihentikan, termasuk sosialisasi dan pengadaan lahan, hingga ada jaminan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat.

“Poco Leok tidak akan tunduk pada kekuasaan yang korup dan rakus. Masyarakat adat berhak hidup damai di tanah leluhur mereka, tanpa teror bersenjata, tanpa penggusuran, dan tanpa ketakutan,” tegas Jimmy.

Bagi Koalisi Advokasi Poco Leok, kekuasaan yang ditegakkan dengan senjata dan intimidasi bukanlah simbol kepemimpinan yang mendengarkan, melainkan sebuah bentuk penjajahan modern.

Mereka menuntut dihentikannya pengerahan aparat keamanan ke wilayah-wilayah adat dan penghentian seluruh proyek geotermal yang berpotensi merusak hak-hak masyarakat adat di Flores dan Lembata.

“Pemerintah NTT harus mendengarkan suara kami. Jika proyek geotermal ini terus dilanjutkan dengan cara yang represif, maka kami akan terus melawan,” pungkas Jimmy.

Sementara itu, masyarakat Poco Leok tetap berdiri teguh, menuntut agar Gubernur NTT benar-benar mendengarkan suara rakyat, bukan hanya mendahulukan agenda pembangunan yang dirasa merugikan mereka.

Dengan teror bersenjata yang terus mengancam, perjuangan masyarakat adat di Flores dan Lembata untuk mempertahankan hak-haknya semakin berat.

Namun, mereka tetap berpegang pada keyakinan bahwa tanah leluhur mereka adalah warisan yang harus dilindungi dari segala bentuk penindasan.

Bank NTT Ingatkan Bahaya Penipuan Dunia Maya: Waspadai Email dan Pesan Mencurigakan

0

Ruteng, Ekorantt.com – Fenomena penipuan dunia maya atau phishing menjadi momok yang mengkhawatirkan. Tidak sedikit orang telah menjadi korban akibat kejahatan siber ini.

Staf marketing Bank NTT Cabang Ruteng, Amelia Juliani Elfrin Bout memaparkan secara gamblang tentang bahaya phishing.

Eltrin, sapaan akrabnya, menjelaskan, phishing merupakan upaya penipuan dunia maya (cybercrime) di mana pelaku berpura-pura menjadi pihak yang terpercaya untuk mencuri informasi pribadi atau data sensitif dari korban, seperti data akun, data finansial, atau data lainnya.

“Istilah phishing berasal dari “fishing”, yang berarti memancing. Pelaku memancing korban untuk memberikan informasi mereka,” kata dia saat Customer Gathering pada perayaan Hari Ulang Tahun ke-63 Bank NTT pada Kamis, 17 Juli 2025.

Pelaku phishing, kata dia, bertujuan untuk mendapatkan informasi pribadi korban, yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai tindakan kejahatan, seperti pencurian identitas, penyalahgunaan akun, pencurian uang, atau peretasan sistem.

Cara kerjanya adalah mengirimkan email, pesan teks melalui SMS, WhatsApp, atau membuat website palsu yang meniru tampilan dan pesan dari entitas yang sah, seperti bank, perusahaan, atau lembaga resmi.

Ia mencontohkan kasus phishing, seperti email yang mengaku dari bank meminta pengguna untuk memasukkan informasi login karena ada masalah dengan akun mereka.

Kemudian pesan teks yang mengaku dari kurir pengiriman meminta pengguna untuk membayar biaya pengiriman melalui tautan palsu.

“Website palsu yang meniru tampilan website resmi bank atau media sosial untuk mencuri informasi login juga menjadi contoh kasus,” tutur Eltrin.

Selain itu, pesan teks yang dibagikan ke nomor handphone nasabah untuk meng-klik pesan teks tersebut, juga modus undian berhadiah.

Ia menyebutkan beberapa jenis phishing. Pertama, email phishing, yakni penyerang mengirimkan email palsu yang meniru dari lembaga resmi.

Kedua, spear phishing. Jenis phishing ini biasanya penyerang menargetkan individu tertentu dan melakukan riset terlebih dahulu tentang korban untuk membuat email yang lebih personal dan meyakinkan.

Ketiga, whaling yakni penyerang acap menargetkan eksekutif atau orang penting dalam suatu organisasi.

Keempat, smishing yakni penyerang menggunakan pesan teks untuk menipu korban.

Eltrin pun membagi tips menghindari phishing. Nasabah harus waspadai email dan pesan yang mencurigakan, terutama yang meminta informasi pribadi atau berisi tautan yang tidak jelas.

Selain itu dilarag meng-klik tautan yang mencurigakan, selalu verifikasi keaslian alamat situs web, juga gunakan kata sandi yang kuat dan aktifkan autentikasi dua faktor.

“Jangan lupa perbarui perangkat lunak dan aplikasi secara berkala. Jangan mudah percaya pada iming-iming hadiah atau tawaran menarik yang tidak jelas. Laporkan email atau pesan phishing yang mencurigakan ke pihak berwenang,” pintanya.

Kepada seluruh nasabahnya, ia mengimbau agar lebih hati-hati terhadap upaya penipuan yang mengatasnamakan Bank NTT.

“Waspadai bentuk penipuan daring seperti scam dan pishing yang dapat membahayakan keamanan akun Anda,” tegasnya.

Bila mendapat informasi yang mencurigakan, nasabah dapat memverifikasi ke nomor Call Center 14013-08113814013.

Kejahatan siber ini baru saja dialami Yosefina Maristalda Jenudin, seorang nasabah Bank NTT. Ia harus menelan pil pahit.

Bagaimana tidak, saldo rekening miliknya mendadak habis puluhan juta rupiah, yang menyisakan hanya Rp40.000 dari total Rp58.606.000.

Awalnya, pada Senin, 26 Mei 2025 sekitar pukul 10.22 Wita, ia melakukan transfer senilai Rp6.500.000 melalui aplikasi B`Pung Mobile NTT. Setelah transaksi, saldonya tercatat normal, yakni Rp58.606.000.

Masih di hari yang sama, sekitar pukul 19.00 Wita, Yosefina mengisi pulsa di aplikasi tersebut, namun sayangnya, muncul notifikasi yang menerangkan bahwa PIN-nya  telah daluwarsa.

Tidak berhenti di situ, dia mencoba tiga kali lagi dengan memasukkan PIN yang sama, tetapi selalu gagal.

Merasa ada yang tidak beres, keseokannya Yosefina langsung mendatangi kantor Bank NTT cabang setempat, yang berbasis di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.

Sehingga pada 2 Juni, Yosefina berhasil mengaktifkan kembali akunnya di layanan pelanggan (CS) Bank NTT Cabang Ruteng.

Namun saat ia mengecek saldo melalui aplikasi B`pung Mobile NTT, sisa saldonya hanya Rp40.000 dari sebelumnya Rp58.606.000.

Untuk memastikan itu, Yosefina segera mencetak rekening koran di Bank NTT Cabang Ruteng. Di sana, ia mulai muncul rasa curiga dengan dua transaksi yang tak pernah ia lakukan.

Kedua transaksi itu di antaranya transfer sebesar Rp50.000.000 pada pukul 11.48 Wita dan Rp6.500.000 pada pukul 11.50 Wita. Kedua nominal tersebut ditransfer ke rekening Bank BNI atas nama Bagus Panuwun dan Rokimah.

Yosefina telah mengadukan kejadian ini ke Bank NTT pada 4 Juni 2025. Pihak bank mengatakan bahwa laporannya akan diteruskan ke pusat dan akan ada penyelidikan untuk menentukan “apakah kesalahan ada pada nasabah atau pada sistem bank.”

“Empat belas hari setelah laporan, pihak bank hanya menyampaikan bahwa dana sudah ditransfer ke rekening tujuan di BNI, tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana transaksi tersebut bisa terjadi,” keluh Yosefina.

Pihak Yosefina juga sudah mendatangi Kantor BNI Cabang Ruteng, namun data nasabah penerima tersebut tidak dapat diungkap secara jelas.

Cerita Yosefina menjadi pelajaran, betapa maraknya pelaku phishing dengan cara jahat. Ia menyerang siapapun demi keuntungan pribadinya.

PT SMJ Beri Edukasi Petani di Ngada untuk Tingkatkan Produktivitas Jagung

0

Bajawa, Ekorantt.com – PT Silvano Maynard Jaya (SMJ) memberi pelatihan dan mengedukasi puluhan petani di Kabupaten Ngada untuk meningkatkan produksi jagung.

Kegiatan ini dilaksanakan di aula kantor Desa Tarawaja, Kecamatan So’a pada Kamis, 17 Juli 2025. Hadir pula perwakilan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat.

Direktur PT SMJ, Silvester Sudin, mengatakan materi pelatihan tersebut mengenai pemilihan benih jagung, persiapan lahan, perawatan, panen, pasca-panen hingga cara kemitraan petani dan perusahaan.

Kemitraan yang dimaksud adalah mulai dari pembenihan, pupuk hingga penggunaan obat-obatan.

“Dalam kemitraan bersama petani, kami juga berkomitmen melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan pertumbuhan jagung secara berkala,” ujarnya.

“Perusahaan juga menyerap jagung petani dengan harga yang saling menguntungkan baik petani maupun perusahaan,” kata Silvester.

Pihaknya berharap Kecamatan So’a didorong menjadi model budi daya jagung untuk wilayah Kabupaten Ngada.

Kepala Bidang SDM Dinas Pertanian Kabupaten Ngada, Herlinda Bate, mengatakan kegiatan tersebut merupakan sekolah gratis bagi petani menuju sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.

Ia berharap dengan sosialisasi ini, Kabupaten Ngada menjadi salah satu daerah penyumbang produksi jagung nasional.

Herlinda menyatakan target produksi jagung di Ngada masih berada di bawah target nasional.

“Rata-rata produksi 4-12 ton secara nasional, sementara Kabupaten Ngada masih di bawah yakni 3 ton per hektar. Produksi selama ini masih jauh dari target yang ditetapkan,” katanya.

Salah satu penyebab, lanjut Herlinda, adalah pola budi daya jagung masih tradisional sehingga produksi jagung sulit menyentuh target yang ditentukan.

“Salah satunya lahan kita belum fokus pada satu  komoditi, satu kebun masih bermacam-macam tanaman,” katanya.

Untuk meningkatkan produksi jagung, pemerintah berkomitmen melakukan sejumlah upaya salah satunya menjalin kerjasama dengan sejumlah lembaga dalam upaya meningkatkan sumber daya bagi petani.

Kepala Desa Tarawaja, Albertus Moe Nga’i berkomitmen untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan itu. Kerja sama  bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa.

Ia meyakini dengan kemitraan baik dapat membantu petani keluar dari zona kemiskinan.

“Kami sudah komitmen untuk menyimpan sekitar lima hektar lahan untuk khusus tanam jagung,” kata Albertus menandaskan.

Transaksi Bank NTT Cabang Ruteng Capai Rp5 Miliar dalam Semester I 2025

0

Ruteng, Ekorantt.com – Nilai transaksi keuangan Bank NTT Cabang Ruteng dalam semester pertama tahun 2025 (Januari–Juli) tercatat mencapai Rp5 miliar. Jumlah ini mencerminkan tingginya antusiasme masyarakat dalam memanfaatkan layanan keuangan digital yang disediakan, termasuk melalui agen Be Ju Bisa.

“Transaksi Bank NTT untuk semester I ini rata-rata transaksi perbulannya kurang kurang lebih mencapai 4.000 transaksi,” kata Pimpinan Bank NTT Cabang Ruteng, Rommi Radjalangu, saat ditemui di Ruteng, Kamis, 17 Juli 2025.

Agen Be Ju Bisa merupakan bagian dari program layanan keuangan tanpa kantor milik Bank NTT yang bertujuan untuk memperluas inklusi keuangan. Program ini memfasilitasi masyarakat dalam mengakses layanan perbankan secara digital melalui kerja sama dengan agen yang dilengkapi teknologi informasi.

Keunggulannya antara lain tidak adanya biaya administrasi bulanan, pemberian fee untuk setiap transaksi, serta tersedianya fitur pembayaran PDAM dan pajak daerah.

Saat ini, terdapat 79 agen Be Ju Bisa yang tersebar di empat kecamatan di Kabupaten Manggarai, yaitu Reok, Ruteng, Satarmese, dan Langke Rembong.

“Kami mencoba memperluas inklusi keuangan di Kabupaten Manggarai ini, melalui agen Be Ju Bisa layanan seperti transfer kemudian penarikan uang pada saat kantor operasional Bank NTT,” jelas Rommi.

Lebih lanjut, Rommi menyebutkan, pihaknya tengah berupaya memperluas jangkauan layanan ke kecamatan lain yang belum terjangkau. Namun, butuh dukungan dari berbagai pihak, termasuk media dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam mendukung gerakan transaksi non-tunai.

Dia berharap agar Bank NTT terus berkembang menjadi lembaga keuangan yang sehat, kuat, dan terpercaya.

“Kami juga masih membutuhkan masukan-masukan, karena ini masih berproses, tapi kami terus berkomitmen menjadi bank kebanggaan daerah supaya dapat melayani masyarakat dengan baik,” tuturnya.

Sementara itu, Lurhayani Situmorang, salah satu agen Be Ju Bisa, mengungkapkan bahwa dirinya telah bermitra dengan Bank NTT selama delapan tahun terakhir. Menurutnya, kehadiran agen sangat membantu kebutuhan transaksi keuangan masyarakat setempat.

“Misalnya PNS, mereka terlalu jauh kalau ke kantor (Bank NTT) untuk melakukan transaksi,” jelas Lurhayani, yang juga pemilik UD Maha Salam Ketang itu.

Ia menambahkan, kerja sama dengan Bank NTT selama ini berjalan lancar, meskipun sesekali terdapat kendala teknis. Namun, setiap kendala mampu diatasi dengan cepat oleh pihak bank.

Dia berharap Bank NTT terus menjadi lembaga keuangan yang mampu memutar roda perekonomian masyarakat, khususnya di Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Manggarai.

Perkuat Riset dan Inovasi, Bapperida Sikka Luncurkan Proyek Perubahan Sikka RinTA

0

Maumere, Ekorantt.com – Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Sikka meluncurkan proyek perubahan bertajuk Sikka RinTA (Sikka Riset dan Inovasi Terpadu untuk Akselerasi Perencanaan), dalam Rapat Evaluasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Renja PD) Triwulan II Tahun Anggaran 2025, yang digelar di aula Bapperida Sikka pada Rabu, 16 Juli 2025.

Kepala Bapperida Kabupaten Sikka, Margaretha Movaldes da Maga Bapa atau Femy Bapa menjelaskan, Sikka RinTA merupakan langkah strategis untuk memperkuat tata kelola riset dan inovasi secara terpadu.

Tujuannya adalah mempercepat lahirnya kebijakan dan program pembangunan yang berbasis bukti atau evidence-based policy yang kredibel dan relevan.

“Kita ingin memastikan bahwa perencanaan pembangunan di Kabupaten Sikka benar-benar berbasis data yang kuat, riset yang valid, serta inovasi yang kontekstual dan aplikatif. Sikka RinTA adalah jawaban kita untuk membangun Sikka yang adaptif, inklusif, dan tahan terhadap berbagai tantangan ke depan,” ujarnya.

Femy menegaskan, proyek perubahan ini sejalan dengan arah kebijakan nasional sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2025–2029, yaitu membangun ekosistem riset dan inovasi di daerah.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, tagline Sikka RinTA mengandung tiga kata kunci utama: Pertama, riset andal. Menggambarkan pentingnya riset yang berkualitas, kredibel, dan sesuai kebutuhan pembangunan.

Kedua, inovasi tumbuh. Menunjukkan semangat untuk menumbuhkan budaya inovatif, baik di lingkungan birokrasi maupun masyarakat.

Ketiga, pembangunan tangguh. Menjadi tujuan akhir dalam menciptakan pembangunan daerah yang inklusif, berkelanjutan, dan responsif terhadap dinamika zaman.

Dalam paparannya, Femy mengungkapkan hasil pemetaan awal terhadap 40 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Sikka. Terdapat 23 OPD yang telah memiliki aktivitas riset dan inovasi, sementara 17 OPD lainnya belum memulainya.

“Soal penyimpanan hasil riset, Manual (fisik) 18 OPD Tersistem digital 5 OPD, OPD yang sudah mengelola data secara terfragmentasi dan baik ada 5 OPD, yang melakukan pemutakhiran data riset secara berkala ada 12 OPD dan yang tidak melakukan pemutakhiran ada 11 OPD,” jelas Femy.

Ia menambahkan, berdasarkan uji konsistensi data bersama Badan Pusat Statistik (BPS), hanya ada enam OPD yang melakukannya, sementara 17 OPD lainnya belum. Dari aspek pemanfaatan hasil riset dalam proses perencanaan pembangunan, hanya dua OPD yang secara aktif menggunakannya, empat OPD pernah, dan 17 OPD tidak sama sekali.

Untuk itu, melalui proyek Sikka RinTA, Pemkab Sikka akan melakukan penguatan tata kelola riset dan inovasi yang terintegrasi lintas sektor dengan sejumlah fokus utama, antara lain: pertama, membangun sistem koordinasi dan kolaborasi riset antar-OPD,

Kedua, membentuk repositori digital untuk menyimpan dan memanfaatkan hasil riset dan inovasi daerah,

Ketiga, mengintegrasikan data dan evidence ke dalam setiap tahapan perencanaan pembangunan daerah,

Keempat, meningkatkan kapasitas SDM dalam pengelolaan data dan perancangan kebijakan berbasis riset,

Kelima, mendorong terciptanya inovasi kebijakan dan pelayanan publik berbasis kebutuhan riil masyarakat.

“Jika Sikka ingin maju dan tahan uji di masa depan, maka fondasinya harus kokoh, data yang berkualitas, riset yang andal, dan inovasi yang berkelanjutan,” tambah Femy Bapa.

Rapat evaluasi ini dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Sikka, Adrianus Firminus Parera. Ia menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif Bapperida dan mendorong seluruh OPD untuk aktif berkolaborasi.

“Saya mengimbau seluruh OPD untuk tidak bekerja dalam silo, agar pemanfaatan data dan riset benar-benar bisa mendorong lompatan pembangunan di Kabupaten Sikka,” tegas Adrianus.

Acara ini turut dihadiri para kepala perangkat daerah, camat, sekretaris dinas, kepala bagian, serta fungsional perencana dari seluruh OPD di Kabupaten Sikka.

Kejari Sikka Musnahkan Barang Bukti Perkara Narkotika hingga Pornografi

0

Maumere, Ekorantt.com Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sikka memusnahkan barang bukti dari 63 perkara yang telah berkekuatan hukum tetap pada Kamis, 17 Juli 2025. Kegiatan pemusnahan ini digelar di halaman kantor Kejari Sikka dan dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, Henderina Malo.

Kepala Seksi Pemulihan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti, Priastami Anggun Puspita Dewi menjelaskan, barang bukti yang dimusnahkan merupakan hasil putusan hukum tetap dari periode Maret 2024 hingga Mei 2025.

“Dua perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice,” ujarnya.

Priastami juga menerangkan, tugas bidang pemulihan aset mencakup penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset hasil tindak pidana kepada negara, korban, atau pihak yang berhak. Selain itu, bidang ini juga menangani pengelolaan, pengendalian, dan penyelesaian aset, benda sitaan, barang bukti, barang rampasan, serta benda sita eksekusi.

Barang bukti yang dimusnahkan berasal dari berbagai jenis perkara, antara lain 21 perkara tindak pidana perlindungan anak, 12 perkara narkotika, delapan perkara penganiayaan, lima perkara pencurian, empat perkara kekerasan seksual, tiga perkara pembunuhan, tiga perkara perlindungan konsumen, dua perkara perjudian, dua perkara pengeroyokan, dua perkara perikanan, satu perkara penipuan, satu perkara kesehatan, dan satu perkara pornografi.

Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, Henderina Malo menegaskan, kegiatan ini merupakan bentuk komitmen jaksa sebagai eksekutor dalam melaksanakan putusan pengadilan.

Kata dia, kasus perlindungan anak dan kekerasan seksual di Kabupaten Sikka terus mengalami peningkatan, dengan mayoritas pelaku berasal dari lingkungan keluarga sendiri.

“Oleh karena itu, saya mengajak seluruh stakeholder terkait untuk bersama-sama berkomitmen memerangi persoalan ini,” tegasnya.

Henderina juga menjelaskan, pemusnahan dilakukan dengan berbagai metode, seperti dilarutkan, dibakar, dipotong, dan dihancurkan, disesuaikan dengan jenis barang bukti.

“Barang bukti bervariasi, ada senjata tajam, pakaian, narkotika jenis sabu, kosmetik dan lainnya yang kita musnahkan,” terangnya.

Acara pemusnahan ini turut dihadiri oleh Kapolres Sikka, Dandim 1603/Sikka, Hakim Pengadilan Negeri Maumere, Kasat PolAirud, serta sejumlah pegawai Kejaksaan Negeri Sikka.

Dari Introspeksi ke Lompatan Transformatif (Catatan pada HUT ke-63 Bank NTT)

Oleh: Agustinus Tetiro*

Hari ini (17 Juli 2025), Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (BPD NTT atau Bank NTT) merayakan hari ulang tahun ke-63. Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena sebagai pemegang saham pengendali (PSP) berharap, Bank NTT menjadi jantung bagi detak dan gerak perekonomian NTT.

Harapan Gubernur NTT itu kemudian dijabarkan melalui beberapa pernyataan kunci. Bank NTT harus tumbuh menjadi bank yang sehat, produktif dan dibanggakan. Bank NTT harus mendukung sektor pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, UMKM dan pariwisata di NTT.

Menurut Gubernur Melki, usia 63 tahun adalah kesempatan untuk introspeksi dan melupakan catatan kelam masa lalu sekaligus inisiatif untuk melakukan lompatan ke depan dengan transformasi kinerja dan layanan, sehingga pada gilirannya Bank NTT mampu bersaing secara nasional dan global. 

Introspeksi

Gubernur Melki Laka Lena menggunakan kata yang tepat untuk mengevaluasi kinerja bank NTT: instrospeksi. Kata ini berasal dari dua kata bahasa Latin: intro (masuk, ke dalam) dan spectare (melihat, memperhatikan). Introspeksi berarti: melihat ke dalam. 

Introspeksi lebih daripada evaluasi. Introspeksi lebih jujur dan bijaksana menilai ke dalam. Evaluasi menilai dengan memperlihatkan ke luar sejumlah data.

Salah satu cara yang paling umum untuk mengevaluasi kinerja BPD adalah memperhatikan perkembangan beberapa datanya terkait asset, dana pihak ketiga (DPK), penyaluran kredit/pembiayaan, dan laba bersih.

Data-data ini bisa kita lihat pada laporan keuangan yang dipublikasikan. Termasuk, data-data lain, seperti kredit bermasalah dan komposisi dana murah, yang terkait dengan kinerja perbankan. Sementara itu, hal-hal yang berkaitan dengan integritas para pemimpin dan kualitas pelayanan lebih bisa kita peroleh melalui impresi-impresi dan kesan-kesan yang masuk selama proses pengabdian dan pelayanan. 

“Kita tinggalkan catatan kelam masa lalu, mari melihat ke depan!” pesan Gubernur NTT. 

Di hadapan kepemimpinan baru di pemerintahan provinsi NTT dan di Bank NTT, kita berharap penuh: Bank NTT akan berjalan pada rel yang benar, seperti harapan Gubernur Melki Laka Lena: Bank NTT yang sehat, produktif dan dibanggakan. 

Harapan dan Tantangan

Harapan Gubernur NTT di atas sejalan dengan Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah 2024-2027 oleh otoritas jasa keuangan (OJK) yang mematok tiga kunci sukses BPD:  Resilien, Kontributif dan Kompetitif.

Bank NTT yang sehat perlu dipahami sebagai bank yang tahan uji dan tahan banting dengan tingkat resiliensi yang mumpuni. Bank NTT yang produktif adalah Bank NTT yang mampu berkontribusi bagi perekonomian daerah yang sektor-sektor utamanya telah disebutkan Gubernur di atas.

Bank NTT yang bisa dibanggakan tentu saja berkaitan dengan daya saing yang kompetitif dengan bank-bank lain baik di kawasan Indonesia timur maupun di level nasional bahkan dunia.

Tentu saja, untuk mencapai harapan itu, kita perlu mengetahui betul tantangan-tantangan yang ada seperti tantangan global terkait kondisi ekonomi dan perdagangan dunia, serta tantangan nasional dan tantangan struktural BPD.

OJK melihat tantangan nasional datang dari pertumbuhan ekonomi, akselerasi digital dan keamanan siber, inklusi dan literasi keuangan di daerah yang relatif rendah, kompetisi dengan bank-bank besar di daerah.

Sementara itu, tantangan struktural BPD mencakup, (1) kelemahan serta pemasalahan tata kelola, manajemen risiko dan kepatuhan (GRC), keterbatasan opsi dalam penguatan permodalan, kualitas dan kuantitas infrastruktur (TI dan SDM), pangsa kredit produktif relatif rendah, keterbatasan produk dan layanan, tantangan pengaturan, pengawasan dan perizinan,

Lompatan Transformatif

Gubernur Melki Laka Lena kembali menyebutkan kata kunci lain: Transformasi. Kata ini juga berasal dari dua kata bahasa Latin: trans (di seberang, melewati, melampaui) dan forma-ae (bentuk). Transformasi bisa berarti berubah bentuk, melampaui bentuk yang ada, tentu saja ke arah yang lebih baik.

Dalam data yang dikumpulan kepada OJK untuk Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah 2024-2027, manajemen Bank NTT hanya menuliskan Rencana Strategis 5 Tahun ke depan: (1) Penguatan daya saing melalui peningkatan kemampuan bisnis & layanan untuk keunggulan kompetitif, (2) Penguatan struktur kelembagaan & tata Kelola, dan (3) Peningkatan kontribusi untuk pembangunan perekonomian di Nusa Tenggara Timur.

Kita tidak menemukan target-target yang prospektif serentak terukur untuk menakar kerja suatu BPD bernama Bank NTT. Dalam hal transparansi dan rencana kerja seperti ini, kita masih sekelas dengan Bank NTB Syariah yang sangat formalistis dalam laporan, tetapi kalah di hadapan Bank MalukuMalut yang dengan amat baik menetapkan target bisnis dengan angka-angka terukur dan realistis tentang target pertumbuhan penyaluran kredit (5-9%), menjaga rasio kredit bermasalah (NPL) gross produktif di bawah 5% dan rasio UMKM maksimal 20%, target penghimpunan DPK tumbuh hingga 9%, pencapaian rasio LDR pada kisaran 78-92% serta komposisi dana murah (CASA) pada posisi minimal 50% dari total DPK.

Pada titik ini juga, kita kalah dari Bank Papua yang lebih komprehensif menjelaskan target-target untuk 5 tahun ke depan. Jangan dulu bandingkan dengan BPD di Jawa, Kalimantan dan Sumatera yang memang sudah jauh lebih maju. 

Rencana dan target kinerja untuk suatu unit usaha seperti Bank NTT itu amat penting untuk keperluan transparansi, kepercayaan (trust) investor dan nasabah, hingga refleksi tugas dan tanggung jawab yang mau kita ambil dan emban untuk daerah kita tercinta. Hal-hal yang hanya berkaitan dengan pemenuhan suatu tuntutan formalitas atau suatu formalisme tugas sebaiknya dihilangkan.

Kita membutuhkan terobosan-terobosan yang kreatif, akseleratif, terukur dan efektif untuk percepatan pembangunan NTT ke depan. Pada gilirannya transformasi Bank NTT ini perlu memastikan makin banyak uang mengalir ke masyarakat untuk memberantas dua masalah pokok di NTT: kemiskinan ekstrem dan prevalensi tengkes (stunting).

Gubernur Melki memaknai usia ke-63 Bank NTT sebagai kesempatan untuk introspeksi dan melakukan lompatan transformatif. Pesan ini sangat kuat, karena lompatan transformatif itu akan dilihat pada dua tahun lagi (2027) ketika Bank NTT merayakan HUT ke-65. Serta, tiga tahun lagi (2028) ketika provinsi NTT merayakan HUT ke-70.

Ayo Bangun (Bank) NTT!


*Agustinus Tetiro adalah jurnalis ekonomi-bisnis dan peminat Etika Bisnis

Warga Poco Leok Sambut Gubernur NTT dengan Aksi ‘Jaga Kampung’

0

Ruteng, Ekorantt.com – Kunjungan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena ke Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Rabu, 16 Juli 2025, disambut aksi demonstrasi warga yang menolak proyek panas bumi PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6. Aksi tersebut merupakan bentuk protes masyarakat adat terhadap proyek yang dinilai mengancam ruang hidup mereka.

Melki tiba di Poco Leok sekitar pukul 16.57 Wita, usai memimpin rapat kerja bersama jajaran Pemerintah Kabupaten Manggarai.

Ia datang didampingi sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi NTT, di antaranya Asisten II Rita Wisang yang juga Ketua Satuan Tugas Penanganan Geotermal NTT, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sony Libing, serta Kepala Badan Aset dan Pendapatan Daerah Alex Lumba.

Kehadiran Melki di Poco Leok merupakan bagian dari agenda kunjungan kerjanya di wilayah Manggarai.

Ia menyatakan keinginannya berdialog langsung dengan masyarakat. Menurutnya, pemimpin tidak boleh menghindar dari persoalan.

“Apapun kejadiannya, kita tidak boleh meninggalkan masalah,” ungkap Melki dalam rapat kerja tersebut.

Namun, setibanya di Poco Leok, rombongan gubernur dihadang aksi demonstrasi warga yang menolak proyek pengembangan panas bumi.

Barisan perempuan berada di garda depan aksi, membawa sejumlah poster dengan berbagai tuntutan. Salah satu poster bertuliskan, “Warga adat bukan penjahat stop kriminalisasi.” Poster lainnya menuntut, “Bubarkan tim uji petik Gubernur NTT.”

Aksi itu merupakan respons atas laporan tim satuan tugas yang dibentuk gubernur dan dipresentasikan dalam Rapat Koordinasi Uji Petik di Hotel Harper, Kota Kupang, pada 4 Juli lalu.

Masyarakat menganggap laporan tersebut tidak merepresentasikan aspirasi dan kekhawatiran warga setempat.

Proyek PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6 sendiri merupakan bagian dari investasi energi bersih senilai sekitar 150 juta euro.

Dana tersebut berasal dari Bank Pembangunan Jerman, KfW, dan proyek dijalankan oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara.

Proyek ini menargetkan tambahan daya 2×20 megawatt, naik signifikan dari kapasitas awal sebesar 10 megawatt yang telah beroperasi sejak 2012.

Namun, warga meminta seluruh proses proyek dihentikan, termasuk sosialisasi dan pengadaan lahan, hingga ada jaminan terhadap perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Penolakan masyarakat Poco Leok bukan tanpa dasar. Mereka menilai proyek panas bumi mengancam keberlanjutan tanah adat, air, serta kehidupan sosial budaya mereka.

“Kami menolak bukan karena kebencian, tapi karena cinta pada tanah, air, dan kehidupan kami,” tegas Maria Suryanti Jun, perempuan adat Poco Leok dalam siaran pers pada 11 Juli lalu.

Ia menambahkan, perempuan dan anak-anak paling merasakan dampak dari proyek tersebut.