Maumere, Ekorantt.com – Kasus dugaan penyalahgunaan dana desa oleh Kades Paulus Beni ini pertama kali mencuat ke ruang publik saat Ekora NTT memberitakan desakan dari tokoh masyarakat dan Staf Badan Perwakilan Desa (BPD) Dobo kepada Bupati Sikka, Robby Idong untuk segera mencopot Kades Paulus Beni.
Staf BPD Dobo itu adalah Ketua BPD Dobo, Polfius Polce, Wakil BPD, Yanuarius Nong Wimpel, Sekretaris BPD, Dirce Ana Ose, dan Anggota BPD, Elisabeth Agustina Bunga dan Maria Irmiani Manu.
Desakan dari orang-orang yang mengklaim membawa aspirasi 448 Kepala Keluarga (KK), 18 Rukun Tetangga (RT), dan 9 Rukun Warga (RW) di 3 dusun di Desa Dobo ini diajukan karena Kades Paulus Beni dinilai pertama, tidak menjalankan roda pemerintahan di desa selama kurang lebih satu tahun anggaran dari Januari hingga Desember 2018.
Kedua, berdasarkan temuan inspektorat, terbukti menyalahgunakan keuangan desa sebesar Rp148.224.850 dan dana Anggur Merah sebesar Rp25 juta.
Desakan ini disampaikan langsung kepada Bupati Robby di Lantai II Ruang Lobi Kantor Bupati Sikka, Kamis (10/1).
Terhadap desakan itu, Bupati Robby memerintahkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Robert Ray untuk segera mencopot Kades Paulus Beni dalam tempo waktu 60 hari dan meminta kejaksaan mengusut kasus korupsi dana desa oleh para kepala desa.
“Saya sudah perintahkan untuk dicopot dalam waktu 60 hari serta meminta pihak kejaksaan untuk mengusut kasus dugaan korupsi dana desa oleh para kepala desa. Kita jangan biarkan penyakit korupsi merajalela. Saya pasti tidak bela kalau kepala desa makan uang rakyat,” tegas Robby Idong.
Seminggu kemudian, tepatnya pada Kamis, 17 Januari 2019, Kades Paulus Beni kepada Ekora NTT menegaskan, pertama, isu pencopotan dirinya adalah kemauan BPD Dobo, bukan kemauan masyarakat.
Kedua, akan mengembalikan dana desa sebesar Rp130 juta yang sudah ia salahgunakan sebagaimana telah disampaikannya pada saat pemeriksaan inspektorat kabupaten dan pertemuan dengan masyarakat.
“Benar, saya sudah salah gunakan dan saya telah berjanji untuk kembalikan. Jadi, masyarakat pun tahu dan memaafkan saya. Jika BPD bernafsu menurunkan saya, itu kepentingan mereka saja, bukan masyarakat,” tegas Beni.
Pada hari yang sama, Camat Mego, Bari Fernandez menegaskan, kasus Kades Dobo sudah diperiksa inspektorat.
Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) inspektorat, Kades Beni sudah menandatangani kesediaan mengembalikan uang dalam jangka waktu 60 hari dengan batas akhir pengembalian tanggal 29 Januari 2019.
“Kami tunggu niat baik itu. Jika tidak terlaksana, maka tahapan proses hukum akan kita tempuh,” tegas Bari Fernandes.
Kadis PMD, Robert Rai mengatakan, usai menerima pengaduan kasus Kades Dobo dari tokoh masyarakat dan BPD Dobo, Bupati Robby memerintahkan pihaknya untuk segera menuntaskan kasus tersebut sesuai dengan hukum dan peraturan yang ada.
Menurutnya, tidak ada satu warga negara pun yang kebal hukum.
Akan tetapi, lebih kurang sebulan kemudian, tepatnya pada Jumat, 15 Februari 2019, Camat Mego, Bari Fernandez menemui masyarakat dan BPD Dobo untuk memberi klarifikasi bahwa Kades Paulus Beni masih menjadi Kades Dobo.
Klarifikasi Camat Bari Fernandez sontak saja membuat kesal staf BPD Dobo. Mereka menilai, Bupati Robby, Kadis Robert Ray, dan Camat Bari Fernandez bermain sandiwara dalam kasus Kades Dobo.
Kekesalan wakil rakyat akar rumput itu dilontarkan kepada Ekora NTT via telepon seluler dari Dobo, Jumat (15/2) petang pukul 17.13 WITA.
Menurut Ketua BPD Dobo, Polfius Polce, masyarakat Desa Dobo merasa kesal lantaran Camat Mego datang memberi klarifikasi bahwa Kepala Desa Dobo, Paulus Beni tetap kepala desa.
Padahal, menurutnya, masyarakat sudah muak dan tidak mengakui statusnya sebagai kepala desa karena dia terbukti makan uang rakyat.
Polfius mengatakan, kedatangan Camat Mego tidak membawa angin segar, tetapi justru memperkeruh keadaan di desa.
Masyarakat beri ultimatum ke BPD agar tidak boleh hadir saat rapat bersama kepala desa untuk membahas rancangan APBDes Desa Dobo Tahun Anggaran 2019 ini.
“Yang masyarakat mau adalah dia harus diberhentikan dan diproses hukum karena korupsi. Kami menilai, selama ini, pernyataan para pejabat hanya sandiwara saja. Tiap hari, kami didatangi dan ditanya masyarakat. Tetapi, jika jawaban seperti ini, maka kami suruh masyarakat turun tanya langsung di kabupaten saja,” ujar Polce di ujung telepon saat dikonfirmasi Ekora NTT terkait sikap BPD.
Lebih lanjut, Polce menggambarkan, sejak bulan April hingga November 2018, Kepala Desa Dobo tidak pernah masuk kantor.
Hal ini terbukti dengan ketidakhadirannya saat rapat di kantor desa.
Menurut Polfius, kebiasaan di Desa Dobo, daftar hadir dibuat jelang terima tunjangan. Semua ramai-ramai tanda tangan dan dilampirkan dalam laporan untuk pencairan dana tunjangan.
Faktanya, kepala desa setiap hari absen.
“Semua laporan kinerja kepala desa telah kami kirim ke Pemdes, termasuk surat usulan BPD agar Kades Dobo dipecat sesuai hasil musyawarah luar biasa BPD dengan tokoh masyarakat beberapa waktu lalu. Tetapi, kenyataan kami bertemu bupati dan Kadis Pemdes pun jawaban menyakitkan. Seperti camat omong dengan BPD dan masyarakat pada hari Jumat (15/2) siang di Kantor Desa Dobo bahwa bahwa dia masih kepala desa,” tandas Polce.
Untuk meredam kekesalan warga, Kadis PMD, Robert Ray kepada Ekora NTT, Jumat (15/2) meminta masyarakat Desa Dobo bersabar.
Sebab, Majelis Tuntutan Perbendaharaan Ganti Rugi (MTPGR) Kabupaten Sikka akan melakukan penyelidikan dan kemudian mereka akan bersidang. Keputusan MTPGR menjadi rujukan untuk proses hukum Kades Dobo tersebut.
“Kami sudah diperintahkan Pak Bupati, tetapi kami tidak serta merta walaupun hasil LHP Inspektorat demikian. Selama masih proses, maka Kepala Desa Dobo belum bisa dinonaktifkan. Untuk sementara, dia masih menjabat sebagai kepala desa,” akui Ray.
Kades Paulus Beni saat dikonfirmasi Ekora NTT pada hari yang sama langsuung menyampaikan sembilan (9) poin klarifikasi kepada publik sehubungan dengan kasus penyalahgunaan dana desa yang membelitnya itu.
Dua dari 9 poin klarifikasi itu adalah pertama, ia mengakui telah menyalahgunakan keuangan desa tahun anggaran 2017 senilai Rp130.800.000,00 bukan untuk memperkaya diri, tetapi untuk pembangunan umum di desa di luar perencanaan APBDes Dobo tahun 2017.
Kedua, ia mengakui LHP Insepktorat Kabupaten Sikka dan berjanji akan segera mengembalikan uang tersebut sesuai dengan rekomendasi inspektorat.
Buntut dari persoalan ini adalah pada tahun 2018, pembangunan di Desa Dobo macet karena pertanggungjawaban keuangan yang tak kunjung diselesaikan Kades Paulus Beni.
“Yang bisa dicairkan hanya bidang pemerintahan, sedangkan bidang pembangunan, pemberdayaan, dan pembinaan kemasyarakatan otomatis tidak bisa dicairkan karena belum ada pertanggungjawaban dari kepala desa,” ungkap Ketua BPD Desa Dobo, Polvius Polce beberapa waktu lalu.
Setelah ramai dipergunjingkan selama sebulan lebih, publik pun menanti akhir dari kasus Kades Dobo ini.