Maumere, Ekorantt.com – Kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Sikka rupanya mendapatkan respons serius dari kalangan masyarakat sipil.
Kaum akademisi, praktisi hukum, pekerja media, pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM), mahasiswa, hingga tokoh agama pun angkat bicara dan memberikan sikap.
Tuntutan mereka jelas: usut kasus ini sampai tuntas setuntas-tuntasnya dan dalam tempo singkat sesingkat-singkatnya!
Diskusi publik yang diselenggarakan Surat Kabar EKORA NTT bertemakan “Temuan BPK: antara Rahasia Negara dan Keterbukaan Informasi Publik” di Lantai II Pintar Asia Swalayan, Maumere pada Sabtu, (13/4/2019) berlangsung serius dan hasilkan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti.
Rekomendasi ini merupakan hasil kesepakatan para peserta forum diskusi itu sendiri.
Pertama, membentuk tim khusus mendesak Polres Sikka dan Kejari Sikka agar segera mengusut tuntas kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Sikka.
Kedua, media wajib meliputnya, mulai dari diskusi publik tersebut hingga kasus ini betul-betul tuntas.
Petrus Selestinus sebagai salah satu pemantik diskusi mempertegas poin rekomendasi itu.
Menurut Petrus, bukti-bukti kasus ini sudah terang-benderang sehingga pihak kepolisian dan kejaksaan Sikka mesti segera ambil sikap.
“Mereka mau tunggu apalagi. Bukti-bukti pidananya sudah jelas. Harus segera usut sudah,” tuturnya di sela-sela diskusi.
Apa yang disampaikan Petrus mendapat pembenaran dari akademisi dan peneliti Jonas KGD Gobang.
Gobang khawatir, kasus ini nantinya menambah daftar panjang tersendatnya penegakan hukum terhadap kasus dugaan korupsi di NTT.
Toh data yang dia dapatkan, keluaran sebuah lembaga yang peduli korupsi PIAR, menunjukkan bahwa di NTT selama tahun 2018, terdapat sekitar 70% kasus dugaan korupsi dipetieskan alias dibikin tersendat-sendat.
“Kita berharap, kasus di Sikka ini tidak boleh seperti itu. Harus usut sampai tuntas,” ujar sosok yang akrab dengan panggilan Gerry Gobang ini.
Tentu saja, apa yang disampaikan oleh Selestinus dan Gobang bukanlah ujaran main-main dan lahir dari gagasan sepihak.
Pengamat sosial dan tokoh agama, Pater Eman Embu, SVD pada akhir diskusi mendesak agar persoalan korupsi di Sikka ini mesti benar-benar dibersihkan.
Pater Eman meminta media agar berani melakukan kerja-kerja investigasi sehingga publik pun bisa tahu dan merasa terpuaskan.
“Jangan setengah-setengah. Harus sampai selesai. Korupsi itu penyakit dan penyakit mesti dilenyapkan. Rekomendasi saya, polisi dan jaksa tidak boleh tinggal diam. Mesti cepat proses,” beber pastor yang bekerja sebagai peneliti di Pusat Penelitian (Puslit) Candraditya Maumere ini.
Desakan lainnya datang dari kalangan mahasiswa. Salah satunya disampaikan oleh Pank Nudan, Mahasiswa dari STFK Ledalero Maumere, yang mempertanyakan, mengapa kasus ini belum diproses.
Padahal, dari pemberitaan di media, bukti-buktinya sudah jelas.
“Semoga tidak ada konspirasi,” harap Pank.
Memang menurut Selestinus, ada imbauan dari pihak Polri bahwa kasus-kasus hukum diberhentikan sementara waktu karena akan adanya Pemilu.
Namun, itu bukan berarti kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Sikka juga ikut lenyap ditelan waktu.
Masyarakat di Sikka menanti kejelasan kasus ini karena berkaitan dengan lembaga perwakilan rakyat yang semestinya mengayomi aspirasi rakyat itu sendiri.
“Masyarakat ini lagi tunggu. Kapan mereka ini diproses? Jadi, penegak hukum tidak boleh main-main dengan kasus ini,” tutur praktisi hukum lainnya, Viktor Nekur, yang juga hadir pada kesempatan itu.
Adapun tim khusus untuk mendesak Polres Sikka dan Kejari Sikka segera mengusut tuntas kasus ini diketuai oleh pengacara Silvester Nong Manis.
Lalu, ada juga praktisi hukum lainnya, yakni Petrus Selestinus, juga kalangan akademisi seperti Alfons Ase dan Gerry Gobang, aktivis LSM John Bala, kaum muda Punk Nudan dan kawan-kawan, jurnalis Wall Abulat dan Karel Pandu, tokoh agama Pater Eman Embu, SVD, serta tokoh adat Viktor Nekur.