Kupang, Ekorantt.com– Geliat literasi di Nusa Tenggara Timur beberapa tahun belakangan lagi marak bertumbuh kembang. Hal ini ditandai dengan adanya program bagi buku gratis yang kemudian direspons dengan kehadiran taman-taman baca di sejumlah pelosok daerah. Selain itu, gerakan berupa kelompok/komunitas baca juga turut memberikan warna tersendiri.
Sebagaimana dalam ulasan Ekora NTT Edisi Akhir Pekan, 26-31 Januari 2019 lalu, membangun kesadaran berliterasi merupakan sebuah jalan sunyi dan ditempuh dengan perjuangan panjang. Di dalamnya ada banyak kalangan yang terlibat baik orang perorangan maupun kelompok masyarakat tertentu.
Tentu saja berbicara tentang literasi adalah berbicara tentang buku. Dan salah satu medium pendistribusian buku ialah toko buku. Di NTT, tepatnya di kota Kupang, ada salah satu toko buku online yang mengusung ideologi berbeda dengan toko-toko buku mainstream yang ada selama ini.
Namanya, Toko Buku Fanu dan dirintis oleh seorang penulis yang baru-baru ini memenangkan sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta, Felix Nesi. Ekora NTT menemui Felix Nesi di pendopo kantor IRGSC di Kelapa Lima, Kupang, Minggu, 17 Februari 2019. Kami ingin mewawancarai dia perihal usaha membangun dan mengembangkan Toko Buku Fanu.
Kepada kami, Felix berkisah bahwa dia mendirikan toko buku daring tersebut pada bulan Agustus 2017. Alasannya, di Kupang sendiri belum ada toko buku yang menjual buku-buku dari penerbit indie. “Ada banyak sekali karya-karya penerbit alternatif yang bagus dan layak dibaca. Namun, ruang untuk buku-buku terbitan mereka saya kira belum ada di sini. Makanya, kehadiran Toko Buku Fanu memang untuk hadirkan buku-buku mereka. Di Jawa sendiri, ada penerbit Marjin Kiri, Pelangi Sastra, Kakatua, dan Jual Buku Sastra,” paparnya.
Selain itu, Felix juga menerangkan, walaupun orang-orang NTT ingin membeli buku dari Jawa, kendala yang muncul terletak pada ongkos kirim (ongkir). Biaya pengiriman malah bisa mencapai dua kali lipat dari harga barang. Sehingga Toko Buku Fanu memudahkan kehadiran buku-buku itu ke NTT dan para pembeli tak perlu pusing memikirkan ongkir.
“Saya jalin kerja sama dengan berbagai macam penerbit. Saya jual juga sesuai standarnya mereka. Mengenai ini, saya biasanya akali dengan beli beberapa eksemplar untuk satu judul buku. Saya ambil satunya untuk baca, sisanya lalu saya jual. Memang kalau untuk buku-buku tertentu, harganya saya naikkan sedikit,” Felix menjelaskan lebih jauh.
Ketika Ekora NTT bertanya tentang modal awal usaha itu, Felix tersenyum dan menjawab bahwa semuanya berasal dari modal pribadi. Modal ini berasal dari uang keluarganya yang awalnya hendak dialokasikan untuk acara wisuda dia ketika berkuliah di Malang. Dia katakan kepada bapaknya di kampung bahwa dia tidak ingin bikin acara sehingga uang tadi kemudian dipakai untuk membangun toko buku tersebut.
Toko Buku Fanu memang sungguh-sungguh memanfaatkan platform media sosial sebagai wadah promosi jualan. Dan sampai sejauh ini, koleksi bukunya mencapai 124 judul. Berdasarkan tuturan Felix, pasar pembaca di NTT itu lebih tertarik pada buku-buku bertemakan sosial-budaya. Akan tetapi, yang memesannya ternyata datang juga dari Jawa, Makassar dan Maluku. Sementara, untuk area Nusa Tenggara Timur sendiri, hampir semua daerah/kabupaten sudah pernah membeli buku-bukunya.
“Kalau orang dari Jawa itu beli buku-buku tentang NTT atau buku-buku lain yang stoknya sudah habis di Jawa,” tambah Felix yang berdomisili di daerah Tofa, Kupang itu.
Adapun di wilayah Kupang sendiri, Felix bersama beberapa kawan yang membantu dia juga biasa melapak ke berbagai acara. Ada yang menarik bagi Felix ketika dia turun melapak. Bahwasanya dia biasa membangun interaksi dengan orang-orang yang berkunjung ke lapaknya. “Ada kepuasan batin tersendiri ketika saya bisa jelaskan soal isi buku ke mereka, meskipun mereka tidak harus beli. Tapi, ada yang mungkin perasaan dan tertarik akhirnya beli juga,” terangnya sambil tertawa.