Ende, Ekorantt.com – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kantor Bahasa NTT, melakukan penyuluhan “Penggunaan Bahasa di Media Luar Ruang”, di Kabupaten Ende.
Penyuluhan ini dilakukan setelah pihak terkait melakukan pemantauan penggunaan bahasa pada “media luar ruang” di 22 kabupaten dan kota di NTT, demikian tutur Ketua Panitia Irwan Alfreed Pellondou, kepada Ekora NTT, Minggu (22/6/2019).
Penyuluhan yang dilaksanakan di Gedung Ine Pare Ende selama empat hari (20-24 Juni 2019) ini, menghadirkan pemateri dari Kantor Bahasa Provinsi NTT, dan para pesertanya adalah Kepala Sekolah/Wakil Kepala Sekolah dari SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten Ende.
Menurut Irwan, tujuh objek pengutamaan bahasa negara yang sering digunakan di “media luar ruang”, terutama sekolah dan fasiltas publik, terlihat kurang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Bahkan, tidak sedikit juga yang keliru dalam
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidahnya.
Ketujuh objek dimaksud ialah tulisan Nama Lembaga dan Gedung, tulisan Nama Sarana Umum, tulisan Nama Ruang Pertemuan, tulisan Nama Produk Barang/Jasa, tulisan Nama Jabatan, tulisan Penunjuk Arah atau Rambu Umum, dan tulisan Spanduk atau Alat Informasi Publik.
Kegiatan yang dibuka secara resmi oleh Kepala Seksi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende, Kamis (20/6/2019) itu, dilanjutkan dengan materi “Kebijakan Kantor Bahasa NTT” oleh Kepala Kantor Bahasa NTT Valentina L. Tanate.
Beliau mengharapkan, melalui kegiatan ini, pihak sekolah boleh mendapatkan pencerahan terkait penggunaan bahasa Indonesia di “media luar ruang”.
Salah satu peserta kegiatan, Kepala SMPN 1 Ende, Flavianus Sare, yang dimintai komentarnya, mengatakan, kegiatan ini sangat bermanfaat dan harus ditindaklanjuti oleh peserta, terutama di sekolah-sekolah.
“Saya apresiasi dan mohon agar kegiatan ini terus menerus dilakukan karena menjadi bagian dari menjaga penggunaan bahasa negara,” tuturnya.
Pantauan wartawan di lokasi kegiatan, kurang lebih 50 peserta hadir mengikuti kegiatan ini. Meskipun begitu, ada satu hal penting yang patut disadari oleh Pemerintah
ataupun Kantor Bahasa NTT, yakni niat baik meningkatkan minat baca.
Tanpa punya kemampuan membaca yang baik, ihwal menulis dengan baik dan benar hanya akan jadi laku omong kosong yang tak ada gunanya.
Poin ini mesti diresapi oleh seluruh elemen masyarakat. Dan tentu saja, kehadiran komunitas-komunitas baca atau literasi di NTT harusnya juga didukung oleh Pemerintah.
Boleh jadi, kesalahan penulisan pada ruang-ruang publik itu merupakan ceruk kecil dari puncak gunung es perkara tidak diperhatikannya semangat baca dan tulis yang mendera masyarakat NTT.