Kita mungkin pernah mendengar julukan “Pastor Coklat/Kakao” atau “Pastor Tani” atau “Pastor Pariwisata”. Itulah sebagian kecil dari sekian banyak julukan untuk Pater Heinrich Bollen, SVD.
Julukan-julukan ini tentu sangat beralasan sebab beliau secara khusus memberikan perhatian pada pembangunan sektor infrastruktur, pertanian, kesehatan, pariwisata, dan pemberdayaan sosial ekonomi.
Sebagian besar waktunya sehari-hari ia berikan bagi pelayanan: berada di tengah-tengah lokasi pembangunan maupun mengunjungi rumah-rumah umat.
Pembaca yang budiman, kalimat di atas adalah kata-kata Uskup Maumere Mgr. Edwaldus Martinus Sedu pada halaman awal buku “Melebur di Tanah Flores: Sembilan Puluh Tahun P. Heinrich Bollen, SVD Menata Pematang Kehidupan” karangan HSU Monica (2019).
Buku terbitan Pohon Cahaya setebal 482 halaman yang merupakan hasil wawancara Penulis dengan para imam, karyawan, umat, dan Pater Bollen itu diluncurkan di Hotel Sea World Club di Waiara, Sikka, Flores, Selasa, 2 Juli 2019, tepat pada hari peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-90 Pater Heinrich Bollen, SVD.
Bagi Mgr. Edwaldus, Pater Bollen adalah kebanggaan. Tidak hanya bagi umat Keuskupan Maumere, tetapi juga bagi Gereja di Indonesia pada umumnya.
Pastor kelahiran Landstuhl, Jerman, 2 Juli 1929 ini sudah mengabdi selama 39 tahun di Nusa Nipa, Flores, khususnya di Nian Tana Sikka.
Usai ditahbiskan menjadi imam di Sankt Agustin Jerman pada tanggal 15 Mei 1958, putra dari Johann Bollen (ayah) dan Katharina Leitheiser (ibu) ini berangkat ke Nusantara setahun kemudian, tepatnya pada 14 Agustus 1959.
Pada 1960-1962, ia berkarya sebagai Pastor Pembantu di Paroki Santo Yosep Maumere. Pada 1962-1974, ia menjadi Pastor Paroki Watublapi.
Pada 1967-1984, ia menjadi Delsos Maumere Keuskupan Agung Ende. pada 1984-Juni 1986, ia menjadi Pembina Justitia Et Pax Se-Indonesia.
Pada 1987-1994, ia menjadi Pastor Umat Jerman di Jakarta. Pada 1994 hingga sekarang, ia menjadi pendiri, pembina, penasihat, dan pastor pariwisata di Hotel Sea World Club Maumere.
“Jadi, sebagian besar usianya telah dilewati di Indonesia. Ini merupakan suatu kebanggaan bagi kami dan bagi Gereja Indonesia pada umumnya dan Gereja Keuskupan Maumere khususnya,” tulis Mgr. Edwaldus.
Keberadaan Moan Bollen, demikian ia biasa disapa oleh umat, yang cukup lama di Flores meninggalkan kesan yang mendalam bagi umat.
Uskup Keuskupan Weetebula Mgr. Edmundus Woga, Anak Paroki Watublapi, punya minimal tiga (3) kenangan bersama dengan Tuan Bollen, panggilan lain Pater Bollen.
Ia menghubungankan pengalamannya itu dengan Ensiklik Misi Maximum Illud (1919) dari Paus Benediktus XV yang diterbitkan paska Perang Dunia I. Di sini, saya hanya akan narasikan ulang dua pengalaman Beliau.
Pengalaman pertama berhubungan dengan pesan Maximum Illud untuk menggalakkan panggilan hidup bakti bagi umat pribumi.
Saat berjalan pulang dari kebun di Wolodete menuju ke Kampung Hewokloang,Tuan Bollen memanggilnya dari Pendopo Pastoran Watublapi, “Mundus, saya dengar kau mau masuk seminari.”
Mundus kecil menjawab “iya.” Beberapa saat kemudian, Tuan Bollen panggil lagi Mundus ke paroki dan menanyakan motivasinya menjadi imam.
“Saya mau menjadi imam untuk menolong orang serani,” jawab Mundus kecil.
Tuan Bollen pun menyuruh Mundus untuk siap berangkat ke Seminari St.Yohanes Berchmans Mataloko bersama dengan para seminaris yang sedang berlibur di Maumere saat itu. Mundus kecil pun menjadi imam kedua dari Paroki Watublapi.
Ia ditahbiskan pada tahun 1977 atau 22 tahun setelah tahbisan Alm. Pater Alo Mitan, SVD, imam pertama dari Watublapi, pada 1955. Di bawah kegembalaan Tuan Bollen, tunas-tunas panggilan hidup bakti mulai bertumbuh subur di Watublapi.
Pengalaman kedua berhubungan dengan komitmen Moan Bollen melaksanakan pesan Maximum Illud untuk mengkonkretkan“keselamatan yang dianugerahkan Kristus dari Salib dalam hidup sehari-hari dengan menjaga keutuhan ekologis dan membangun ekonomi rumah tangga yang berkecukupan” (bdk. IM, 26).
Mgr. Edmund ingat betul perjuangan Pater Bollen mempromosikan terasering di ladang-ladang yang landai atau terjal, mengajak umat menanam tanaman perdagangan dan tanaman umur panjang seperti kakao, cengkeh, pala, membangkitkan rasa menghargai umat pada budaya warisan leluhur, dan memberi perhatian khusus pada umat paroki yang kecil, lemah, miskin, dan berkebutuhan khusus.
“Dia ajak umat harus tanam tanaman perdagangan agar bisa menghasilkan uang. Jangan hanya ubi kayu. Uang bisa bantu pendidikan,” kenang Mantan Bupati Sikka Daniel Woda Palle malam itu.
Mama Belgi, Pengasuh Panti Asuhan Stella Maris Nangahure yang didirikan oleh Pater Bollen, dalam sambutan singkatnya memberi kesaksian, “lebih dari 4.000 orang sudah dibantu. Ia bantu orang kecil, orang miskin, dan anak sekolah. Bisa motivasi pastor-pastor baru di Indonesia supaya punya hati yang sama dengan Pater Bollen. Hati yang sama untuk membantu.”
Tentu angka 4.000 orang versi Mama Belgi adalah nominal yang tak pasti. Uluran kasih Tuan Bollen boleh jadi melampaui angka tersebut.
Rafael Raga, Mantan Ketua DPRD Sikka, adalah salah seorang putra Tana Ai yang dapat sentuhan kasih langsung dari Tuan Bollen.
Tuan Bollen membiayai sekolahnya selama 11 tahun mulai dari Sekolah Usaha Tani (SUT) di Waigete pada tahun 1982.
“Pater Bollen sudah berkhotbah di ladang ilalang. Ia adalah bapak, orang tua, dan donatur saya,” kisahnya.
Manager Sea World Club Martinus Wodon, salah seorang anak asuh Tuan Bollen yang aktif dalam dunia pariwisata sesumbar mengatakan, Pater Bollen mesti didaulat menjadi Bapak Pariwisata.
Menurut dia, Pater Bollen berjasa besar mengembangkan pariwisata di Kabupaten Sikka. Hotel Sea World Club tidak hanya membiayai kegiatan sosial karitatif Pater Bollen seperti panti asuhan, tetapi juga memberikan sumbangan penghasilan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka.
Malam itu, pada upacara HUT-nya yang ke 90, terhadap begitu banyak pujian yang mengalir, Tuan Bollen hanya bergurau menyampaikan dua ramalan Beliau tentang masa depan Gereja Katolik dewasa ini.
Tak begitu penting menulis isi ramalan itu di sini. Namun, dua kalimat singkat pembukanya ini sungguh membuat hati saya tersentuh.
“Saya senang sekali dengan kehadiran kalian. Itu menunjukkan kalian punya perhatian untuk usaha ini.”
Usaha yang Beliau maksudkan tentu saja adalah mewujudkan Kerajaan Allah kini dan di sini.
Menjadi perpanjangan tangan dari Yesus Kristus, Sang Misionaris Agung dan dari Santo Arnoldus Janssen, Sang Pendiri Tarekat Misi Societas Verbi Divini (SVD), tempatnya mengabdikan diri.
Akhirnya, kita mesti selalu waspada. Mengidolakan seseorang tak pernah boleh dilakukan secara membabi buta.
Seberapa luar biasanya Pater Bollen, ia tetaplah manusia biasa yang punya salah dan dosa.
Oleh karena itulah, kita masih punya kesempatan untuk ucapkan selamat hari ulang tahun bagi Beliau sembari berharap, Ad Multo Annos!