Larantuka, Ekora NTT – Virus rabies kini menyerang Kabupaten Flores Timur. Setelah kabupaten tetangga Kabupaten Sikka ditetapkan statusnya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena banyak jatuh korban jiwa akibat digigit oleh Hewan Penular Rabies (HPR), kini Kabupaten Flores Timur ditetapkan sebagai wilayah Endemis Rabies.
Penetapan Flores Timur sebagai wilayah Endemis Penyakit Rabies disebabkan oleh tingginya kasus yang ditemukan berkaitan dengan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR).
Data yang dihimpun oleh Ekora NTT dari Dinas Kesehatan Flores Timur, memasuki bulan Agustus tahun 2019 ini ditemukan sebanyak 947 kasus GHPR.
Dari 947 kasus GHPR ini, satu di antaranya lyssa atau kasus rabies yang berujung pada kematian.
Kepala Dinas Kesehatan Flores Timur Dr. Ogi Silimalar melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Sudirman Kia kepada Ekora NTT, Selasa (23/7/2019), menerangkan bahwa berdasarkan data, kasus GHPR di Flores Timur meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
“Tahun 2017 ditemukan sebanyak 1461 kasus, pada tahun 2018 naik menjadi 1564 kasus. Pada tahun 2019 hingga akhir bulan Juni ini ditemukan sebanyak 947 Kasus GHPR dan salah satu di antaranya meninggal. Jadi, posisi ini masih di bulan Juni bisa saja naik lagi selama enam bulan ke depan,” ungkap Sudirman.
Dari kasus GHPR yang terjadi, Sudirman mengatakan, penyebaran kasus GHPR terjadi hampir di wilayah Flores Timur. Daerah yang paling tinggi kasus GHPR adalah wilayah Kecamatan Kota Flores Timur.
“Kemarin ada kasus gigitan HPR di kota. Kambing gigit tuannya. Kambing itu sebelumnya digigit oleh anjing. Lalu anjing itu sudah dibunuh. Dua minggu berselang kambingnya menjadi ganas dan gigit tuannya. Sekarang kepala kambingnya sudah dipotong untuk otaknya dijadikan sampel melihat kambingnya positif rabies atau tidak. Sementara korbannya sudah diberi vaksin anti rabies oleh petugas kesehatan di Puskesmas Oka,” jelas Sudirman.
Sudirman mengatakan, kondisi Endemis Rabies yang terjadi masih ditopang dengan baik dengan adanya stok Vaksin Anti Rabies (VAR). Kendati demikian stok VAR yang ada menurutnya masih terbatas sebab hanya dapat bertahan hingga 3 bulan ke depan.
“Stok VAR yang ada melalui APBD ini masih cukup. Dapat bertahan hingga September. Namun, kita butuh bantuan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat untuk dapat melayani pasien kasus GHPR untuk masa satu tahun ini,” jelas Sudirman.
Lanjut Sudirman, saat ini VAR sudah didistribusikan ke wilayah puskesmas masing-masing. Warga yang terkena gigitan HPR dapat diberikan pelayanan VAR oleh petugas kesehatan di puskesmas masing-masing.
“Sudah pendekatan pelayanan melalui puskesmas. Seluruh VAR yang ada sudah ada didistribusikan ke Puskesmas masing-masing. Jadi tidak seperti dulu lagi berdasarkan region wilayah. Semua puskesmas sudah menjadi tempat pelayanan vaksin anti rabies,” jelas Sudirman.
Menurut Sudirman, virus rabies adalah penyakit zoonis yang penularannya melalui hewan ke manusia. Sebab itu, kata Sudirman, pencegahan penularan rabies mesti dicegah langsung pada penyebabnya.
Sudirman pun mengimbau agar warga dapat bekerja sama dengan Dinas Peternakan Flores Timur yang sedang melakukan vaksinisasi rabies di wilayah Flores Timur.
“Kita imbau kepada masyarakat agar memberikan hewan peliharaannya kepada petugas dari Dinas Peternakan untuk divaksin,” papar Sudirman.