Maumere, Ekorantt.com – Hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74 tinggal menghitung hari. Semaraknya kian terasa, entah di kota besar ataupun di pelosok desa. Berbagai macam ornamen kemerdekaan menghiasi wajah kota dengan penuh warna.
Bendera Merah putih jadi salah satu ornamen yang diburu jelang 17 agustus. Biasanya setiap kantor, rumah, dan fasilitas umum lainnya dengan antusias dan bangga memasang bendera pada tiang depan rumah atau gedung kantor.
Awal Agustus 2019, Ekora NTT menyisir beberapa ruas jalanan Kota Maumere dan berpapasan dengan lapak-lapak yang menggelar hiasan khas tujuh belasan.
Ekora NTT berhasil mewawancarai dua pelapak bendera yakni Ari dan Hendra.
Ari terlihat sedang berbincang-bincang dengan pembeli di sebelah utara Taman Tsunami Maumere.
Ari Ramdan begitu nama lengkapnya, pria kelahiran 1989 ini sejak 2009 lalu hampir setiap tahun datang ke Maumere. Bukan pelesiran, ia datang ke kota nyiur melambai ini untuk menjual ornamen khas kemerdekaan.
Dari informasi yang didapatkannya, sepuluh tahun silam jarang sekali yang menjual bendera saat momen tujuh belasan, bahkan masyarakat lokal pun tidak ada yang menjual. Hal ini tentu jadi peluangnya untuk meraup rupiah.
Secara mandiri ia mengajak beberapa teman dari Garut, Jawa Barat untuk berjualan bendera dan ornamen tujuh belasan ke Kota Maumere.
Dia mulai berjualan dari jam tujuh pagi sampai pukul lima petang hari. Untuk bendera merah putih yang berukuran 60 x 80 cm ia jual dengan harga Rp15.000 . Bendera yang paling besar dibanderol seharga Rp50.000. Ia pernah mendapat untung 6 juta rupiah dalam sehari.
Sejak 2009 lalu, setiap momen menjelang HUT RI, Ari bersama enam temannya dari Garut datang dan berjualan di Kota Maumere. Biasanya mereka tinggal selama sebulan di Maumere.
“Di sini kami satu grup, semuanya enam orang tersebar di kota Maumere,” ucapnya. Monumen Tsunami dipilihnya sebagai tempat berjualan karena tempat ini strategis dilalui banyak orang.
“Kami datang sendiri, nggak bawa keluarga karena cuma satu bulan aja” tambahnya.
Di tempat lainnya, Hendra memilih menggelar lapak tunggal di sepanjang Jalan Eltari Maumere. Ia menjajakan berbagai jenis ornamen dengan warna khas merah putih mulai dari bendera sampai umbul umbul dengan berbagai ukuran tepat di samping perempatan lampu merah El tari.
Tak seperti di Monumen Tsunami, di sini terlihat lebih sepi. “Sehari kalau ramai bisa dapat sejuta, kadang juga nggak ada yang beli” kata Hendra.
Walaupun begitu pendapatan mereka selama berjualan di Maumere sangat membantu perekonomian keluarga di Garut. Di sini Hendra menyewa kamar kos di jalan Wairklau di belakang kantor koperasi.
Selain menjadi penjual musiman, Ari dan Hendra memiliki pekerjaan lain. Ari bekerja sebagai buruh pabrik dan Hendra adalah petani di Garut.
Keduanya akan pulang ke Garut pada akhir agustus nanti dengan menggunakan kapal laut dan akan kembali ke Kota Maumere pada juli tahun depan.
Ati Kartikawati