Maumere, Ekorantt.com – Sebanyak 39 Frater SVD unit Gabriel didampingi Pater Hendrikus Maku, SVD mendatangi komunitas pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Wairii, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, 25 kilometer arah utara Kota Maumere, Sabtu (16/11/2019).
Intensi kedatangan para frater menurut ketua rombongan Frater Fancy Balo, SVD yakni untuk memaknai hari orang miskin sedunia yang sedianya akan diperingati pada Minggu 17 November 2019.
“Keterlibatan para frater SVD pada kesempatan ini ialah tidak lain adanya kaitan dengan spirit misi SVD sejagat putting the last first , solidaritas terhadap orang kecil,” ujar Frater asal Soa, Bajawa ini.
Seperti yang disaksikan Ekora NTT, para frater bersama para pemulung memilah-milah sampah dan memasukkannya ke dalam karung tanpa peduli pada sengatan mentari yang panas.
Suasana siang itu sangat akrab di bukit Wairii yang tandus dan botak. Para pemulung juga tidak canggung bercanda dengan para frater.
Sebagai bentuk tanda solidaritas, para Frater membagikan kepada semua keluarga pemulung rinso, sabun mandi, pasta gigi dan alat tulis untuk anak sekolah dari keluarga pemulung.
Para frater dan para Pemulung TPA Wairii pun merayakan kebersamaan siang itu dengan santap siang bersama.
“Kami sudah menjalankan profesi pemulung sejak tahun 1990. 29 tahun sudah kami akrab dengan bau busuk dan lalat. Demi mengais rupiah dari sampah untuk kebutuhan makan minum biaya sekolah dan beli tangki air minum,” ungkap Stefanus Sino, pemulung asal Nita di sela-sela memilah sampah.
Sementara Mama Laurensia Nita (58) mengungkapkan, beberapa waktu lalu para Frater, Suster dan Pastor datang di lokasi TPA ini untuk merayakan Ekaristi bersama para pemulung.
“Kami ini kerja kotor tetapi para frater, suster dan pastor punya hati untuk kami. Kami sangat senang. Tetapi kami juga tidak senang dengan para petugas dari instansi pemerintah datang data bahkan meminta fotokopi KTP tetapi tidak ada bukti bantuan untuk kami,” kata Mama Laurensia.
Mama Laurensia juga mengakui selalu menutup telinga untuk suara sumbang dari tetangga yang menganggap profesi pemulung itu setiap hari menyatu dengan bau busuk dan lalat.
“Bagi kami, kerja kami ini halal dan bisa menghasilkan uang,” ujarnya singkat.
Laurensia menjelaskan pula jumlah pemulung di TPA Wairii sebanyak 18 orang yang terdiri dari suami istri, janda dan duda.
Para pemulung juga curhat ke Wartawan Ekora NTT untuk menyampaikan kepada bupati Sikka seragam pemulung, sepatu boneng, kaus tangan, masker, dan penggaruk.
Yuven Fernandez