Ngos-ngosan Kumpul Uang Swadaya Rp250 Ribu/KK, Warga Desa Wailamung Bangun 6 Kapela dan 1 Musola

Maumere, Ekorantt.com –Meskipun kondisi kehidupan ekonomi masyarakat di Kabupaten Sikka saat ini sangat sulit antara lain karena harga komoditas yang terus melorot, semangat gotong royong masih terpelihara baik. Hal ini dapat kita teladani dari masyarakat Desa Wailamung, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT.

Primadona sumber uang satu-satunya di Desa Wailamung adalah komoditi seperti mente, kelapa, dan hasil tanaman pertanian lainnya. Itu berarti, masyarakat Wailamung bisa pegang uang saat musim panen yang berlangsung antara tiga bulan atau enam bulan dan bahkan setahun sekali. Mayoritas masyarakat Wailamung adalah petani.

“Kami di sini agak sulit dapat uang. Musim begini banyak laki-laki keluar cari kerja proyek di luar seperti tukang, buruh, atau kerja apa saja. Sedangkan, kami perumpuan ibu rumah tangga kerja kebun,” kata Maria Goreti (45), warga Dusun Wailamung saat berbincang dengan Ekora NTT, Jumat, (22/11 2019) sekitar pukul 10.00 Wita.

Saat berbincang tentang sumber pendapatan keluarga, Ekora NTT bertanya tentang bangunan rumah besar berbentuk huruf U di seberang rumah tinggal Maria Goreti. Dari model bangunan, Ekora NTT menaksir, bangunan berukuran sekitar 15 x 8 meter itu bukan rumah warga.

“Itu rumah apa, Bu,” tanya Ekora NTT.

“Maaf, Pak Wartawan. Itu rumah Tuhan. Kami di Dusun Wailamung punya kapela. Bangunan ini murni swadaya. Meski kami miskin, tetapi untuk Tuhan, kami mati-matian berusaha seperti ini. tiap KK sumbAng uang Rp250 ribu, batu, pasir, dan tenaga kerja secara gotong royong. Kalau kami tidak buat begini, setiap hari Minggu dan hari raya, kami jalan kaki jauh pergi misa di Desa Lewomada atau di Paroki Nebe atau Boganatar. Itu sangat jauh, Pak Wartawan,” jawab ibu rumah tangga yang punya ketrampilan anyam-anyaman ini.

Goreti menambahkan, pada umumnya, tanah untuk membangun bangunan umum di desa seperti sekolah, Posyandu, PAUD, Pustu, dan pasar diserahkan secara gratis dari tokoh adat pemilik tanah. Kapela St. Dominikus di Dusun Wailamung juga dibangun secara swadaya.

“Kalau tanya soal tanah, kami di sini tidak sulit. Banyak lahan yang diserahkan oleh tokoh adat dan warga secara gratis. Yang penting dimanfaatkan untuk kemajuan di desa kami,” kata Maria Goreti.

Kepala Desa Wailamung Markus Muksin yang ditemui Ekora NTT di kediamannya di Dusun Baokremot, Jumat (22/11/2019) malam membenarkan jika warga punya semangat gotong royong.

”Omong soal swadaya di bidang rohani, masyarakat Wailamung sangat peka, meski uang agak sulit didapat,” kata Muksin.

Menurut kepala desa, sarana rumah ibadah yang berhasil dibangun dengan modal swadaya masyarakat di desanya berjumlah 6 kapela bagi umat Katolik dan satu musola untuk umat Islam. Enam rumah ibadah itu adalah Kapela St. Dominikus di Dusun Wailamung, Kapela St. Petrus Baokremot, Kapela St. Matias Kajowair, Kapela Wae Loke, Kaplea Klatang, dan musola di kampung Kaban. Total umat Islam 40 KK. Semuanya berdomisili di Desa Wailamung,” kata Muksin.

Meski begitu, warga susah payah mengumpulkan uang swadaya sebesar Rp250 ribu. Sesudah 5 sampai 13 tahun, Kapela Baokremot baru rampung dikerjakan.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA