Ende, Ekorantt.com – Pembangunan rumah layak huni menjadi salah satu prioritas sekaligus komitmen Pemerintah Provinsi NTT dalam menurunkan angka kemiskinan di NTT.
Pemerintah Provinsi NTT bersama seluruh Bupati/Walikota telah berkomitmen dalam rapat koordinasi di Labuan Bajo, Manggarai Barat beberapa bulan lalu.
Saat itu, Gubernur Viktor Laiskodat bersama para kepala daerah menandatangani MOU tentang penggunaan dana desa untuk pembangunan rumah layak huni. MOU ini memfasilitasi pemerintah desa dalam mengalokasikan dana desa untuk pembangunan rumah layak huni bagi masyarakat tidak mampu.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Propinsi NTT Sinun Petrus Manuk menegaskannya kepada wartawan di sela-sela kunjungan Wamendes PDTT di Ende, 18 Desember 2019.
Ia menjelaskan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat kemiskininan di NTT mencapai 21,09%. Jumlah penduduk miskin sebesar 12.210. Salah satu indikator penilaian kemiskinan dari BPS adalah rumah layak huni.
Sejauh ini dana desa, menurutnya, telah membangun 34.000 rumah layak huni di seluruh wilayah NTT. Namun itu masih bersifat sporadis.
Komitmen pemerintah provinsi dan para bupati adalah mendorong desa untuk membangun 10 rumah layak huni yang permanen setiap tahun lengkap dengan fasilitas kamar mandi WC.
“Kita dorong bangun rumah layak huni yang permanen. Ada lantai, plester, ada 2 kamar tidur, dan fasilitas MCK karena indikator kemiskinan yah salah satunya rumah harus permanen,” sebut Petrus Manuk.
Ia menuturkan, semua proses perencanaan tetap mengikuti mekanisme perencanaan di desa mulai dari Musdus, Musdes hingga musrenbangdes. Sedangkan mekanisme penentuan penerima manfaat harus dilahirkan melalui musyawarah desa.
“Jadi penerima itu ditentukan oleh musyawarah desa. Biarkan masyarakat sendiri yang menyepakati. Penerima ditetapkan dalam musyawarah. Tentu akan dilakukan analisis dibantu para pendamping desa,” kata Petrus Manuk.
Mantan Kadis Sosial NTT ini menguraikan, MOU yang dibuat gubernur dan para bupati dapat dijadikan rujukan bagi pemerintah desa dan pendamping desa dalam memfasilitasi perencanaan pembangunan di desa.
“Tidak ada intervensi. Kebijakan itu tentu memiliki tujuan agar terjadi penurunan angka kemiskinan. Tugas pemerintah memfasilitasi. Keputusan tetap melalui musyawarah desa baik besaran jumlah penerima maupun siapa yang layak menerima. Biarkan masyarakat sendiri yang menentukan itu melalui musyawah,” jelas Petrus Manuk.













