Kebijakan Pemulihan Ekonomi Akibat COVID-19 Bahayakan Ekonomi Nasional

Oleh: Suroto

Skema kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sepertinya bukan akan segera memperbaiki daya beli masyarakat yang sudah terpuruk tapi justru membahayakan ekonomi nasional.

Ironi tersebut dapat dilihat dari skema yang dibuat oleh Pemerintah yang dipayungi dalam PP 23 Tahun 2020 sebagai pelaksanaan program.

Covid-19 ini telah menghantam langsung jantung ekonomi rakyat, tidak seperti krisis moneter tahun 1998 atau 2008. Ini menghantam sektor hulu dan hilir ekonomi UMKM dan Koperasi yang meliputi 99,3 persen dari pelaku usaha kita dan memberikan pekerjaan riil dan kontribusi PDB (Produk Domestik Bruto) hingga 57 persen.

Skema penyelamatanya ternyata tetap sama, melalui korporasi besar semacam BUMN yang sebetulnya sudah mismanajemen dan bobrok dari sejak sebelum Covid-19. Bukan kepada sektor UMKM dan Koperasi.

Dari total rencana alokasi dana sebesar 318, 09 triliun rupiah, ternyata UMKM dan Koperasi itu hanya diberikan tidak lebih dari 34 trillun rupiah dan ini pun hanya dalam bentuk subsidi bunga. Hal tersebut jelas jauh dari keberpihakan dan rasa keadilan.

Sepertinya ada kerja-kerja mafia yang menyusup melalui kebijakan ini. Mereka menyusupkan kepentinganya melalui lobi kebijakan. Saya melihatnya sudah sejak mereka melobi untuk ciptakan rompi pengaman dalam bentuk Perppu No. 1 Tahun 2020 sebagai payung besar hukumnya.

Usulan kami, UMKM dan Koperasi itu diberikan alokasi lebih besar dari skema program recovery. Mekanismenya bisa dalam bentuk: penagguhan pokok utang, subsidi bunga, hibah modal kerja, relaksasi pajak, selain skema bantuan sosial untuk masa emergensi.

Kalau alasanya bahwa UMKM dan Koperasi adalah masalah adminsitrasi sebetulnya tidak benar juga, sebab ada 200 ribu koperasi yang sudah sah sebagai badan hukum yang diakui negara dan bisa dijadikan sebagai infrastrukur sosial penting bagi penyelamatan ekonomi masyarakat. Datanya yang sudah register kembali di Kemenkop dan UKM ada sekitar 30-an ribu. Ini cukup dan mewakili persebaran.

UMKM itu bisa dikonsolidasikan melalui badan hukum koperasi terpilih. Payung peraturannya setingkat PP juga sudah ada, yaitu PP 33 tahun 1998 Tentang Penyertaan Modal Pemerintah Melalui Koperasi yang merupakan produk reformasi tahun 1998.

Ini padahal bisa jadi instrumen penting pemerintah untuk merevitalisasi kebijakan ekonomi yang selama ini sudah semakin menjauh dari prinsip gotong royong, rasa keadilan, dan perintah konstitusi.

Jakarta, 16 Mei 2020

*Direktur INKUR (Induk Koperasi Usaha Rakyat) dan Ketua AKSES

spot_img
TERKINI
BACA JUGA