Manjakan Lidah dengan Coto Makassar di Wairklau Maumere

Maumere, Ekorantt.com – Mendengar nama Coto Makassar, pikiran kita tertuju pada nama kuliner di daerah Makassar sana.

Tapi kali ini, Ekora NTT mengajak Anda untuk lebih dekat dengan kuliner khas ‘Kota Angin Mamiri’ itu di Kota Maumere, tepatnya di Jalan Wairklau milik Pasutri Rudi-Sinarwaty Daeng Carammeng.

Sinarwaty mengisahkan, awal usaha, keduanya membuka kios, sambil sang suami kerja ojek.

Atas saran seorang teman, mereka menghadirkan kuliner khas Sulawesi Selatan di Maumere sejak tahun 2007. Meninggalkan kerja lama, mereka pun banting stir dengan membuka warung Coto Makassar dengan suntikan modal awal 5 juta rupiah.

Sinarwaty mengakui, sempat stres ketika awal warung ini dibuka. Pasalnya pelanggan belum tahu dan terbiasa dengan rasa soto Makassar seperti apa. Yang mereka tahu hanyalah soto, tanpa embel-embel Makassar di belakangnya.

Tiap hari, tutur ibu tiga orang anak ini, yang datang makan hanya segelintir orang saja. Paling banyak sepuluh orang.

“Bagaimana tidak stres?” katanya.

Ia pun sempat berpikir untuk kembali membuka kios dan suaminya kembali bekerja sebagai ojek.

Syukurnya sang suami, Rudi tak putus asa dan selalu memotivasinya untuk tetap bertahan.

“Jatuh bangun dalam berusaha itu biasa. Yang penting tidak putus asa dan tetap berusaha dan waktu yang indah akan datang juga,” kata Rudi.

Benar adanya, Coto Makassar milik Pasutri ini tetap eksis hingga saat ini.

Bagi yang pernah mampir ke warung mereka, pasti sudah merasakan lezatnya menu makan yang terdiri dari potongan daging serta jeroan sapi.

“Terbuat dari berbagai macam daging dan jeroan sapi. Mulai dari daging has, daging pipi, jantung, paru-paru, limpa, usus, lidah, dan otak yang diseduh dengan kuah kental berwarna coklat ditaburi dengan daun seledri serta bawang goreng disiapkan dengan mangkuk kecil,” jelas Sinarwaty.

Menu Coto Makassar semakin lengkap rasanya saat disantap bersama buras dan lontong. Harga Coto Makassar dibanderol Rp20 ribu per mangkuk.

Sinarwaty dengan nada merendah mengatakan, sebelum Covid-19 kisaran pendapatannya antara Rp1 juta sampai dengan Rp1,8 juta per hari. Ketika pandemi Covid melanda penghasilan turun drastis, dari Rp250 ribu hingga Rp600 ribu.

Dengan usaha warung, Pasutri Rudi- Sinarwaty mengakui, tidak merasa kaya dan berlebihan tetapi mengalami perubahan ekonomi keluarga. Sebut saja, bisa membangun rumah yang layak.

Dua anaknya pun sudah menyelesaikan kuliah. Dewi tamat sarjana teknologi di Universitas Hasanudin Makassar danYahya meraih Sarjana Teknik di Universitas Politeknik Negeri Makassar.

Sementara anak paling bungsu, Ayu sedang menjalani kuliah di Fakultas Teknik Sipil Universitas Nusa Nipa Maumere.

Yuven Fernandez

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA