Maumere, Ekorantt.com – Saya menepi di samping barat SPBU Waioti-Kota Maumere, 13 Agustus 2020 lalu. Mematikan sepeda motor. Lalu berjalan menuju sebuah gerobak bakso di pojok.
Seorang pria berambut keriting dengan mengenakan celana jins pendek sedang menghidangkan bakso ke pelanggannnya. Satu per satu pelanggan ia layani. Nampaknya ia irit kata. Menjawab seadanya para pelanggan dengan senyum, kemudian fokus meracik bakso.
Saya memesan satu porsi. Tak sampai lima menit, semangkuk bakso telur puyuh sudah di depan mata. Kuahnya panas. Menguap. Dan menebar aroma khas.
Tanpa basa-basi, saya mencecap nikmatnya. Rasa telur puyuhnya enak sekali. Ditambah dengan kuah yang enak juga. Rasanya bikin menggoda lidah.
Om Agus (37), demikian pemilik gerobak bakso itu memperkenalkan diri.
Setiap hari, tutur Om Agus, dirinya berjualan bakso keliling mulai pukul 09.00 hingga pukul 11.00. Selanjutnya, ia mangkal di samping SPBU Waioti.
Om Agus menawarkan beberapa menu bakso dengan harga yang berbeda pula. Bakso spesial telur puyuh dipatok seharga 15 ribu rupiah. Bakso campur 15 ribu rupiah. Sementara bakso biasa 10 ribu rupiah.
Umumnya pelanggan bakso Om Agus memesan bakso telur puyuh. Mereka datang dari berbagai kalangan.
“Ada pegawai, guru, masyarakat sekitar, ada orang cina. Pelanggan setia bakso itu karyawan pom bensin Waioti, Tiara Indah, Bosowa, dan pegawai yang bekerja di sekitar Waioti,” kata Om Agus.
Om Agus menceritakan, dirinya dan sang istri, Teresia Tere (35) berjualan bakso sejak tiga tahun lalu.
“Awalnya saya bersama istri hanya bermodal nekat dan mencoba-coba saja”.
Keduanya memang telah memiliki bekal meracik bakso saat merantau di Makassar.
“Selama merantau di Makassar, kami mulai merasa jenuh. Hingga kami memutuskan untuk pulang ke Maumere. Selama di sini, kami tidak ada pekerjaan. Kemudian kami memutuskan berjualan bakso keliling dengan menggunakan gerobak,” kisah Om Agus.
Sang istri, Teresia menyebutkan bahwa modal awal merintis usaha ini sekitar lima juta rupiah. Setiap hari mereka biasa menghabiskan sekitar 2-3 kilogram daging sapi, yang diolah jadi pentolan.
“Sebelum corona bisa 4-5 kilogram daging sapi. Sebelum wabah corona, penghasilan setiap hari bisa mencapai 800-900 ribu rupiah. Tapi sekarang turun jaub,” imbuhnya.
“Setiap hari jam 04.30 pagi, kami sudah bangun. Suami bantu molen daging. Saya yang olah dalam bentuk pentolan bakso,” ungkap perempuan asal Pomat, Kecamtan Bola ini.
Tekad Om Agus dan istri tak sesederhana penampilannya. Selain usaha bakso keliling, mereka ingin mengembangkan usaha warung makan.