ASEAN: Sinergi Perangi Covid-19

Oleh: Dr. Jonas KGD Gobang & Enyyo Noang, M.Si*

Wuhan, 31 Desember 2019. Terjadi fenomena aneh. Penyebaran virus baru yang sangat mematikan. Kala itu disebut sebagai viral pneumonia. Kini dikenal dengan nama Covid-19. WHO secara resmi menetapkan status pandemi akibat jangkauan virus mencapai hampir semua negara.

Covid-19 menyebabkan jutaan nyawa melayang. Selain itu, berbagai aktivitas di bidang strategis terhenti. Pandemi membawa kita hidup dalam ketidakpastian secara ekonomi dan pendidikan.

Di Indonesia, langkah-langkah yang diambil menuai kontroversi. Tentu saja dari berbagai elemen masyarakat. Para stakeholders tidak ketinggalan memberi saran ‘ajaib’.

Menteri Kesehatan jarang muncul di media. Hal ini bermuara pada kebingungan publik. Negara terlihat belum mengimplementasi kebijakan secara konsisten. Malah yang terjadi adalah ketidakstabilan politik.

Pandemi dimanfaatkan wakil rakyat yang leluasa mengesahkan omnibus law. Beleid yang memicu pro kontra di masyarakat. Mengundang aksi demonstrasi massa di kota-kota besar.

Lalu timbul pertanyaan mengenai Pembatasan Sosial Skala Besar dan penerapan protokol kesehatan. Negara belum sepenuhnya berhasil secara mandiri dan rakyat menjadi jenuh. Apakah ini waktunya untuk sinergi di kawasan?

Kebetulan, fokus saat ini sama. Pertama, menekan angka kasus pandemi. Kedua, penelitian dan pengembangan vaksin. Oleh karena itu, ASEAN sebagai organsisasi regional dapat menjadi alternatif dalam penanganan pandemi tersebut.

Sinergi

Data WHO per 7 Oktober 2020 pukul 10.00 WITA. Tercatat lima negara dengan kasus tertinggi. Pertama, Filipina dengan 324,762 kasus, Indonesia 307,120 kasus, Singapura  57,819 kasus, Myanmar 18,781 kasus, dan terakhir Malaysia dengan 12,813 kasus. Statistik menunjukkan kasus Covid-19 di kawasan sangat memprihatinkan.

Perlu ada kerja sama kolektif. Apalagi, Indonesia, Singapura dan Malaysia adalah raksasa ekonomi di kawasan. Ini bisa berdampak lebih jauh terhadap sektor-sektor penting. Apalagi, ketergantungan antar-negara ASEAN cukup tinggi.

Selama ini, negara anggota ASEAN berfokus pada penanganan internal. Hal tersebut belum mencerminkan kebersamaan, sebagai satu identitas ASEAN. Tetapi pernyataan tersebut bisa keliru. Karena adanya prinsip non-intervensi.  Artinya, negara anggota tidak boleh ikut campur urusan internal negara anggota lain.

Prinsip inilah yang juga membatasi ASEAN tidak dapat berbuat banyak dalam konflik internal negara anggota. Akan tetapi, ini merupakan masalah bersama. Masalah global. Dapat membawa negara tertentu pada ketidakstabilan.

Dikutip dari Tempo, 10 September 2020, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi memberi peringatan. Bahwa negara-negara ASEAN tidak boleh individualis  dalam menghadapi pandemi Covid-19. Dari daftar lima kasus tertinggi di atas, bercokol empat negara pendiri ASEAN, kecuali Myanmar.

Sebagai negara penggagas, tentu saja Indonesia dan para koleganya harus menjadi motor penggerak. Mirisnya, kita dikejutkan oleh kabar pelarangan masuk bagi WNI ke 59 negara, termasuk Malaysia.  Bagaimana kerja sama akan berjalan efektif ketika anggota menutup pintu masing-masing?

Vietnam pernah menyerukan ASEAN agar aktif dalam memerangi disinformasi terkait Covid-19. Faktanya, berbagai informasi palsu terkait kesehatan muncul ke permukaan. Informasi palsu yang muncul dan dibaca secara berkala, dapat diinterpretasi sebagai sebuah fakta. Masyarakat bisa memercayai informasi tersebut tanpa melakukan verifikasi. Risikonya, adalah fenomena diagnosa otodidak dengan panduan mesin pencari, dan justifikasi gelaja atas bacaan tersebut. Seruan tersebut menuai pro kontra.

Di lain pihak, Thailand menutup pintu masuk dari wisatawan mancanegara. Tentu ini berisiko karena pendapatan nasional Thailand disumbang sektor pariwisata. Indonesia awalnya didesak meniru cara Vietnam. Desakan tersebut hadir akibat kesuksesan Vietnam meminimalisasi angka kasus Covid-19.

Meskipun dihiasi kontroversi antar anggota, toh ASEAN akhirnya mampu mengambil sikap bersama. Portal Kementerian Luar Negeri, per tanggal 30 September memberitakan ASEAN dan Inggris menyepakati akses vaksin multilateral. Inggris akan bekerja sama dalam bidang riset dan pengembangan vaksin Astra Zeneca dengan Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Program lain adalah ASEAN Plus Three (APT) Network of Pharmaceutical Industries dan APT Task Force on Pandemic. Untuk diketahui bersama, ASEAN Plus Three terdiri negara anggota ASEAN, China, Korea Selatan, dan Jepang.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menerangkan maksud kedua program tersebut. Tepatnya, pada Pertemuan Para Menteri Luar Negeri APT, 9 September 2020. Gagasan tersebut muncul untuk menjawab tantangan regional dalam menghadapi pandemi.

APT Network of Pharmaceutical Industries bertujuan untuk mendukung kegiatan penelitian dan produksi vaksin. APT Task Force on Pandemic melaksanakan kegiatan persiapan dan tanggap darurat pandemi. Setelah diamati lebih jauh, kemunculan gagasan ini telah ada sejak April 2020. Namun, realisasi dan respon masih minim. Kebanyakan program bersifat pertukaran informasi real time. Kita masyarakat, berharap ASEAN dapat mengimplementasi pernyataan Ibu Retno Marsudi.

ASEAN Community sudah berjalan sejak 2015. Permasalahan pandemi ini merupakan fokus dari salah satu pilar yaitu ASEAN Economic Community. Dalam buku ASEAN 2025: Melangkah Maju Bersama, disebutkan bahwa ASEAN akan mendorong pengembangan industri kesehatan, kontribusi terhadap fasilitas kesehatan, produk dan layanan kesehatan. Terakhir, pengembangan industri kesehatan di kawasan.

Organisasi regional dalam praktiknya perlu mengesampingkan ego masing-masing negara anggota. Setiap anggota harus memiliki visi yang sama terhadap suatu masalah. Dalam kasus ini, kekompakan ASEAN sebagai salah satu organisasi regional terbesar, sedang diuji. Berkaca dari Uni Eropa, negara anggotanya mengambil kebijakan berbeda. Artinya, secara organisasi Uni Eropa belum berhasil menangani pandemi secara kolektif. Negara anggota memilih jalan internal dan membatasi akses masuk sesama anggota.

Bagaimana dengan ASEAN? Sebagai salah satu organisasi berpengaruh, kiprah ASEAN juga ditunggu. Patut, dinanti gagasan dan aksi nyata untuk mewujudkan Visi ASEAN 2025 sebagai satu indentitas dan satu komunitas.

Gangguan lain?

Di tengah situasi pandemi yang tidak tentu, gejolak keamanan kembali muncul di Laut Natuna Utara. Ini adalah masalah klasik dan berkelanjutan. China kembali melakukan provokasi, memantik amarah negara-negara ASEAN yang terlibat konflik.

Provokasi di tengah pandemi, tindakan oportunis khas Xi Jinping. China seolah-olah memanfaatkan kesempatan yang ada. Apalagi negara yang terlibat sengketa menghadapi banyaknya kasus pandemi di dalam negeri seperti Indonesia, Vietnam, Malaysia dan Filipina.

Jadi, ASEAN perlu mengambil sikap, melakukan langkah konkret dalam menghadapi masalah di atas. Perlu ada pembagian tugas yang jelas. Manfaatkan forum-forum virtual untuk koordinasi program tersebut.

Kelak, masyarakat akan merasakan dampak nyata dari ASEAN Community 2015. Masyarakat juga akan optimis terhadap Visi ASEAN 2025: Melangkah Maju Bersama.

* Pusat Studi ASEAN Universitas Nusa Nipa

spot_img
TERKINI
BACA JUGA