Inovasi Desa dari Ende, Bumdes Tanazozo Kelola Potensi Air Bersih

Ende, Ekorantt.com – Bertahun-tahun, warga Tanazozo, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende mengambil air dari ibu kota Kecamatan Nangapanda yang jaraknya sekitar tujuh kilometer. Bukan jarak yang dekat. Tapi begitulah cara yang dilakukan warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

Untuk membangun sarana air bersih, swadaya masyarakat tak mencukupi. Karena biayanya sangat besar, mulai dari infrastruktur jaringan perpipaan hingga bangunan pelengkap lainnya.

Baru pada tahun 1997, warga mendapatkan bantuan pembangunan fasilitas sarana air bersih melalui vendor Aus-AID. Jaringan irigasi dibangun dari sumber air Wawonato yang terletak di dataran tinggi Desa Wawonato, Kecamatan Ende. Jarak instalasinya mencapai 13 kilometer.

Untuk mendapatkan sumber mata air, para tetua dan perintis rutin membangun komunikasi dengan pemilik ulayat dan pemerintah Desa Wawonato.

“Mata airnya dari Wawonato. Itu di wilayah Kecamatan Ende. Bersyukur mereka beri kami dengan ikhlas,” ujar Vinsen David, salah satu masyarakat wilayah Tanazozo.

Suka duka dilalui. Mereka bahu membahu untuk memikul pipa dan material lainnya secara swadaya. Tujuannya hanya satu, agar air dapat masuk kampung mereka. Saat itu pula, inisiatif mendirikan wadah pengelolaan air minum bersih dimulai.

Difasilitasi AusAID, warga tujuh desa di wilayah Tanazozo bersepakat membentuk Badan Pengelola Sanitasi Air Bersih Sistim Wawonato (BPS-ABS).

Seiring berjalan waktu, manajemen pengelolahan air melalui wadah Badan Pengelola Sanitasi Air Bersih Sistem Wawonato terus berbenah diri. Pada tahun 2012 mereka mengubah nama wadah BPS-ABS menjadi Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Bersama “Tanazozo”.

Bumdes Bersama Tanazozo merupakan gabungan usaha dari tujuh desa antara lain Desa Rapowawo, Desa Zozozea, Desa Sanggarhorho, Desa Kekandere, Desa Tanazozo, Desa Embuzozo, dan Desa Jegha Rangga.

Jatuh bangun mereka alami dalam mengelola manajemen badan usaha tersebut. Selain masalah kerusakan instalasi perpipaan, keterlambatan pembayaran iuran kerap kali menghambat kegiatan operasional manajemen. Keterbatasan sumber daya manusia pun jadi batu sandungan dalam pengembangan usaha.

Soliditas antar-pengurus jadi tumpuan. Maklum saat itu semua bekerja serba sukarela. Untuk menghindari keluhan warga, pengurus harus berjibaku, berjalan kaki belasan kilometer sekadar mengecek kondisi instalasi perpipaan manakala ada kerusakan.

“Setiap bulan pasti ada kerusakan. Kami harus jalan kaki menyisir jalur pipa untuk memperbaiki. Itu sangat jauh. Medannya juga sulit. Yang rumit itu kalau ada kerusakan pipa dan kas lagi kosong untuk membelinya. Berulangkali hal ini terjadi karena pembayaran iuran masyarakat terlambat. Tapi sebagai pengurus kami tidak putus asa. Mengurus air itu sama dengan mengurus kehidupan. Kita mesti tabah,” ujar Vinsen.

Akhir 2016, Bumdes Bersama Tanazozo menyisahkan 1.537 jiwa pemanfaat dari 450 kepala keluarga dengan tiga desa area pelayanan yakni Desa Rapowawo, Desa Zozozea, dan Desa Sanggarhorho. Empat desa lainnya telah memiliki manajemen pengelolaan sendiri.

Atas kesepakatan pengurus dan warga pemanfaat air minum bersih, setiap warga pemakai air dibebankan iuran 3 ribu rupiah setiap bulan. Dana tersebut digunakan untuk biaya perbaikan kerusakan, pembersihan rutin kaptering, dan operasional Bumdes.

Sekretaris Bumdes Tanazozo, Yeremias Koro kepada Ekora NTT pada pertengahan Januari 2021 lalu, berharap pemerintah melalui dinas terkait dapat menunjang pengelolahan Badan Usaha milik Desa Tanazozo melalui penguatan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pengelola Bumdes.

Yeremias menambahkan, masalah yang saat ini dihadapi oleh pengelola adalah sering terjadinya kerusakan instalasi akibat usia pemakaian yang sudah cukup lama. Hal ini berdampak pada membengkaknya biaya perbaikan.

“Perlu pelatihan. Mengelola air minum tentu bukan hal mudah. Kita minta pendampingan dari Pemerintah Kabupaten Ende. Termasuk bantuan dana untuk rehabilitasi dan peremajaan instalasi  perpipaan,” tutup Yeremias.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA