Kisah Karyawan Pengepul Besi Tua di Flotim: Kalau Malu, Tidak Makan

Larantuka, Ekorantt.com – Kisah hidup Suhasdan bersama lima orang rekannya yang bekerja sebagai karyawan pada seorang penampung besi tua di Kelurahan Pohon Bao, Kota Larantuka penuh suka duka. Ada pahit. Ada manis. Semuanya membekas dalam memori mereka.

Ekora NTT sempat menyambangi tempat mereka bekerja. Mereka bercerita banyak hal. Suhasdan menuturkan, sejak dirinya menetap di Flores Timur tahun 2003 silam, ia sering mendapat perlakuan yang tidak ramah dari lingkungan sekitar. Dihina. Difitnah. Bahkan melarangnya untuk berjualan.

“Ya sering dihina orang, difitnah. Diam saja. Kita cari makan untuk anak istri. Anak istri di Jawa. Diancam dan dipukul juga pernah. Orang kan, ndak sama. Dulu kan rawan. Orang sini saja ke Jawa, sekolah di Jawa sampai besar jadi pegawai. Umpamanya kamu punya anak kuliah di Jawa, pernah diusir orang Jawa kan, tidak pernah,” kenang Suhasdan.

Pria asal Banten ini berujar, setiap orang semestinya harus tahu kalau merantau itu susah. Namun, itu ceritera dulu. Kini semuanya baik. Ia legah.

Suhasdan menjelaskan, tempat penampungan besi tua itu milik Sukir. Orang Jawa. Saban hari, ia bersama pekerja lainnya mencari besi tua, botol bekas di sekitar Flores Timur sampai wilayah paling ujung kabupaten itu.  “Kadang pulang jam 6 sore,” katanya.

Hasil yang mereka dapat kemudian disimpan di tempat penampungan selama dua bulan hingga tiga bulan untuk dikirim ke Surabaya. “Ongkos kirimnya  17.500.000,” ungkapnya.

Dalam sehari, kata Suhasdan, mereka bisa mendapat 100 kilogram besi tua dari setiap orang dan menghabiskan uang 3-5 juta rupiah.

“Ya, rata-rata 15 ton, itu pun tergantung besinya tebalnya atau tidak,” terangnya.

Rumah penampung besi tua

Suhasdan berujar, pencari besi tua harus kuat dan tidak malu. Selalu bersyukur. Walau kadang diterpa badai. Itulah yang membuatnya semangat untuk terus bekerja menafkahi hidup.

“Saya selalu bersyukur, namun kadang-kadang mengeluh. Itu pasti. Namanya manusia. Saya juga ke luar ke lapangan, ke masyarakat (kalau besi tua-Red) tidak ada, ya keliling terus sampai rumah-rumah, sampai lorong-lorong itu. Jadi kalau cari besi itu harus mentalnya kuat, tidak malu, tidak diam. Saya pernah dimaki juga.  Ya, kita diam saja. Kita orang merantau, ya gimana?” ujarnya kesal.

Ia berharap setiap orang yang ingin menjual besi tua datang ke tempat itu. “Harapannya orang sudah tahu tempat penampungan besi tua ini, ya antar saja barangnya ke sini,” tukasnya.

Kata Suhasdan, untuk bisa menafkai hidup harus tanggalkan rasa malu.

“Ya saya tidak malu kerja  yang begini! Kalau malu tidak makan. Kalau mau kerja masuk saja semua tempat,” tutup Suhasdan.

Yurgo Purab

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA