Wajah Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh: Romylindo Hilfison, S. Fil*

Terhitung sejak Maret 2020 hingga sekarang, segala sektor kehidupan manusia di Indonesia berjalan tidak normal. Pandemi Covid-19 secara ganas membongkar dan mengobrak abrik lini kehidupan manusia. Pergerakan manusia serasa hampa. Aktivitas dari kota sampai pelosok serasa mati.

Salah satu lini kehidupan yang tidak luput dari serangan virus ganas ini adalah sektor pendidikan. Gedung-gedung sekolah sepi tak berpenghuni. Pintu-pintu sekolah tertutup rapat. Siswa dari segala jenjang pendidikan terpaksa harus dirumahkan. Kondisi riil ini turut memaksa bahwa proses  pendidikan harus berubah. Kegiatan belajar mengajar (KBM) yang awalnya tatap muka beralih menjadi KBM online.

Dan, demi berjalannya aktivitas belajar-mengajar dan demi kesehatan siswa dan guru, maka Manteri Pendidikan kita, Nadiem Makarim, dalam surat edaran Mendikbud No. 36962 tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah bagi pendidik dan peserta didik.

Itu berarti para pelajar harus menjadikan rumah sebagai sekolah. Para peserta didik harus perlahan-lahan menerima bahwa dirinya adalah guru. Karena guru dan sekolah yang riil hanya tampak secara virtual. Inilah fakta yang harus diterima generasi terpelajar kita.

Nilai Plus dari Pandemi

Namun lebih dari itu, bagi penulis sendiri, Pandemi Covid-19 tidak selamanya memberikan dampak negatif, khususnya dalam sektor pendidikan. Ada hal-hal baik yang muncul di tengah pandemi.

Kenyataan itu misalnya, peserta didik lebih mengenal pemanfaatan teknologi pembelajaran. Mereka dapat memahami lebih luas tentang gadget, laptop atau komputer yang tidak hanya untuk sarana hiburan.

Mereka dapat mengenal lebih mendalam tentang penggunaan aplikasi-aplikasi pembelajaran yang menunjang kegiatan belajar-mengajar. Selain itu, guru mendapat kesempatan tetapi sekaligus menjadi sebuah tantangan besar yakni bagaimana berinovasi dalam pembelajaran.

Siapkah guru di tengah pandemi?

Dulu, berbagai akting guru dan segala persiapan mengajarnya di depan kelas hanya bisa dilihat dan diketahui oleh siswa, tetapi sekarang dengan diberlakukan KBM online, orang tua juga bisa menyaksikan langsung. Bahkan, berdasarkan kesaksian penulis sendiri,  ada orang  tua yang sempat mengikuti KBM online tersebut bersama anaknya via video pembelajaran yang dikirim oleh sang guru.

Menghadapi kenyataan ini,  guru hendaknya dituntut mampu berinovasi dan kreatif ketika mentransfer materi-materi ajar.  Kondisi ini memaksa guru harus cerdas menggunakan aplikasi-aplikasi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.

Di tengah segala keterbatasan yang ada, guru mampu menciptakan pembelajaran yang tidak membosankan. Hal ini akan terlihat di mana guru yang mampu beradaptasi akan semakin senang dengan penggunaan teknologi pembelajaran. Namun, dalam berapa riset menunjukan bahwa pembelajaran daring melahirkan banyak problematika.

Dilansir dari laman theconversation.com disebutkan adanya kesenjangan pelaksanaan BDR. Sampel yang diambil dari empat provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, dan Jawa Timur.

Hasil riset menunjukkan bahwa adanya kesenjangan akses media pembelajaran yang begitu jauh antara peserta didik dari keluarga yang kurang mampu dan yang mampu.

Dalam beberapa kesempatan, penulis sendiri menemui ada banyak sorotan dan kritikan dari orang tua peserta didik selama KBM online. Boleh dibilang bahwa kinerja guru diawasi oleh banyak mata. Orang tua menjadi lebih peka terhadap proses KBM di rumah. Ada juga orang tua yang mengeluhkan bahwa anak-anaknya dijejali dengan banyak tugas oleh guru. Tak sedikit orang tua yang mengeluh bahwa mereka sudah membayar uang sekolah, sekarang mereka harus merogoh koceknya untuk mengisi quota internet bagi anak-anaknya.

Riset yang dilakukan oleh the conversation.com menilai penggunaan media belajar offline dengan menggunakan buku dan lembar kerja adalah metode dominan (66%) digunakan oleh guru. Sisanya sekitar 6% orang tua mengatakan bahwa tidak ada pembelajarn selama siswa diminta belajar dari rumah.

Bagi pendidik, proses belajar-mengajar baik KBM online maupun offline (tatap muka) selalu menyisakan problem. Faktanya, menurut situs medcom.id, guru gagap teknologi (gaptek) menjadi penghambat selama KBM online.

Awalnya para guru akrab dengan papan tulis tetapi sekarang harus beradaptasi menggunakan sistem digital dan touch screen (layar sentuh). Boleh dikatakan bahwa di tengah pandemi, para pendidik menghadapi banyak tantangan.

Namun di sisi lain, perkembangan jaman menuntut para guru berinovasi menantang arus zaman dan kondisi saat ini agar tidak terhimpit. Tetapi, idealnya untuk sebuah pendidikan, kehadiran guru memang tidak bisa digantikan oleh mesin teknologi secanggih apapun. Hal ini karena nuansa interaksi antara pendidik dan anak didik telah melahirkan ikatan relasi emosional yang erat di mana tidak ditemukan dalam teknologi secanggih apapun.

Target Capaian Kurikulum di Masa Pandemi

Surat edaran Mendikbud RI telah mengisyaratkan untuk tidak memaksakan target capaian ketuntasan kurikulum pembelajaran di sekolah. Diawali dengan pencegahan dengan munculnya SE Mendikbud RI no.3/2020 tertanggal 9 Maret 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Deases (covid-19) pada satuan pendidikan.

Kemudian ditegaskan lagi pada edaran berikutnya SE Mendikbud RI no.4/2020 tertanggal 24 Maret 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). Pada edaran terakhir tersirat kebijakan untuk tidak memaksa capaian ketuntasan kurikulum.

Beberapa kebijakan lain di antaranya adalah meniadakan Ujian Nasional (UN) serta memperbolehkan sekolah yang belum menyelenggarakan Ujian Sekolah untuk tidak menyelenggarakannya. Beberapa kebijakan juga memberikan tolerasnsi kepada sekolah untuk menyesuaikan pembelajaran dari rumah.

Mencermati beberapa surat edaran Mendikbud RI, maka jelas apa yang dicita-citakan dari sebuah pendidikan, khususnya pada setiap satuan pendidikan tidak akan tercapai. UN tidak lagi  yang menjadi momok yang menakutkan bagi setiap angkatan. Sekolah-sekolah favorit tidak mempunyai ‘gigi’ untuk mempertahankan prestasi sekolahnya. Dan lebih dari itu, kualitas pendidikan pasti akan menurun.

Akhirnya perlu kita sadari bahwa pendidikan tetaplah penting walaupun di tengah goncangan  pandemi covid-19. Wajah pendidikan kita tidak senormal dulu. Wajah pendidikan kita sudah memasuki era new normal.

Kendati demikian substansi pendidikan tidak berubah. Guru dan peserta didik tetap menjadi komponen utama dalam pendidikan. Oleh Karena itu sangat diharapkan, setiap komponen hendaknya saling bahu membahu.

Kita yakin bahwa jika setiap komponen pendidikan saling mendukung,  ganasnya  pandemi covid-19 tetap menjadi berkat dan bukan sebuah kutukan.

*Guru SMA Katolik Frateran Maumere

spot_img
TERKINI
BACA JUGA