Oleh: Dr. Jonas KGD Gobang, S.Fil.,M.A*
Pesona seorang presiden di hadapan rakyatnya memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan jika sang presiden itu sedang berada di dekat rakyat pendukung atau pengagumnya maka “pusaran kerumunan” pun tercipta spontan. Tanpa diundang, rakyat pendukung akan membentuk barisan bahkan jika perlu memblokade jalan agar sang presiden kebanggaannya dapat bersua lebih dekat.
Tak peduli dengan dengan Paspampres yang sigap menghardik jika ada yang berani memasuki area ring satu “very very important person” (VVIP) itu. Bahkan rakyat seolah lupa bahwa mereka harus menjaga jarak aman, bukan hanya karena terkait protokol kepresidenan tetapi juga protokol kesehatan yang wajib dipatuhi di tengah merebaknya pandemi Covid-19.
Gambaran tersebut di atas nampak dalam kunjungan pertama kali Presiden RI, Ir. Joko Widodo ke Kabupaten Sikka untuk meresmikan Bendungan Napun Gete, Selasa (23/02/2021). Setelah dua kali batal, akhirnya, sang presiden menginjakkan kakinya di Bandara Frans Seda Maumere. Daya tarik persona dan pentingnya kunjungan presiden tersebut menyedot perhatian seluruh warga Kabupaten Sikka. Rakyat rela menanti dari pagi hingga jadwal kedatangan pak presiden pada pukul 14.00 Wita.
Sebelum pesawat kepresidenan landing, sekelompok rakyat, tua, muda, laki-laki dan perempuan dan anak-anak, ingin menyambut sang presiden dan mengucap selamat datang. Imajinasi rakyat akan tatapan dan senyuman sang presidennya begitu kuat. Seorang anak kecil berlari membawa merah putih di tangannya dan memastikan dalam batinnya bahwa sang presiden sedang memandangnya dari balik jendela pesawat.
Banyak gestur yang dapat tersingkap dari balik kunjungan Presiden Jokowi tersebut. Tulisan ini ingin menyingkap gestur sang presiden di saat lawatan ke Kabupaten Sikka, Flores, NTT itu. Gestur sang presiden ditelisik untuk menggali makna yang terkandung di dalamnya. Tentu saja dengan menggunakan instrumen yang tepat guna menemukan makna dari interaksi simbolik yang dapat dilihat oleh banyak mata.
Ada tiga elemen gestur sang presiden yang ingin dibedah dalam tulisan sederhana ini. Pertama, pentingnya makna gestur sang presiden bagi rakyat yang sedang berada di pusaran kerumunan. Kedua, pentingnya konsep rakyat tentang sang presidennya dan sebaliknya presiden memandang kerumunan rakyat yang mengelu-elukanya. Ketiga, bagaimana relasi yang kuat terbangun antara sang presiden dengan masyarakat yang baru dikunjunginya itu.
Ada Gestur dari Rooftop Jeep Hitam
Sang presiden menumpangi sebuah mobil jeep hitam. Keluar dari Bandara Frans Seda Maumere dikawal pasukan khusus dengan iringan kendaraan pengaman roda dua dan empat. Sejumlah kendaraan lain yang menyertai sang presiden pun terus bergerak menuju titik yang dituju yakni Napun Gete.
Massa rakyat yang telah menanti sejak pagi, semakin tak sabar ketika bunyi sirene tanda kepala negara, presidennya akan melewati jalur yang telah ditentukan. Mereka berdesakan dan merangsek tatkala laju kendaraan jeep hitam melambat dan berhenti sejenak!
Euforia rakyat kian menjadi-jadi ketika sang presiden keluar dari rooftop jeep hitam itu. Ada gestur yang ditunjukkan oleh sang presiden. Mengenakan masker berwarna hitam, kameja putih andalannya, sang presiden pun memberikan gestur dengan tangannya mengarah ke masker yang dikenakannya.
Tatapan matanya dilemparkan ke pusaran kerumunan massa yang antusias dan spontan itu. Gerakan tangan sang presiden berulang ke arah maskernya. Ketika itu, sang presiden mengirimkan pesan kuat bahwa massa rakyat tidak boleh lupa taat protokol kesehatan meski harus menghambat lajunya prosesi protokol kepresidenannya.
Massa rakyat tak bergeming meski sudah diingatkan oleh sang presiden agar taat protokol kesehatan. Ini situasi pandemi Covid-19, pemimpin dan rakyatnya wajib mematuhi aturan protokol yang sudah ditetapkan. Tidak boleh lupa.
Sang presiden pun mengingatkan rakyatnya dari atas rooftop jeep hitam itu. Namun massa rakyat terus bersorak gembira, melambaikan tangan-tangan mereka ke arah sang presidennya sembari berdecak kagum dan mengucap selamat datang di Nian Tana (Kabupaten Sikka) pak presiden kami !
Sungguh sebuah bentuk interaksi simbolik yang sarat makna dari peristiwa perjumpaan sang presiden dan ribuan rakyat di Kabupaten Sikka yang sudah lama menantinya datang. Massa rakyat terbius oleh pesona sang presidennya.
Mereka sepertinya lupa bahwa di tengah pendemi Covid-19 ada aturan untuk jaga jarak dan hindari kerumunan. Rakyat malah berdesak-desakan ingin lebih dekat lagi dengan sang presiden yang juga “dibatasi” oleh aturan protokol VVIP yang sangat ketat. Para pengawal presiden pun “kelabakan” dengan spontanitas warga yang terus merangsek, mendekati sang presidennya.
Lukisan perjumpaan antara sang presiden dan massa rakyat menunjukkan adanya relasi yang kuat antara pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya. Batas yang lebar antara presiden dan rakyat akibat adanya aturan protokoler sontak menjadi sangat tipis mengisyaratkan adanya kedekatan emosional yang kuat di antara kedua belah pihak.
Presiden Jokowi dan rakyat di Kabupaten Sikka. Bahkan rakyat seolah “tidak takut mati” di tengah pusaran kerumunan itu yang boleh jadi dapat memicu terjadinya klaster baru penyebaran Covid-19 di tengah pandemi yang masih merebak.
Para pengawal presiden pun tak dapat berbuat banyak untuk menghalau massa rakyat yang memadat. Untuk sekadar menguarai kerumunan, sang presiden berinisiatif membagikan souvenir istana yakni sejumlah masker dan baju kaus bergambar “Jokowi”.
Masker untuk mempertegas bahwa kita sedang berada di tengah situasi pandemi covid-19. Rakyat dan pemimpinnya wajib mengikuti aturan protokol kesehatan. Baju kaos bergambar “Jokowi” untuk mempertegas kedekatan sang presiden dengan rakyat yang baru dikunjunginya dan tentu saja “obat rindu” bagi rakyat di Kabupaten Sikka yang sudah lama menanti kehadiran presiden pilihannya itu.
Tercatat bahwa rakyat Kabupaten Sikka, juga rakyat di Pulau Flores dan Provinsi NTT memberikan dukungan suara yang signifikan pada dua kali pilpres yang menghantar Joko Widodo menjadi Presiden Republik Indonesia dua kali masa jabatan.
Nampak senyuman puas terpatri dari ribuan rakyat membalas senyum tulus dan khas milik Jokowi, sang presiden. Saling melempar senyum ini pun menjadi sebuah interaksi simbolik yang sarat makna. Kerinduan rakyat untuk sekadar melihat presidennya dari jarak dekat terobati sudah. Rakyat tersenyum puas.
Demikian pun senyum sang presiden memberikan makna yang tajam bahwa lawatannya itu kiranya memberikan berkah bagi rakyat di wilayah terpencil ini. Dan Napun Gete adalah salah satu bentuk representasi dari berkah yang diharapkan oleh sang presiden bagi rakyat di Kabupaten Sikka. Napun Gete juga mempunyai daya tarik simbolik yang dapat disingkap maknanya.
Anggukan di Napun Gete
Presiden Jokowi pun tiba di lokasi Bendungan Napun Gete setelah kurang lebih dua kali batal datang. Acara peresmian bendungan dengan kapasitas tampung 11,22 juta m3 dan luas genangan 99,78 Ha yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi seluas 300 Ha berjalan hikmat. Selain itu, Bendungan Napun Gete pun mampu menyediakan air baku sebanyak 0,214 m3 / dt dan mempunyai potensi daya listrik sebesar 0,1 MW. Ini sebuah mahakarya yang diresmikan langsung oleh sang presiden.
Sebelum tombol peresmian bendungan itu ditekan oleh presiden, seluruh mata yang memandang menyaksikan adanya gestur pak presiden di Napun Gete. Gestur sang presiden terekam ketika ia sedang mendengarkan dengan saksama sambutan “sekapur sirih” dari Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo.
Bupati Sikka secara bernas menyampaikan terima kasih atas sebuah mahakarya, bendungan yang sangat berguna bagi upaya meningkatkan taraf hidup rakyat khususnya para petani dan kaum milenial di Kabupaten Sikka.
Bupati berjanji bahwa dengan adanya bendungan ini pola tanam petani di kabupaten ini meningkat dari satu kali tanam dalam satu musim menjadi tiga kali tanam. Itu berarti adanya refleksi peningkatan produktivitas pertanian sebagai kontribusi konkret dari keberadaan Bendungan Napun Gete.
Tidak cukup di situ, Bupati Sikka pun menyampaikan bahwa untuk mengembangkan agroindustri, Pemerintah Kabupaten Sikka telah bekerja sama dengan berbagai Kabupaten di Flores dan Lembata dan membangun mitra dengan lembaga ATMI di Solo, Jawa Tengah atas dukungan sahabat lama sang presiden, Romo Moko (Bambang Triatmoko, SJ) yang juga hadir di Napun Gete.
Dan di akhir sambutannya, Bupati Sikka pun berharap agar Universtas Nusa Nipa, sebuah perguruan tinggi swasta yang berada di Kabupaten Sikka itu di mana seluruh proses usulan untuk menjadi sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) kiranya mendapat restu dari sang presiden melalui Keputusan Presiden (Kepres).
Sang presiden memberikan gestur berupa anggukan kepala beberapa kali. Ia menyimak apa yang disampaikan sang bupati dan berikhtiar merespon dalam gestur anggukan kepala. Secara nonverbal sang presiden mau menunjukkan bahwa ia paham apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan anak-anak bangsa, generasi milenial di daerah ini.
Anggukan di Napun Gete itu secara simbolik memiliki makna yang sarat. Makna yang sarat itu dapat terungkap manakala adanya tindak lanjut yang wajib dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan para pemangku kepentingan lainnya beserta seluruh lapisan masyarakat termasuk civitas academica Universitas Nusa Nipa.
Jangan biarkan anggukan di Napun Gete itu menjadi kehilangan maknanya yang sarat itu. Anggukan di Napun Gete telah memberikan harapan besar bagi rakyat di Nian Tana ini untuk terus bergerak maju mengatasi kelangkaan ketersediaan air bersih, upaya memberantas stunting dan kemiskinan kaum buruh, tani, nelayan yang masih cukup tinggi, meningkatkan angka partisipasi kasar dalam mengakses pendidikan dasar, menengah dan teristimewa pendidikan tinggi dengan hadirnya sebuah PTN di Nian Tana ini yakni Universitas “Negeri” Nusa Nipa.
Dan akhirnya, anggukan di Napun Gete itu mau mengajak kita untuk segera keluar dari “pusaran kerumunan” agar kita tetap sehat dan kuat untuk melanjutkan kerja besar kita sebagai rakyat dan sebagai pemimpin.
Apa pun kerja besar itu selalu dimulai dengan langkah awal yang baik. Gestur pak presiden dari rooftop jeep hitam hingga anggukan di Napun Gete adalah langkah awal yang baik dan secara simbolik tidak hanya memberikan makna yang sarat tetapi juga pesan yang kuat bahwa kita harus terus berbenah.
*Dosen Komunikasi Politik Universitas Nusa Nipa