Lembata, Ekorantt.com – Malam itu, cuaca di Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, belum juga bersahabat sejak awal pekan. Hujan deras dan angin kencang masih menerpa.
Perayaan ekaristi malam paskah memang sudah selesai. Banyak umat yang sudah pulang, tetapi sebagian masih sempat foto bersama dengan Romo Deken Lembata, Sinyo da Gomes di Gereja Stella Maris Lewotolok, di desa tersebut.
Luapan kegembiraan paskah sangat terasa. Dinding facebook beberapa warga termuat caption seputar perayaan Paskah malam itu.
Di saat sebagian umat belum pulang dari gereja, Bernadus Kewuel sempat mendengar gemuruh menggelegar dari atas gunung Ile Lewotolok.
“Malam itu, saya sempat mendengar suara gemuruh dari atas gunung,” kenang Bernardus, salah satu korban selamat dari banjir bandang.
Rumah Bernardus berhadapan langsung dengan Gereja Stella Maris Lewotolok. Untuk sampai ke gereja kita cukup menyeberang jalan raya.
Di sebelah kiri rumah Bernadus ada kali mati, di sebelah kanan terdapat lapangan bola. Bagian belakang berbatasan langsung dengan bibir pantai.
Saat musim hujan dan angin kencang, Bernadus tidak bisa tidur sepanjang malam. Ia selalu khawatir, ombak akan menerjang rumahnya. Demikian pun malam itu. Ia bersama istri dan cucu perempuannya enggan memejamkan mata.
Hujan turun sangat deras. Bernadus sempat bergumam: ” Hujan hari ini tidak seperti biasanya. Besar sekali. Seumur hidup, saya baru alami hujan sebesar ini.”
Bernadus sempat ke kali mati di samping rumahnya. Ia memantau situasi kali dengan bantuan cahaya senter. Air mengalir tenang, kecil.
“Kami tetap berjaga. Kami tidak tidur sampai jam 01.00 malam. Saat itu, hujan masih deras. Tiba-tiba lampu mati. Kami kaget. Saya dengar ada gemuruh besar dari atas gunung,” ceritanya.
Saat itu, Bernadus tidak pikir panjang. Ia ajak istri dan menggendong cucunya, menyingkir ke rumah keluarga.
“Saya pakai payung dan selimuti bayi sambil bergegas ke luar rumah. Sambil berjalan lewat, saya lihat ada lumpur di mata kaki. Ketika tiba di rumah keluarga, bunyi gemuruh bertambah besar, dan saya sempat senter rumah,” kenangnya.
“Saat itu, saya melihat banjir besar menerjang rumah saya. Batu-batu berhamburan di lapangan. Lumpur masuk memenuhi rumah,” ungkapnya.
Bernadus bersama istri dan cucunya pun memilih bertahan di rumah keluarga dan terus terjaga hingga pagi.
Minggu (4/4) pagi, Bernadus kembali ke wilayah rumahnya. Ia dapati rumahnya yang nyaris tidak berbentuk lagi. Sebagian bangunan roboh. Kamar lenyap beserta isinya. Dan di beberapa bagian kemasukan lumpur padat. Dua motor GL Max dan Supra X tertanam di dalam lumpur. Satu unit mobil tergeser begitu jauh dari tempatnya. Ternak miliknya ikut terbawa banjir.
Sedangkan gereja tetap kokoh. Namun seluruh ruangan penuh lumpur. Tampak tabernakel pada posisinya. Demikian juga patung Yesus, tidak tergeser sedikit pun dari tempatnya. Di depan altar gereja terdapat salib Yesus tergantung seperti biasanya.
Padahal, kata Bernadus, letak gereja lebih dekat dengan kali mati, tempat luapan banjir mengalir deras. Sebagian sisi gereja dihantam banjir, namun masih elok kelihatannya dari jalan raya.
Banjir bandang tersebut, menelan puluhan korban jiwa di Desa Amakaka. Beberapa unit rumah roboh dan hilang terbawa banjir. Fasilitas umum seperti sekolah rusak parah. Tiang-tiang listrik merayap di tanah.
Kepala Desa Amakaka, Thomas Tiro tak sanggup menyatakan perasaannya saat selamat dari bencana tersebut.
Lewat akun FB, Erwin Yofie, ia menulis: “TOLONG…
AMAKAKA BERDUKA
BERAPA PULUH JIWA MELAYANG..DAN BERAPA PULAH RUMAH HILANG..
MINTA TOLONG EVAKUASI WARGA YANG TERTIMBUN😭😭😭😭saya Tidak sanggup..
Masih ada jiwa yg hilang😭😭
Kejadian sekitar jam 1.30 dini hari
😭😭😭😭😭😭😭😭😭.”
Rumahnya hilang disapu banjir. Yang tersisa kini hanya tiang-tiang bangunan yang berdiri tegak. Tampak batang besi dan pecahan semen yang tersisa di dinding rumahnya itu, kian rapuh.
Saat ini, proses evakuasi korban terus dikerahkan oleh aparat TNI/Polri, serta relawan dan komunitas masyarakat setempat.
Yurgo Purab