Labuan Bajo, Ekorantt.com – Anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia (RI), Romanus Ndau Lendong meminta rencana pembangunan geothermal di Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat dihentikan untuk sementara waktu. Hal itu lantaran adanya penolakan warga dan ibu-ibu.
“Sejauh masyarakat belum mendapat pemahaman yang memadai tentang geothermal. Jangan dilanjutkan dulu pembangunannya,” ujar Romanus Lendong saat diwawancarai Ekora NTT, Selasa (25/5/2021).
Menurutnya, warga lingkar geothermal perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai. Sebab kekhawatiran warga yang menolak bukan tanpa dasar, tetapi tempat itu adalah habitat, ruang hidup, dan nafas bagi mereka. Merekalah yang paling berhak menentukan pembangunan itu.
Ia menjelaskan, listrik salah satu kebutuhan vital bagi masyarakat. Tetapi kalau mengorbankan begitu banyak hal baru, pembangunan tersebut dihentikan dulu.
“Menurut saya tidak ada kemendesakan. Kita di sana sudah terbiasa hidup dalam kegelapan begitu lama. Jadi jangan dipaksa. Karena buat masyarakat hidup dalam kegelapan daripada hidup dalam ketakutan,” ujarnya.
Dikatakan, pembangunan itu adalah proses pembebasan orang. “Jangan sampai dia bebas dari kegelapan, tetapi tidak bebas dari ketakutan. Itu yang harus diperhatikan,” tegasnya.
Yang paling efektif lanjut Roman, sosialisasi dilakukan oleh masyarakat setempat. Karena itu perlu dilakukan edukasi sosial, dan pemahaman terkait geothermal agar masyarakat menjadi aktor sosialisasi di tingkat masyarakat.
Ia mengatakan Pemkab Mabar harus tegas dan meminta Kementrian ESDM untuk mengedukasi masyarakat. Riak dan penolakan warga menjadi dasar bagi ESDM untuk lebih aktif lagi melakuakan sosialisai.
“Ini kan proyek simalakama. Tidak ada proyek kita gelap. Ada proyek justru menimbulkan ketakutan baru. Bagaimana skenario mereka. Apalagi ada kenyataan geothermal mendatangkan akibat-akibat lain. Pemda jangn paksakan,” pungkasnya.
Roman mengaku pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)- Republik Indonesia terkait program Flores Geothermal Island (FGI).
“Saya sudah minta kepada ESDM supaya dibuat sosialisasi yang komprehensif. Bila perlu gali juga dari masyarakat. Apa saja pandangan mereka tentang itu. Kalau mereka masih awam tentang geothermal, ESDM yang salah,” ujarnya.
Kepada ESDM, lanjut Roman, pihaknya meminta untuk melakukan sosialisasi di seluruh Flores dengan menghadirkan tokoh masyarakat, tokoh gereja, dan Pemda. Sebab tidak cukup hanya dengan dinas terkait.
“Setidaknya tiga kali sosialisasi. Nanti satu untuk tiga Manggarai, satunya untuk Ngada, Nagekeo dan Ende, satunya Flotim, Lembata dan Sikka. Jadi memang mesti ada penggalian atau desiminasi informasi yang komperhensif, termasuk kegelisahan masyarakat kepada siapa mereka bertanya,” bebernya.
Ia menambahkan, pihaknya juga meminta agar ESDM membawa beberapa orang Flores untuk studi banding di tempat-tempat yang menurut mereka geothermal itu sukses. Sehingga ada pertukaran gagasan, ide, bersama masyarakat yang merasakan manfaat geothermal.
“Saya sudah kondisikan dengan mereka supaya bawa wartawan, tokoh masyarakat dari tiap kabupaten. Itu dilakukan. Apalagi menutur informasi di Flores ada 20 titik. Karena saya bilang kalau bangun tetapi satu orang mulai protes itu yang mesti dipikirkan. Karena masyarakat terbelah. Itu juga merusak kohesi sosial,” pungkasya.
Sebelumnya Bupati Manggarai Barat (Mabar) Edistasius Endi, memantau titik pengeboran proyek geothermal di Wae Sano, Sabtu (22/5/2021).
Bupati Edi Endi didampingi Ketua DPRD Martinus Mitar, Romo Vikep Labuan Bajo, Rikardus Manggu, staf Kementrian SDM dan pihak perusahaan, Mantan Kepala Desa Wae Sano, Yosep Subur.
Saat memantau salah satu titik di Kampung Nunang, Edi Endi tiba-tiba didatangi sekelompok ibu-ibu. Tampak seorang ibu yang mengenakan sarung merah, memegang tangan Bupati Edi sembari meminta tolong. Sementara beberapa di antaranya berteriak tolak.
“Bgaiamana nasib kami kalau proyek ini jadi. Titik-titiknya ada di sekitar rumah kami,” mohon seorang ibu kepada Bupati Edi. “Kami tidak terima titik ini. Tolak. Tolak. Kami tolak. Kami tidak terima titik ini. Kami tidak setuju. Kami ada listrik,” teriak ibu-ibu yang lain.
Sementara itu, Bupati Edi Endi merespon aksi yang dilakukan ibu-ibu itu. “Dengar dulu mau selesai atau tidak kamu punya masalah. Ia kamu diam,” ujarnya semabari mengingatkan para ibu-ibu dengan nada tinggi.
“Mau selesai tidak ini masalah. Dengar dulu. Saya kan sudah bilang termasuk saya, saya tidak tahu di mana titiknya. Begitu. Supaya clear,” tambah politisi NasDem itu.
Sandy Hayon