Labuan Bajo, Ekorantt.com – Wacana proyek geothermal Wae sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) telah bergulir sejak 2017 silam. Proyek ini mendapat penolakan dari banyak pihak. Salah satunya gereja Katolik Keuskupan Ruteng.
Lima bulan setelah ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng pada Kamis (19/3/2020) silam, Mgr Siprianus Hormat merespons niat pemerintah yang akan membangun proyek panas bumi di Wae Sano. Ia bahkan menyurati Presiden Joko Widodo untuk tidak melanjutkan proyek pengeboran panas bumi di Desa Wae Sano.
Dilansir mediaindonesia, melalui surat tertanggal 9 Juni 2020, Uskup Sipri menyampaikan empat hal penting yang menjadi alasan proyek tersebut harus dihentikan.
Pertama, mayoritas masyarakat Desa Wae Sano yang bertempat tinggal di wilayah eksplorasi menolak proyek tersebut karena lokasi pengeboran dan fasilitas pendukungnya seluas 17,76 hektare berada persis di dalam ruang hidup warga setempat.
“Misalnya titik pengeboran di Kampung Nunang hanya berjarak 20 hingga 30 meter dari pusat kampung dan 100 meter dari gereja Katolik. Demikian juga sumur pengeboran dan pembuangan limbah berada dalam lingkungan pemukiman dan ruang hidup warga setempat,” tulis Uskup Sipri.
Kedua, rencana titik eksplorasi hanya berjarak 200 meter dari Danau Sano Nggoang yang memiliki luas 512 hektare dengan letak ketinggian 757 meter.
Menurut Uskup Sipri, eksplorasi dan eksploitasi panas bumi beserta pembuangan limbah sangat berpotensi destruktif bagi danau yang selama ini menjadi penyangga keragaman hayati dan ekologi di wilayah ini dan sudah menjadi salah satu destinasi wisata alam yang sangat menjanjikan dalam desain destinasi wisata premium di Labuan Bajo.
Ketiga, sebagian masyarakat setempat menolak menyerahkan tanah mereka untuk dijadikan lahan eksplorasi dan eksploitasi serta menolak rencana evakuasi dan relokasi penduduk.
Keempat, adanya konflik sosial yang terjadi antara masyarakat yang tinggal di lokasi eksplorasi demi mempertahankan tanah dan keutuhan ruang hidup mereka dengan warga sekitar yang menyetujui pelaksanaan proyek ini.
“Bahkan kami juga mendapat pengaduan warga yang merasa diintimidasi oleh kehadiran aparat TNI dan Kepolisian serta Satpol PP dalam berbagai kegiatan tahapan perusahaan selama ini,” ungkap Uskup Sipri.
Proyek ini setelah dikaji secara cermat, kata dia, hanya membawa mudarat yang besar bagi masyarakat karena punya daya destruktif bagi kehidupan masyarakat sekitar.
“Dan itu menyangkut rusaknya alam, sumber air bersih, udara, mata pencaharian berupa lahan pertanian, dan juga hewan peliharaan,” kata Uskup Siprianus.
Ia juga menilai proyek tersebut tidak sejalan dengan cita-cita Presiden Jokowi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang berwawasan holistik (ekonomis, ekologis dan kultural).
“Dari lubuk hati yang paling dalam kami merekomendasikan kepada Bapak Presiden untuk tidak melanjutkan proyek pengeboran panas bumi di Wae Sano,” tulisnya di bagian akhir surat.
September 2020
Tiga bulan setelah surat itu dilayangkan ke Presiden Jokowi, pada Jumat (18/9/2020) di Ruteng, tim pemerintah pusat yang dipimpin Yando Zakaria dari Anggota Tim Penasihat Senior pada Kantor Staf Presiden mendatangi Uskup Siprianus untuk membahas rencana proyek tersebut.
Dalam pertemuan itu, Uskup Sipri kembali menegaskan beberapa poin yang sudah tertuang dalam surat kepada Presiden Joko Widodo pada 9 Juni.
Kementerian ESDM yang diwakili Sahat Simangunsong menjelaskan keuntungan proyek tersebut, seperti kebutuhan energi listrik yang stabil dan berkelanjutan dari sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan.
“Proyek ini bertujuan memanfaatkan potensi 45 MW energi panas bumi untuk menyuplai kebutuhan puluhan ribu rumah tangga dan industri, khususnya dari sektor pariwisata,” katanya.
Menjawab surat Uskup Ruteng, Yando Zakaria menegaskan komitmen pemerintah pusat bahwa proyek itu tidak akan mengganggu keberadaan pemukiman/kampung dan kehidupan di dalamnya.
Ia juga menjamin bahwa proyek itu tidak akan mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk sistem pertanian lingko, pengelolaan situs warisan budaya dan/atau daerah keramat.
Keuskupan Ruteng dan tim pemerintah pusat bersepakat untuk bekerja sama dalam menangani persoalan yang ada secara holistik dan memuaskan para pihak. Karena itu perlunya komunikasi dan informasi yang benar, transparan, dan jujur; adanya mekanisme penanganan masalah yang dialogal dan partisipatif.
“Untuk itu, perlu diadakan dialog dengan semua pihak khususnya dengan warga Wae Sano. Pentingnya pemulihan integrasi dan perdamaian dalam masyarakat lokal,” demikian kesepakatan itu.
Selain itu disepakati tentang mutlaknya pendalaman bersama tentang dampak positif maupun negatif dari proyek, perlunya kerja sama yang dipayungi oleh kesepakatan tertulis yang mengikat dengan mekanisme kerja yang mantap serta rencana aksi yang tepat.
Disebutkan bahwa segala upaya kerja sama tersebut bertujuan demi terwujudnya pembangunan yang holistik dan berkelanjutan serta terarah kepada kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
Satu Bulan Kemudian
Sebulan kemudian, Jumat (2/10/2020), Uskup Sipri dan Dirjen Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM FX Sutijastoto meneken nota kesepahaman (MoU) untuk menyelesaikan secara komprehensif permasalahan sosial eksplorasi panas bumi Wae Sano.
Isinya adalah kerja sama yang intensif untuk penyelesaian komprehensif terhadap masalah-masalah sosial yang muncul dalam rencana eksplorasi geotermal di Wae Sano.
Nota kesepahaman itu disusun untuk menjadi payung kerja sama yang mantap untuk menjawab keresahan masyarakat lokal, sekaligus mencari model pembangunan geothermal yang mengedepankan aspek keamanan dan keselamatan warga lokal serta meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Dalam MoU tersebut pemerintah berkomitmen menjaga kelestarian sosial lingkungan termasuk kelangsungan keanekaragaman hayati dan ekosistem sebagai penyangga kehidupan, keberlanjutan sosial termasuk kegiatan ekonomi dan kegiatan budaya serta situs warisan budaya termasuk sistem pertanian lingko dan/atau daerah keramat, serta kesehatan dan keselamatan masyarakat di sekitar lokasi kegiatan Penyediaan Data dan Informasi Panas Bumi di area panas bumi Wae Sano.
Untuk itu, akan dilakukan kajian tentang titik eksplorasi dan lokasi Well Pad yang sesuai dengan komitmen ini.
Selain itu juga akan disusun konsep Community Development yang berbasis potensi setempat antara lain dalam rangka mendukung pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, pertanian, perkebunan, peternakan, pengembangan infrastruktur (jalan, air bersih, kesehatan, pendidikan) dalam kerja sama dengan instansi-instansi pemerintah pusat, provinsi, dan daerah.
Sementara pihak Keuskupan Ruteng berkomitmen menjadi gembala yang mengayomi semua pihak dalam rangka menemukan solusi komprehensif terhadap program pemanfaatan panas bumi di Wae Sano yang membawa manfaat bagi semua pihak.
Selain itu juga berkomitmen membantu pemerintah dan masyarakat dalam menemukan solusi yang tepat dan komprehensif melalui kerja sama yang transparan, jujur dan kredibel.
Uskup Sipri Surati Jokowi
Pada Sabtu (29/5/2021) Uskup Siprianus Hormat menyurati presiden Joko Widodo perihal kelanjutan proyek panas bumi (geothermal) Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) NTT.
Menurut Uskup Sipri, surat tersebut berdasarkan dialog dan kerja sama intensif antara pihak pemerintah, gereja Katolik dan masyarakat Wae Sano.
Dalam surat bernomor 154/II.1/V/2021 itu, Keuskupan Ruteng mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah menanggapi secara sungguh problematika sosial yang timbul dari rencana proyek geothermal Wae Sano, seperti yang terungkap dalam surat pada tanggal 9 Juni 2020 silam.
Melalui Dirjen EBTK, Pemerintah telah mengadakan MOU dengan Keuskupan Ruteng pada tanggal 2 Oktober 2020 untuk mencari solusi komprehensif atas persoalan sosial yang muncul dari proyek tersebut.
“Kami mengapresiasi pemerintah yang melibatkan para pihak termasuk Gereja Katolik dalam perjuangan bersama untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” demikian isi surat itu.
“Hal ini kayanya menjadi pola kerja sama ke depan, karena pemerintah dan gereja sesungguhnya memiliki tanggung jawab bersama untuk melayani manusia yang sama (warga atau umat),” sambungnya.
Menurut Uskup Sipri, pemerintah melalui Tim Bersama Pengelolaan Sosial Proyek Panas Bumi Wae Sano telah melakukan berbagai kegiatan sosialisasi (pencerahan) intensif maupun dialog yang transparan dengan berbagai elemen dalam Gereja Katolik dan dengan masyarakat Wae Sano.
Pihak Keuskupan Ruteng memahami dan dapat menerima penjelasan dari pihak pemerintah tentang persoalan yang menjadi keprihatinan masyarakat Wae Sano.
Pihaknya, kata Uskup Sipri, mengapresiasi jaminan pemerintah atas keamanan proyek geothermal tersebut, eksistensi kampung dan situs adat (tak ada relokasi permanen), pembentukan lembaga mekanisme pengaduan masyarakat, serta komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Wae Sano dan mengembangkan kehidupan ekonomi kawasan tersebut (Livelihood Restoration Program/Benefit Sharing Program).
Dijelaskan, berdasarkan identifikasi dan kajian isu strategis, Tim Bersama Pengelolaan Sosial telah merekomendasikan titik bor alternatif (Welipad A) dan akses jalan masuk alternatif (melingkari danau) untuk mengurangi resiko sosial dari proyek geothermal tersebut sekaligus membuka isolasi wilayah serta meningkatkan potensi ekonomi dan pariwisatanya.
Selain itu dalam dialog intensif dengan warga terungkap pentingnya integrasi proyek panas bumi dengan berbagai kegiatan community developmeni (CDP) dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat Wae Sano di bidang pertanian melalui penyediaan Iahan pertanian berkelanjutan.
Hal itu dilakukan, berupa pembebasan hutan produksi, pariwisata (ekowisata), pendidikan (fasilitas dan beasiswa), kesehatan, kesempatan kerja (tenaga lokal untuk proyek), dan bantuan modal usaha.
Sejalan dengan itu, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat melalui Bupati Editasius Endy, dan Wakil Bupati, Yulianus Weng, terlibat proaktif dan kreatif melalui dialog dengan warga Wae Sano dalam mengupayakan pembangunan geothermal yang menjamin keselamatan hidup dan ruang hidup warga, serta memberikan manfaat sebesar besarnya bagi kesejahteraan masyarakat di wilayah ini.
Atas pertimbangan itu, pihaknya lanjut Uskup Sipri, merekomendasikan tindak lanjut proses proyek geothermal Wae Sano untuk menyediakan energi listrik terbarukan yang ramah lingkungan demi kemajuan bangsa dan wilayah Manggarai Barat.
Sandy Hayon