Ruteng, Ekorantt.com – ‘Bertemu orangtua bukan jaminan menuju pelaminan’. Demikian kalimat yang cocok untuk kisah perjalanan asmara Maria Olga Jelimun (25) dengan Plasidus Asis Deornay.
Olga yang berasal dari Anam, Desa Bulan, Kecamatan Ruteng, bekerja sebagai dosen di salah satu Universitas di Bali. Sedangkan Asis seorang pengacara yang kini menetap di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Kisah cinta keduanya berawal dari perkenalan di facebook, dan berakhir dengan perkara. Dari perkara adat hingga perkara di kepolisian.
“Saya dengan beliau sudah disahkan secara adat istiadat Manggarai yang dalam istilah kami disebut pongo/rekak,” cerita Olga kepada Ekora NTT, Jumat (18/6/2021).
Namun, lanjutnya, Asis memilih untuk tidak melanjutkan hubungan cinta mereka ke tahap pernikahan.
“Dalam adat Manggarai, barang siapa dari kedua belah pihak yang membatalkan pertunangan itu (tu’a tuka ngampang bara) akan menerima sanksi adat (tala) yang nominalnya telah disepakati bersama,” jelas Olga.
Olga menceritakan, sesuai kesepakatan awal, sanksi atau denda yang harus dibayar Asis senilai 100 juta rupiah dan satu ekor kerbau. Namun, pihak Asis meminta keringanan.
“Karena rasa kemanusiaan, keluarga saya dan saya menyetujui permintaannya tersebut menjadi 50 juta dan satu ekor kerbau yang digantikan dengan uang sejumlah 10 juta. Tetapi realisasinya tidak ada dan pa Asis mengingkari semuanya,” tuturnya.
Menurut Olga, ia dan keluarga besarnya melapor ke polisi karena Asis telah dua kali mengingkari kesepakatan untuk membayar denda adat itu.
“Dan tanpa konfirmasi yang jelas kepada kami keluarga, sehingga membuat kami menunggu dengan tidak ada kepastian,” ucapnya.
Selain melapor ke kepolisian, Olga dan keluarganya juga mendatangi Kantor DPRD Manggarai.
Menurut Olga, mereka menyambangi kantor itu untuk memberitahukan bahwa saksi dan penjamin dari surat kesepakatan kasus tersebut adalah seorang anggota DPRD.
Klarifikasi Asis
Terpisah, Asis termengisahkan bahwa ia dan Olga mulai berkenalan di facebook sekitar Mei 2020. Namun, dalam perjalanan waktu, hubungan mereka sering berdinamika hingga berujung pada urusan adat.
Pada 16 Juni 2021, Asis mengaku mendapatkan kabar bahwa Olga dan keluarga mendatangi kantor DPRD Manggarai dan meminta pertanggungjawaban salah satu anggota DPRD yang menjadi saksi dalam persoalan mereka.
Mendapat kabar itu, ia bergegas ke Ruteng untuk melihat lebih dekat apa yang sesungguhnya terjadi.
“Karena tidak kunjung menemukan hasil yg diharapkan, beberapa jam lagi saya mendapatkan kabar bahwa Ibu Olganita dan keluarga besarnya melaporkan saya ke Polres Manggarai untuk diproses hukum. Dan katanya bertemu Bupati Manggarai,” jelasnya.
Menurut Asis, persoalan adat – apalagi tentang sanksi adat – hanya bisa diselesaikan oleh hukum adat itu sendiri.
Ia mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak berniat untuk mengkhianati kesepakatan denda adat yang telah ditandatangani.
Menurut Asis, ia belum memenuhi hasil kesepakatan denda adat tersebut karena belum punya uang.
Ia mengaku tetap mengupayakan agar uang tersebut dibayar dalam waktu dekat.
“Yang jelas saya masih upayakan agar hasil kesepakatan kemarin itu saya bayar. Saya sudah hubungi pihak keluarga dari si enu (wanita) meminta agar jadwal pembayarannya diundur lagi karena saya tidak pegang uang. Tetapi pihak keluarga wanita tidak memberikan respon terkait permintaan saya,” tutup Asis.
Adeputra Moses