Borong, Ekorantt.com – Seorang remaja laki-laki terlihat berlari memasuki halaman rumahnya di Kampung Jengok, Desa Bangka Kantar, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur pada Jumat (7/1/2022) siang. Keringatnya tampak membasahi keningnya.
Di dalam rumahnya sekitar lebih dari 20 orang sedang duduk: ada relawan KKI dan sejumlah warga sekitar.
Remaja bernama lengkap Egi Yohanes Bahur (13) itu, buru-buru ke rumahnya setelah mendengar kabar ada relawan KKI yang datang berkunjung.
“Tadi setelah pulang sekolah, saya ada kerja angkat batu-bata di rumah salah satu warga di sini,” katanya kepada Ekora NTT yang ikut bersama rombongan KKI.
Relawan KKI mendatangi rumah Egi setelah mendapat informasi bahwa ibunya mengalami sakit gangguan jiwa. Para relawan kelompok peduli ODGJ itu datang untuk melihat sekaligus memberikan penguatan serta edukasi kesehatan jiwa kepada keluarga tersebut.
Ibunda Egi, MN, mengalami sakit sejak 2013. Ia selalu bicara sendiri dan menaruh curiga kepada setiap orang yang datang ke rumahnya.
“Kami di sini memang kasihan dengan kondisi ibu MN. Tetapi kami tidak bisa membantu karena dia selalu curiga dan bahkan memaki orang yang datang ke rumahnya,” kata salah seorang warga Jengok.
MN memiliki tujuh orang anak. Anak sulung hingga anak kelima telah berkeluarga dan tinggal jauh dengan mereka. Ada yang merantau ke Malaysia dan Kalimantan.
Setelah suaminya meninggal, MN tinggal bertiga dengan kedua anaknya, Egi dan Linda. Egi kini duduk di bangku kelas dua SMP Negeri 8 Borong. Linda kelas satu SMK Tiara Nusa Borong.
Sejak Linda masuk SMK pada Juli 2021, ia tinggal di asrama karena jarak ke sekolah cukup jauh, sekitar 7 Km.
Kini, MN hanya tinggal berdua dengan Egi, putra bungsunya.
“Sejak kakak saya tinggal di asrama, saya yang urus mama. Saya yang masak, cuci, dan mengerjakan semua pekerjaan di rumah,” tutur Egi.
Egi mengisahkan, sejak ayahnya meninggal, setelah pulang sekolah, ia selalu berusaha mendapatkan uang. Biasanya ia bekerja serabutan.
“Saya kerja itu mulai kelas enam SD. Saya biasa kerja bajak orang punya sawah, tanam padi, dan kerja apa saja yang bisa menghasilkan uang,” katanya. “Dari pekerjaan-pekerjaan itu, saya dapat upah 10 hingga 20 ribu rupiah.”
Uang hasil kerjanya itu, kata dia, digunakan untuk membeli kebutuhan sekolah dan pakaian serta kebutuhan lainnya.
“Kalau uang sekolah dikirim oleh kakak yang kerja di Malaysia. Begitu juga untuk beli beras dan kebutuhan lainnya di rumah. Kadang uang yang kakak kirim itu tidak cukup untuk penuhi kebutuhan kami,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa hingga saat ini, ia dan Linda belum mendapat bantuan Program Indonesia Pintar (PIP).
Linda yang kebetulan sedang berada di rumahnya saat kunjungan KKI, juga mengaku demikian.
“Dulu masih SMP, saya juga biasa pergi kerja tanam padi di orang punya sawah untuk mendapatkan uang,” ceritanya.
Saat ini, kata dia, dalam seminggu, ia selalu datang ke rumah untuk melihat kondisi ibu dan adiknya.
“Saya sebenarnya tidak tegah untuk tinggal jauh dari mereka. Tetapi mau bagaimana lagi. Saya tidak bisa jalan tujuh kilometer pergi-pulang sekolah,” katanya.
Egi mengatakan, sejak ibunya sakit, baru sekali petugas kesehatan datang berkunjung dan memberikan obat.
“Sekitar dua bulan lalu petugas kesehatan datang hantar obat. Mama tidak mau minum itu obat,” katanya. “Sampai saat ini, mereka tidak pernah datang lagi.”
Egi dan Linda berharap agar petugas kesehatan memperhatikan kondisi ibu mereka.
“Kami ingin mama sehat seperti dulu,” kata Linda.
Rosis Adir