Mbay, Ekorantt.com – Hutan mangrove di Desa Marapokot, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo kini menjadi salah satu destinasi wisata yang diminati banyak pengunjung. Hutan bakau yang mulanya hanya berfungsi untuk menahan abrasi pantai, kini dikemas menjadi tanam wisata andalan.
Adalah sekelompok anak muda di Desa Marapokot-Mbay yang berupaya menggali dan memanfaatkan potensi hutan bakau menjadi destinasi wisata baru. Mereka membangun spot-spot seperti jembatan dan tempat bersantai.
Spot wisata yang satu ini cocok buat orang yang ingin melepas penat dari kesibukan kerja. Ditambah dengan sejuknya udara pantai, disertai angin sepoi-sepoi membuat pengunjung betah. Bahkan menjadi tempat untuk mendapatkan inspirasi baru.
Stefani, Roslin, dan Petra adalah pengunjung yang kebetulan ditemui Ekora NTT di Taman Wisata Mangrove Marapokot, dua pekan lalu. Mereka mengaku bangga dengan adanya wisata mangrove di Mbay.
“Ini tempat sebenarnya indah. Hanya butuh beberapa fasilitas tambahan seperti toilet, kamar mandi, dan tempat-tempat jajanan,” kata Stefani kepada Ekora NTT.
“Iya, karena mungkin hanya satu-satunya wisata mangrove di Nagekeo,” sambung Petra.
Ketiganya mengaku sudah lebih dari tiga jam bersantai-santai di Taman Wisata Mangrove Marapokot. Selain jauh dari hiruk pikuk keramaian, mereka betah karena dapat menghirup udara segar.
“Di sini udara sangat sejuk, lagi pula karena bakaunya banyak. Kami sangat suka tempatnya,” kata Roslin.
Roslin menambahkan, taman wisata mangrove bakal menjadi spot wisata primadona karena mudah dijangkau, berada di pinggir Kota Mbay yang hanya dapat ditempuh 15 hingga 20 menit.
Tinggal dipoles sedemikian rupa dengan tetap menjaga keasilan alam bakau, kata Roslin. Penting juga gerakan menanam bakau lebih banyak lagi agar benar-benar memberi keteduhan dari teriknya sinar matahari.
“Tempat wisata itu kan, pada intinya membuat orang nyaman. Kalau nyaman, nah pasti akan terus dikunjung. Tapi ini sudah membaik, hanya tambah beberapa fasilitas tadi,” katanya.
Dikelola Orang Muda
Kepala Desa Marapokot, Petrus C. Reta mengatakan, Wisata Mangrove Marapokot juga diintervensi oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo. Rencananya, akan dikelola oleh kelompok orang muda di wilayah Desa Marapokot.
“Nanti dimulai dulu oleh masyarakat, kami hanya mendukung. Pemerintah desa akan bangun semacam lopo-lopo dan fasilitas pendukung lainnya,” ujar Petrus.
Petrus menerangkan, pembangunan fasilitas pendukung di Taman Wisata Mangrove Marapokot sebenarnya sudah direncanakan pada tahun anggaran 2019 hingga 2020. Hanya semua anggaran direfokusing untuk kepentingan pemulihan ekonomi masyarakat akibat Covid-19.
“Jalan juga sudah dibangun oleh pemerintah. Kita berencana akan membuat tempat wisata mangrove dengan tetap mengedepankan sisi lingkungan. Sejak dua tahun memang dianggarkan juga untuk buka akses ke kawasan wisata air panas tapi masalah Covid-19,” beber Kades Petrus.
Petrus menyebutkan, luas kawasan hutan mangrove bisa mencapai 20 hektare ke wilayah Tonggurambang.
Pemerintah Desa Marapokot sendiri belum menggarap potensi wisata mangrove secara keseluruhan karena terganjal anggaran yang dipotong bagi warga terdampak Covid-19.
“Kita bahu membahu, kalau masalah Covid-19 selesai dan anggaran yang ada kita bisa kembangkan tempat wisata itu lagi. Kalau sekarang memang masalah yang kita hadapi adalah sampah bawaan. Sampah selalu masuk ke kawasan itu, karena memang di sekitar kawasan wisata itu ada saluran pembuangan irigasi Mbay,” tutur Kades Petrus.
Ian Bala