Hasil Survei KRPA: Pelecehan Seksual Selama Pandemi Sangat Tinggi

Borong, Ekorantt.com – Pelecehan seksual di ruang publik selama pandemi COVID-19 di Indonesia sangat tinggi dan membahayakan, demikian menurut hasil survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA).

KRPA – yang terdiri dari Hollaback! Jakarta, perEMPUan, Yayasan Lentera Sintas Indonesia, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (Jakarta Feminist), dan Dear Catcallers Indonesia – mengadakan Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik selama 16 hari, pada akhir 2021.

Dari analisis data survei yang diikuti oleh lebih dari 4000 responden yang tersebar di 34 provinsi ini, ditemukan bahwa  4 dari 5 responden perempuan di Indonesia mengalami pelecehan seksual selama pandemi.

Kemudian, 3 dari 10 responden pria mengalami hal serupa. Dan,  4 dari 5 responden gender lainnya – non-binary, transpuan, transpria, dan identitas gender lainnya – juga mengalami pelecehan seksual pada saat pandemi.

Survei KRPA menemukan bahwa pelecehan seksual masih banyak terjadi di ruang publik fisik (offline) dan bahkan meluas hingga ke ruang-ruang digital(daring/online).

Responden yang mengalami pelecehan seksual mengungkapkan bahwa mereka paling sering mengalami pelecehan seksual di ruang publik seperti jalanan umum atau taman (70% responden); kawasan pemukiman (26% responden); transportasi umum, termasuk sarana dan prasarananya (23% responden); toko, mall, dan pusat perbelanjaan (14% responden); dan tempat kerja (12% responden).

Kemudian, di ranah digital/online, pelecehan seksual paling tinggi terjadi di media sosial (42% responden), aplikasi chat (33% responden), aplikasi kencan daring (9% responden), ruang permainan virtual (4% responden), dan ruang diskusi virtual (2% responden).

Mewakili KRPA, Anindya Vivi menyatakan, selama pandemi COVID-19, lokasi terjadinya pelecehan seksual semakin meluas hingga ke ruang terkait kesehatan dan COVID-19. 

Fasilitas kesehatan, lokasi pemeriksaan tes COVID-19, dan tempat karantina pasien COVID-19 dilaporkan menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual oleh 134 responden, kata Vivi.

“Bahkan 44 responden melaporkan bahwa pelaku pelecehan adalah tenaga kesehatan” ujarnya saat launching hasil survei KPRA secara daring, Senin, 31 Januari 2022.

Dalam peluncuran hasil survei ini, KRPA juga mengeluarkan data terkait identitas pelaku pelecehan. 

Menurut hasil survei, identitas pelaku pelecehan seksual antara lain adalah orang tak dikenal, teman, rekan kerja, penyedia jasa transportasi, tetangga, dan anggota keluarga.

“Data ini kembali memecah mitos yang banyak orang yakini bahwa pelecehan seksual hanya dilakukan oleh orang tak dikenal, padahal sebenarnya banyak juga dilakukan oleh orang yang korban kenal, bahkan anggota keluarga sendiri,” kata Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan, menanggapi hasil survei.

Temuan lain dari survei ini juga menyatakan bahwa kebanyakan orang yang mengalami pelecehan seksual tidak menikmati pengalamannya dan menolak anggapan masyarakat bahwa pelecehan merupakan pujian.

“Orang yang mengalami pelecehan banyak mengaku kalau mereka merasa tidak nyaman, kesal, dan marah. Beberapa responden juga mengaku kalau mereka merasa depresi hingga terpikir untuk bunuh diri,” ujar Vivi.

Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa perempuan dan gender minoritas lainnyacenderung mengalami pelecehan seksual di ruang publik, enam kali lebih besar daripada laki-laki selama pandemi COVID-19.

Rastra Yasland dari KPRA mengatakan pelecehan seksual saat pandemi adalah isu besar yang harus direspons secara serius, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

“Pelecehan seksual mempersulit masyarakat hidup di tengah krisis akibat pandemi COVID-19,” katanya.

Menurutnya, ancaman keselamatan menjadi berlapis di masa pandemi ini, di mana dua dari tiap tiga responden surveimenyatakan pelecehan seksual memperparah situasi dan perasaan mereka.

KRPA mengajak semua orang untuk #GerakBersama melawan pelecehan seksual menggunakan data survei ini agar membentuk ruang publik yang aman di lingkungan masing-masing.

Rosis Adir

spot_img
TERKINI
BACA JUGA