Perubahan Iklim Ancam Nelayan Tradisional di NTT

Kupang, Ekorantt.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT meminta pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan tradisional di tengah ancaman perubahan iklim global.

Koordinator Divisi Perubahan Iklim dan Kebencanaan WALHI NTT, Dedy Febrianto Holo mengatakan perubahan iklim global memungkinkan nelayan sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Saat ini nelayan justru kesulitan memprediksi dengan baik musim penangkapan ikan, tentu saja ini berpengaruh besar terhadap pendapatan ekonomi dan meningkatnya risiko melaut nelayan di NTT,” kata Dedy dalam press rilis yang diterima media ini pada Rabu (06/04/2022) sore.

Selain itu, pendangkalan muara sungai akibat perubahan iklim juga turut membuat masyarakat pesisir dan nelayan tradisional kesulitan dalam melaut untuk menangkap ikan.

Sebab itu, perlu adanya strategi adaptasi bagi masyarakat pesisir dan nelayan tradisional.

Pemerintah di NTT, lanjut Dedy, perlu mendorong partisipasi dan peran masyarakat pesisir dan nelayan tradisional di pulau-pulau terpencil dalam mengkampanyekan isu  perubahan iklim di NTT.

“Terutama tentang pengaruhnya dengan ekosistem perairan yang menjadi ruang hidup nelayan. Sebab mereka tidak bisa mencari ikan dan mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka,” ujar Dedy.

Dedy menambahkan memperingati Hari Nelayan Nasional (HNN) yang jatuh pada 6 April ini jadi momentum bagi Pemprov NTT untuk melakukan penguatan sistem adaptasi dan mitigasi nelayan tradisional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Mendorong partisipasi dan memperkuat partisipasi nelayan menjadi kuncinya. Pemerintah perlu mendorong adanya adaptasi sumber daya pesisir seperti kawasan mangrove sebagai pilihan alternatif nelayan mencari ikan,” kata Dedy.

Menurut Dedy sejauh ini adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim masih pada pola adaptasi yang sifatnya reaktif.

Hal ini dikarenakan nelayan tradisional di NTT relatif terbatas mendapatkan akses informasi sehingga bentuk adaptasi yang lebih antisipatif belum berjalan baik.

Oleh karena itu, WALHI NTT merekomendasi kepada pemerintah di NTT sebagai berikut :

  1. Memastikan sistem informasi adaptasi dan mitigasi di wilayah pesisir terutama di kelompok nelayan agar berjalan dengan baik dan bekelanjutan.
  2. Pemerintah di NTT perlu menelaah kembali kebijakan pembangunan industri pariwisata di wilayah-wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mengabaikan keselamatan warga dan daya dukung  lingkungan hidup.
  3. Pemerintah di NTT perlu memberikan pelatihan dan penguatan kapasitas sumber daya manusia bagi warga dan nelayan di wilayah pesisir dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim serta dampaknya.
  4. Pemerintah di NTT harus memastikan keberlanjutan dan pelestarian kawasan mangrove di wilayah pesisir.
  5. Kebijakan pembangunan harus bersahabat dengan nelayan (adanya perlindungan) di wilayah pesisir NTT.
  6. Pemerintah harus serius dalam mengimplementasikan Rencana Aksi Daerah Adapatasi Perubahan Iklim (RAD-API ) dengan melibatkan masyarakat dan nelayan.
  7. Pengetahuan lokal masyarakat dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim perlu diperkuat kembali oleh pemerintah di NTT lewat berbagai kegiatan atau pelatihan yang berbasis pada nilai dan kearifan lokal.
  8. Tegas menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
  9. Menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
spot_img
TERKINI
BACA JUGA