PPMAN Layangkan Surat ke Polres Nagekeo, Ini Isinya!

Mbay, Ekorantt.com – Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) melayangkan surat tanggapan dan pernyataan sikap kepada Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata, pada Senin (16/5/2022) siang.

Surat bernomor 44/PPMAN-V/2022 yang ditandatangani oleh Koordinator PPMAN Bali-Nusra, Anton Yohanis Bala menyampaikan dua hal.

Pertama, surat pernyataan menolak Forum Perjuangan Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL) tertanggal 23 April 2022.

Adapun dua salinan surat pernyataan FPPWL yang diterima Ekorantt.com pada Senin sore, yakni surat penarikan kembali pernyataan mendukung pembangunan Waduk Lambo pada 5 April 2022 di Aula Polres Nagekeo yang telah disebarluaskan ke publik.

Kemudian pernyataan menolak pelaksaan ritual adat di titik nol oleh Suku Kawa, ritual di pintu masuk Lowo Se oleh Suku Gaja serta pernyataan menolak semua isi berita acara musyawarah bersama pada 18 April 2022 di Kantor Desa Rendu Butowe.

Dua salinan pernyataan itu ditandatangani di atas materai oleh Ketua FPPWL Bernardinus Gaso dan Wakil Ketua Willybrodus B. Ou pada 23 April 2022 di Roga-Roga, Desa Rendu Butowe.

Kedua ialah surat PPMAN tentang rekayasa persetujuan masyarakat adat Rendu atas pembangunan Waduk Lambo/Mbay.

Secara garis besar, surat itu berisi tentang kronologi atau fakta peristiwa yang melibatkan Kapolres Nagekeo serta jajaran dalam urusan pembangunan Waduk Lambo sejak 23 Maret 2022 hingga 11 Mei 2022.

Dalam analisa PPMAN, peran kepolisian dalam urusan pembangunan Waduk Lambo dinilai telah bertindak melampaui tugas pokok berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berkaitan dengan memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat oleh polisi, PPMAN menemukan beberapa pengabaian dan inkonsistensi dalam pelaksanaan hukum.

Yohanis menyatakan, sebagai pembela sesuai surat kuasa masyarakat adat Rendu, PPMAN terus mendampingi dan membela masyarakat Rendu secara hukum dalam kaitan pembangunan Waduk Lambo.

Sabagai kuasa hukum, PPMAN telah menerima banyak bukti dan laporan terkait kekerasan oleh aparat terhadap masyarakat pada saat penangkapan. Termasuk peristiwa kekerasan oleh polisi dan persekusi dari orang yang tidak berhak terhadap korban saat di Kantor Polres Nagekeo, 4 April 2022 lalu.

“Kami juga menyoroti soal upaya Kapolres untuk memaksakan masyarakat melakukan atau membuat pernyataan pers menerima Waduk Lambo dan mengibarkan bendera. Ini sesuai pengakuan korban yang sudah ditranskrip dalam surat yang sudah dikirim ke Polres Nagekeo. Tindakan seperti ini adalah rekayasa,” kata Yohanis dalam keterangan pers di Mbay, Senin sore.

Dari rangkaian fakta peristiwa secara berturut-turut yang diucap Yohanis, sejak Maret, April hingga Mei 2022, PPMAN menyimpulkan bahwa tindakan sistematis dan terencana itu untuk memaksa masyarakat adat Rendu menerima pembangunan Waduk Lambo.

Kemudian, Polres Nagekeo dinilai tidak sungguh-sungguh menjalankan tugas dan fungsinya secara independen dan konsisten berdasarkan regulasi. Selanjutnya, dalam tindakan, Polres Nagekeo telah secara nyata melahirkan konflik horizontal antara warga dan penerima Waduk Lambo dengan warga yang menolak lokasi pembangunan Waduk Lambo di Lowo Se.

Karena itu, PPMAN merekomendasikan dan menuntut Polres Nagekeo untuk kembali ke tugas pokok dan fungsinya. Polres Nagekeo segera memperbaiki relasi buruk antara warga masyarakat adat yang pro dan kontra akibat intervensi polisi.

Polres Nagekeo juga segera melakukan evaluasi dan menempatkan anggota yang memiliki integritas baik, profesional dan tanpa konflik kepentingan.

Pokok-pokok rekomendasi dan tuntutan PPMAN tersebut sudah tertuang dalam surat dan sudah dikirim ke Polres Nagekeo pada pukul 13.00 WITA.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA