G20: Ruang Katalis Perekonomian

Oleh: Bernardus Tube Beding*

Tahun ini (2022) negara kita, Indonesia mendapat kepercayaan besar sebagai Presidensi G-20, mulai 1 Desember 2021 hingga KTT G20 pada November 2022. Serah terima telah dilakukan dari Presidensi Italia kepada Indonesia pada 31 Oktober 2021 lalu di Roma, Italia.

Indonesia sebagai negara berkembang pertama yang menjadi tuan rumah G-20. Ini merupakan angin segar bagi bangsa Indonesia dalam pemulihan perekonomian yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Tentang G20

G20 dibentuk pada tahun 1999 di Jerman, tetapi baru dikenal secara global pada 2008 ketika para pemimpin memutuskan mengubah tingkat pertemuannya dari level menteri ke level Kepala Negara/Kepala Pemerintahan. Forum intergovernmental ini menjadi high profile forum ketika digelarnya KTT pertama di Washington dengan agenda urgent mengatasi krisis finansial yang melanda dunia.

Itu yang menjadikan G20 sebagai premier forum for economic cooperation (forum utama kerja sama ekonomi). Puluhan komitmen telah dibuat dan masing-masing anggota berupaya mengimplementasikannya.

Setiap anggota dituntut memperkuat lembaga keuangan domestik masing-masing melalui permodalan yang kokoh sehingga dapat menangkal hantaman krisis likuiditas; membuat kebijakan fiskal secara transparan dan akuntabel; serta kebijakan perdagangan yang anti proteksionisme.

Secara pribadi, saya mengakui peran penting G20 dalam menangkal krisis perekonomian global. Kehadirannya sebagai forum utama dalam tata pengaturan finansial global.

Saya menangkap angin segar dari G20 dalam kerja sama multilateralisme. Hanya dengan “20 anggota”, mereka berhasil menguasai 80 persen lebih perekonomian dunia. Buktinya, GNP mengalami pertumbuhan, penguasaan aliran investasi asing, pasar, perdagangan dunia, dan populasi dunia.

Bahkan, saya boleh berasumsi bahwa jika perekonomian ke-20 anggota ini sehat, maka akan sehat pula perekonomian seluruh dunia. Sehingga, keberhasilan forum ini akan membawa dampak sistemik yang signifikan bagi negara-negara dan entitas ekonomi dunia yang saat ini tidak menjadi anggota G20. Artinya, pertumbuhan ekonomi di 20 negara ini akan membawa pertumbuhan yang stabil di negara-negara lain.

G20 hadir lebih merefleksikan perkembangan kekuatan-kekuatan ekonomi dunia terkini, yang ditunjukkan dengan keanggotaan beberapa negara yang perekonomiannya tumbuh sangat pesat beberapa dekade belakangan ini. Forum ini juga dipandang lebih luwes dibanding dengan kerja sama multilateral lain yang beranggotakan massif.

Dengan asumsi ini, G20 tetap mempertahankan ekslusivitas jumlah anggotanya. Dua tuntutan muncul sebagai implikasi dari keyakinan akan ekslusivitas ini.

Pertama, bahwa G20 harus bisa membuktikan kemampuannya untuk membuat resep-resep yang manjur bagi pemulihan perekonomian dunia dari krisis finansial dan kemudian mampu menciptakan tatanan perekonomian dunia yang stabil serta adil melalui penguatan lembaga-lembaga keuangan internasional yang ada.

Kedua, G20 menjamin tingkat pertumbuhan perekonomian 20 negara anggotanya akan berpengaruh positif bagi perekonomian di negara-negara non-anggotanya. Bukan sebaliknya: pertumbuhan ekslusif yang merugikan negara-negara non-anggota G20.

Seyogyanya, G20 menjadi forum ekslusif dalam pengertian jumlah keanggotaan, namun memberikan manfaat yang inklusif bagi seluruh bangsa, khususnya sebagai “penangkal” krisis perekonomian dunia.

Indonesia dan G20

Indonesia telah menjadi anggota G20 sejak forum intergovernmental ini dibentuk tahun 1999. Bahkan, negara kepulauan ini mendapat posisi unik dalam G20 sebagai perwakilan negara-negara berkembang. Tentu, ada alasannya.

Pertama, Indonesia sebagai negara emerging economy karena memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup penting di antara negara-negara berkembang.

Kedua, jumlah penduduk Indonesia terbesar keempat setelah China, Amerika Serikat, dan India.

Ketiga, Indonesia didaulatkan sebagai salah satu negara Muslim terbesar di dunia, sehingga memiliki peran potensial untuk menjembatani perbedaan-perbedaan di antara peradaban dunia. Kehadiran Indonesia dalam G20 dapat membantu menangkal persepsi negatif dari tesis clash of civilization (benturan peradaban) antar agama.

Keempat, Indonesia merupakan negara demokrasi. Keanggotaan Indonesia dalam G20 dapat memberikan inspirasi ke negara-negara lain untuk mempromosikan demokrasi dan mempertahankan perumbuhan ekonomi tinggi.

Kelima, secara geografis Indonesia memiliki posisi yang signifikan, karena sebagai satu-satunya anggota ASEAN di G-20.

Keunikan yang lebih bahwa Indonesia telah belajar dari pengalaman keterpurukan akibat krisis ekonomi yang dahsyat 1997.

Dari pengalaman itu, Indonesia berjuang hingga berhasil menangkal krisis tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi stabil yang berdampak sistemik ke stabilitas pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Bahkan, Indonesia memberikan kontribusi stabilitas perekonomian di Asia dan dunia. Keberhasilan Indonesia akan menjadi model yang menarik pula bagi penguatan sistem demokrasi liberal di dunia. Ini menginspirasikan proses demokratisasi yang ideal yang ditopang oleh penguatan pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Deretan keunikan tersebut membuat Indonesia layak mendapat tempat dalam G20 dan berperan aktif dalam beberapa inisiatif, seperti dikutip dari Buku G20Pedia yang diterbitkan secara resmi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (linktr.ee/G20pedia).

Pertama, Global Expenditure Support Fund (GESF): dukungan terhadap negara berkembang untuk mengamankan anggaran nasional dalam krisis likuiditas Global Infrastructure.

Kedua, Connectivity Alliance (GICA): mendukung konektivitas melalui koperasi dan pertukaran pengetahuan.

Ketiga, Inclusive Digital Economy Accelerator (IDEA HUB): forum tempat berkumpulnya para start-up unicorn di seluruh negara G20 untuk saling bertukar ide.

Suatu optimisme bahwa di samping memperjuangkan “isi rumahnya”, Indonesia dapat berkontribusi dalam menjawab inti persoalan legitimasi yang selama ini menghantui rumah G20.

Rumah Katalis Perekonomian

Pemerintah Indonesia mengakui G20 sebagai forum ekonomi yang penting. Indonesia dapat mempromosikan kepentingan ekonomi nasionalnya dan berkontribusi pada pembentukan tata kelola ekonomi global.

G20 dibentuk ketika dunia menghadapi krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara di Asia. G20 telah memainkan peran lebih besar sejak tahun 2007 ketika krisis finansial global yang lain melanda perekonomian global.

Sejak KTT G20 pertama di Washington, para anggotanya mulai membuat kebijakan-kebijakan ekonomi untuk mengatasi krisis ekonomi dengan cara yang terkoordinasi.

Para pemimpin melihat pentingnya kerangka pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, dan seimbang untuk membangun perekonomian global yang tahan terhadap krisis ekonomi serupa di masa yang akan datang.

Mereka juga melihat pentingnya reformasi lembaga-lembaga finansial internasional dan pembentukan arsitektur ekonomi global yang kokoh.

Dalam konteks Indonesia sebagai Presidensi G20, kehadiran G20 seperti diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menciptakan kontribusi US$533 juta atau sekitar Rp7,4 triliun pada PDB Indonesia, dan peningkatan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun.

Dari sisi pariwisata, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyebut G20 akan berkontribusi terhadap proyeksi peningkatan wisatawan mancanegara hingga 1,8 juta – 3,6 juta dan juga 600 ribu – 700 ribu lapangan kerja baru ditopang kinerja bagus sektor kuliner, fashion, dan kriya.

Rangkaian kegiatan G20 di Indonesia akan melibatkan UMKM dan menyerap tenaga kerja sekitar 33.000 orang. Sementara, menurut Menteri Koperasi dan UMK Teten Masduki, presidensi G20 juga akan mendorong investasi pada UMKM dalam negeri, mengingat saat ini 80% investor global berasal dari negara-negara G20. Hal ini sesungguhnya menunjukkan G20 mendapat posisi penting sebagai “rumah katalis” perekonomian Indonesia dan dunia.

Kehadiran G20 sebagai ruang pemulihan ekonomi global dan memberikan nilai tambah pemulihan perekonomian Indonesia yang inklusif.

Apalagi di tengah masa pandemi ini, G20 bagi Indonesia sebagai ruang untuk meletakkan dasar-dasar baru bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan. Reformasi struktur ekonomi dan perbaikan iklim bisnis menjadi prioritas kerja Indonesia di ruang G20.

Solidaritas Bersama

Dalam konteks Indonesia sebagai Presidensi G20, solidaritas dapat diberi arti dan tempat, pertama-tama membangun satu visi yang benar dan ikut bertanggung jawab terhadap forum bermartabat dengan memanfaatkan kesempatan-kesempatan (dalam arti positif) yang diberikan olehnya.

Satu semangat “Recover Together, Recover Stronger” harus menjadi roh rakyat Indonesia dengan turut mendukung para pemimpin pemerintahan yang memperjuangkannya.

Kita harus berani berkata tentang kehadiran G20 di tanah Nusantara ini, seperti kata-kata Nikos Kazantzakis, seorang novelis terkenal dari Yunani; “Dan saya berjuang untuk menemukan bagaimana memberi sinyal kepada rekan-rekan saya untuk berkata pada waktunya, satu pata kata sederhana, satu kata sandi seperti para konspirator. Mari kita bersatu, mari kita saling berpegang erat, mari kita satukan hati kita, mari kita ciptakan bagi bumi satu otak dan satu hati, mari mari kita berikan satu makna manusiawi kepada perjuangan raksasa ini.”

Artinya, bersinergi, berkolaborasi, dan bersama adalah nadi yang mengalir dalam jiwa rakyat para pemimpin negara.

Masing-masing negara G20 harus saling mendukung dan membantu bila satu di antaranya terdesak oleh berbagai kebutuhan, dan menolongnya memadukan aksi bersama demi katalis perekonomian dan kesejahteraan bersama.*

*Penulis adalah Dosen Unika St. Paulus-Ruteng

spot_img
TERKINI
BACA JUGA