Oleh: Paul Lamawitak
Kata kunci eksistensi berkelanjutan dari sebuah organisasi adalah relevansi. Relevansi sebuah organisasi ditentukan oleh seberapa jauh anggota/masyarakat/konsumen merasa selalu membutuhkan organisasi tersebut sampai waktu yang lama. Atau dalam bahasa strategis disebut berkelanjutan (sustainable). Untuk sampai pada tahap ini memang tidak gampang.
Ada sejumlah indikator yang harus dilampaui oleh segenap perangkat organisasi. Dalam analisis kualitatif, bisa dikatakan bahwa organisasi yang bisa mempertahankan branding-nya di hati masyarakat/konsumenlah yang bisa bertahan.
Istilah strategisnya adalah keunggulan bersaing; sebuah keadaan di mana pesaing sulit meniru apa yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Untuk itu, setiap organisasi memiliki kompetensi intinya masing-masing.
Konsep kompetensi inti ini dikembangkan oleh C.K Prahalad dan Gary Hamel pada tahun 1990. Definisi dasar dari kompetensi inti adalah pembelajaran kolektif di dalam organisasi terutama dalam mengoordinasikan beragam pengetahuan dan keterampilan produksi serta mengintegrasikan aneka jalur teknologi.
Organisasi yang memiliki kompetensi inti adalah organisasi yang bukan hanya mampu memanfaatkan sumber dayanya tetapi juga yang sadar teknologi. Di sinilah titik temu antara perkembangan teknologi dengan kemajuan sebuah organisasi. Aspek teknologi menjadi indikator penting dalam perkembangan sebuah organisasi. Hal senada sedang dihadapi oleh ‘organisasi koperasi kredit’ pada umumnya di wilayah Nusa Tenggara Timur.
Sebagai sebuah organisasi, koperasi memiliki berbagai kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Di tengah berbagai persaingan yang semakin kompleks, koperasi dituntut untuk tetap berdiri tegak. Tak boleh lesu; tak boleh mati. Tak boleh kalah oleh lajunya perubahan zaman. Tetap relevan! Koperasi harus berlari sekencang kancil bersama dengan orang-orang yang sudah secara sadar masuk dalam gerbong koperasi.
Ada tanggung jawab moral yang diemban dan harus ditunaikan oleh pelaku koperasi bersama anggotanya. Koperasi memanggul setumpuk pengharapan dari anggotanya; menjadi lebih sejahtera. Inilah implikasi logis dari berdirinya koperasi di tengah masyarakat.
Koperasi adalah sebuah kesatuan sosial yang tidak berdiri sendiri atau terpisah dari masyarakat. Dalam perkembangannya, koperasi mengalami berbagai metamorfosis untuk bisa eksis dan tetap menjadi harapan masyarakat dalam memerangi berbagai ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, koperasi sebagai sebuah organisasi sosial tidak hanya sekedar ada, tetapi lebih dari itu memiliki kompetensi inti. Memiliki nilai yang tidak dimiliki oleh lembaga keuangan sejenis lainnya. Dan kompetensi inti yang dimiliki oleh koperasi adalah semangat gotong royong sebagai sebuah keluarga.
Teori Pengharapan
Nada dasar penjelasan tentang perkembangan koperasi sekarang adalah arus globalisasi dengan kunci yang dominan adalah teknologi informasi. Perpaduan kedua aspek ini menarik setiap organisasi terutama koperasi masuk dalam sebuah alunan kerja yang harmonis.
Organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif terus menerus untuk mencapai tujuan organisasi (Mas’ud, 2004). Aspek penting dari definisi organisasi adalah keberlanjutan.
Sebagai sebuah organisasi, koperasi juga diharapkan bisa memiliki daya saing berkelanjutan. Untuk itu, berbagai pendekatan dan studi dilakukan demi mendukung dan menopang jalannya koperasi di tengah arus globalisasi.
Salah satu pendekatan yang bisa dideskripsikan terkait filosofi koperasi adalah dengan pendekatan teori pengharapan. Tahun 1964, adalah seorang Victor Vroom mencetuskan sebuah teori yang kemudian dikenal dengan Teori Pengharapan (Ekspectancy Theory). Teori ini berpandangan bahwa seseorang termotivasi untuk melakukan kinerja tertentu karena ingin mencapai tujuan tertentu yang diharapkan.
Atau dengan kata lain, seseorang memilih untuk melakukan suatu hal tertentu atau berperilaku tertentu karena mereka memiliki harapan untuk memperoleh hasil tertentu dari tindakannya tersebut.
Implikasi Strategis
Pandangan dasar teori ini (teori pengharapan) penulis sematkan pada dua pelaku penting dalam koperasi yaitu anggota koperasi dan pengurus koperasi. Anggota koperasi secara sukarela masuk menjadi anggota koperasi. Dan para pengurus koperasi juga mengharapkan agar ada keseimbangan antara hak dan kewajiban sebagai anggota.
Menuntut hak tanpa mengabaikan kewajiban. Inilah pertemuan dua harapan dalam satu gerbong koperasi. Harapan-harapan ini menuntut pemenuhannya dalam kinerja koperasi. Anggota koperasi dan pengurus koperasi hendaknya terus membangun kerja sama dan kolaborasi harmonis agar koperasi memiliki daya saing yang kuat dalam menghadapi arus globalisasi dan gempuran teknologi informasi.
Bagi penulis, kompetensi inti sebuah koperasi adalah semangat gotong royong. Kau susah saya bantu, saya susah kau bantu. Tak ada lembaga keuangan lain yang memiliki corong semangat seperti ini. Cara paling elegan untuk mengembangkan atau tepatnya membangun kesadaran anggota koperasi adalah dengan pendidikan anggota yang berkelanjutan.
Kata kuncinya adalah literasi. Kerja sosial seperti ini hanya bisa dilakukan jika ada komitmen yang lebih tinggi dari para pelaku koperasi kredit dalam upaya mendidik dan membekali anggota dengan berbagai pengetahuan praktis mengelola keuangan (manajemen keuangan).
Membangun koperasi tidak hanya dengan modal yang kuat, aset yang tinggi, dan teknologi yang canggih. Lebih dalam dari semua itu adalah pemenuhan harapan anggota koperasi; menjadi sejahtera! Sehingga berbagai gerakan dan langkah koperasi dalam berbagai bentuk seperti produk yang ditawarkan, program pengembangan UMKM dan berbagai kegiatan pendidikan yang dilakukan koperasi kredit harusnya dilakukan dengan terukur. Terukur artinya ada pertanggungjawaban terhadap pemilik koperasi yakni para anggota koperasi.
Dibutuhkan kerja yang lebih efektif dalam mengawinkan berbagai perkembangan dan tuntutan zaman. Di tengah perkembangan lembaga keuangan yang semakin kompetitif, koperasi kredit dituntut untuk terus berlari beriringan dengan berbagai aspek eksternal seperti perkembangan teknologi informasi, perubahan pola konsumsi masyarakat, melonjaknya harga bahan pokok di pasar dan perubahan iklim yang bisa berpengaruh terhadap berbagai usaha produktif anggota seperti pertanian, peternakan dan usaha UMKM lainnya.
Koperasi kredit sebagai salah satu soko guru perekonomian nasional juga perlu menjalankan prinsip bisnis di atas. Memiliki kompetensi inti (core competence). Kesempatan paling strategis bagi koperasi untuk membangun kembali langkah strategisnya adalah pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada koperasi kredit.
Sekiranya RAT yang telah dilaksanakan oleh koperasi kredit untuk tahun buku 2021 yang lalu bisa menjadi titik awal bagi strategi pengembangan koperasi kredit yang lebih kompetitif.