Palu, Ekorantt.com – Merantau itu pilihan sedangkan sukses dalam karir serta jodoh itu garis tangan. Begitulah kata pembuka yang terucap dari mulut Lusia Banut.
Kata pembuka ini sontak bikin senyum sang suami Martinus Warat saat keduanya menerima kunjungan dari Tim KSP Kopdit Pintu Air Cabang Akkareso Makassar dan KCP Palu beberapa waktu lalu.
Sebagai sesama perantau dari NTT, keduanya meyakini pertemuan keduanya dalam ikatan pernikahan adalah karena kesamaan hobi. Sama-sama suka bertani.
“Sudah 40 tahun saya merantau dan 26 tahun menjalani bahtera rumah tangga bersama istri dan lima buah hati, kami bahagia dan sangat menikmati hidup sebagai perantau yang bertani,” ucap Martinus.
Martinus mengaku pernah mengadu nasib ke Makassar dan Manado tapi nasib baiknya justru ada di Desa Wino Wanga, Kecamatan Lorea Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Kisah sukes pasutri ini bermula dari pekerjaan Martinus sebagai penjaga kebun kopi milik sebuah kongregasi biarawati. Dari pekerjaan ini mereka berhasil membeli lahan seluas dua hektare.
Dari lahan inilah pelan tapi pasti Martinus dan Lusia mulai mengembangkan tanaman hortikultura. Mulai dari tomat, lombok, kacang panjang dan sayur kol ditanam.
“Dari bertani horti kami biasanya panen per tiga bulan. Ya pendapatan berkisar dari 20-30 juta. Kami bisa sekolahkan anak-anak kami,” ucap keduanya.
Selain keberhasilan membiayai pendidikan anak-anak, kebanggaan keduanya juga adalah dapat membeli lahan di daerah strategis di Poso.
Keduanya mengakui bahwa perjumpaan dengan KSP Kopdit Pintu Air jadi jalan pembuka kesuksesan yang terus dicapai.
“Dengan bergabung menjadi anggota KSP Kopdit Pintu Air kami bisa mengakses pinjaman yang menjadi modal untuk pengembangan usaha kami,” jelas Lusia.
Pasutri ini menargetkan akan terus menabung sebanyak-banyaknya di Pintu Air.
Pintu Air menurut keduanya telah memberikan banyak pencerahan dan masukan yang berharga untuk menggunakan uang secara bijak.
“Terima kasih Pintu Air, jauh-jauh kantor pusatnya di Maumere tapi kami rasakan dekat sekali di hati kami orang NTT yang di tanah rantau ini.”