Ruteng, Ekorantt.com – Pasca naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) pada Sabtu 3 September 2022, tukang ojek dan sopir di Ruteng mengeluh soal pendapatan.
“Setelah kenaikan harga BBM ini saya hanya mendapat Rp50.000 paling tinggi,” cerita Herman Panjaitan, salah seorang tukang ojek di Ruteng kepada Ekora NTT, Kamis (8/9/2022).
Herman mengakui, sebelum memutuskan kenaikan harga BBM, dirinya mendapat Rp100.000 per hari jika ia bekerja dari pagi hingga sore. Kurangnya jumlah penumpang disebabkan adanya isu kenaikan tarif.
Sebagai tukang ojek, lanjut Herman, dirinya sangat kewalahan, karena sampai sekarang masih mengikuti tarif normal sebelumnya.
“Terus terang, saya sebagai tukang ojek kewalahan sekali, karena kita hanya terima tarif dari penumpang hanya Rp5.000 jauh dekat Kota Ruteng,” sebutnya.
“Dari sini ke Liang Bua, Kecamatan Rahong Utara, hanya Rp20.000. Sementara dari Liang Bua ke sini penggunaan BBM sekitar 1 liter. Berarti 10 ribu kan? Kami dapat apa?,” tambah Herman.
Setelah kenaikan BBM, kata Herman, belum ditetapkan untuk kenaikan tarif resmi oleh pemerintah setempat.
“Karena tidak mungkin kami sendiri yang naik, kan? Kecuali sudah ditetapkan dari pemerintah setempat,” terangnya.
Herman meminta kepada pemerintah setempat untuk segera menetapkan kenaikan tarif seiring naiknya harga BBM.
Menurutnya, ia juga tidak semena-mena menaikkan tarif kepada penumpang, karena ia takut dikenai sanksi.
“Kami takut kena sanksi,” ungkapnya.
Sejauh ini, para sopir angkot dan ojek belum melahirkan kesepakatan khusus antara mereka dan pemerintah.
“Intinya kami belum dapat informasi kenaikan tarif dari pemerintah,” ketusnya.
Oskar, salah seorang sopir angkot di Ruteng mengalami hal yang serupa, yakni pendapatan menurun.
Menanggapi kenaikan BBM, sopir angkot di Ruteng terpaksa menaikkan tarif walaupun belum ada keputusan resmi dari pemerintah setempat.
“Sekarang ongkos angkot dari sini (samping polres Manggarai) menuju Leda kami naikkan Rp7.000 yang sebelumnya Rp5.000,” sebut Oskar.