Larantuka, Ekorantt.com – Sejumlah petani di wilayah Hokeng, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT, mengeluh terkait harga jual kopra yang turun drastis hingga Rp4.000 per kilogram (kg).
Menurut mereka, selama setahun berjalan dan kala memasuki September 2022, harga kopra masih cukup stabil karena masih dijual dengan Rp10.000 per kg.
“Kami pikir harganya akan terus naik, tapi sekarang harganya malah turun jadi Rp 4.000 per kg,” ucap Yustinus Kia petani di Desa Hokeng Jaya, Jumat (14/10/2022).
Yustinus bilang bahwa harga tersebut sangat tidak sebanding dengan usaha dan pengorbanan para petani di Hokeng dan sekitarnya.
Hal yang menambah beban, menurut Yustinus, ketika harga bahan bakar minyak (BBM) naik, menyebabkan sejumlah kebutuhan pokok ikut naik secara bersamaan.
“BBM boleh naik tapi harga komoditi petani tidak boleh turun. Kalau sudah seperti petani bisa apa,” ujarnya.
Di Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Yustinus menyebut, harga kopra Rp5.500 per kg, akan tetapi biaya transportasi yang mahal membuat mereka lebih memilih untuk menjual ke pengepul setempat.
Hal senada dikeluhkan Robertus Bala. Ia mengatakan, harga kopra yang anjlok seperti saat ini membuat para petani merugi hingga puluhan juta.
“Mengolah kelapa jadi kopra bukan hal mudah. Butuh proses panjang. Wajar kalau petani mengeluh dengan harga yang ada saat ini,” ucapnya.
Robertus bilang, tidak mengetahui penyebab pasti anjloknya harga kopra. Ia berharap pemerintah bisa membantu petani untuk menstabilkan harga.
Kepala Desa Hokeng Jaya, Gabriel Bala Namang mengungkapkan, kelapa merupakan salah satu potensi yang dimiliki wilayah itu. Banyak petani yang mengandalkan kopra untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Kalau soal potensi kelapa sangat luar biasa, setiap tahun pasti selalu berbuah. Tetapi harganya yang selalu anjlok dan tidak menentu,” ujar Gabriel.
Walaupun begitu, Gabriel akan berkoordinasi dengan pengepul setempat agar harga kopra yang dijual bisa disesuaikan.
“Saya coba undang dulu mereka untuk kita dialog kira-kira seperti baiknya ke depan. Karena bagaimana pun harga kopra sudah sangat anjlok dan petani kewalahan,” ujarnya.
Sementara itu, Mikus Kwuta, pengepul hasil komoditi dari Bawalatang, Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang mengatakan, pihaknya mengikuti harga China di Maumere dan menyesuaikan dengan kebutuhan para petani.
“Kami untung seribu, dua ribu tidak apa. Selama ini saya beli hasil dengan patokan kemanusiaan juga. Saya tidak tahu pengepul yang lain,” ungkap Mikus kepada Ekora NTT, Jumat (14/10/2022).
Mikus menilai, sebagai pembeli komoditi, saat ini persaingan harga sangat kental karena ada pengepul yang bermain harga sendiri dan tidak kompak dengan sesama pembeli atau pengepul.
“Dampaknya seperti ini. Faktor lain adalah ada yang main harga, jadi ini resiko untuk kami pembeli juga, dan pasti ketika kami over hasil ke Maumere, untung tidak seberapa, malahan kami rugi,” katanya.
Mikus meminta pemahaman sesama pengepul untuk memikirkan juga soal kemanusiaan karena menurutnya, ada petani, maka para pengepul bisa hidup.
“Untuk pengepul, kita pikir juga petani,” tutupnya.