Mbay, Ekorantt.com – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Kupang mencatat 2.084 kejadian gempa bumi di Flores dan kawasan wisata Labuan Bajo secara akumulatif pada periode 1 Januari hingga 23 Oktober 2022.
Dari jumlah itu, sebanyak 39 kejadian getaran yang dirasakan selama periode itu, kata Kepala Stasiun Geofisika Kupang Margiono, Senin.
“Frekuensi kejadian gempa bumi harian paling tertinggi pada Februari 2022 sebanyak 550 kejadian,” ucap dia.
Margiono menerangkan gempa bumi pada periode ini didominasi oleh gempa berkekuatan kecil di bawah magnitudo 4,0 sebanyak 1.989 kejadian dan berkedalaman dangkal kurang dari 60 kilo meter (km) sebanyak 1.718 kejadian.
“Kejadian gempa bumi di laut sebanyak 1.787 kejadian atau 85 persen dan di darat sebanyak 297 kejadian atau 15 persen,” terang Margiono.
Ia mengimbau masyarakat agar terus memastikan informasi resmi mengenai potensi gempa bumi dari BMKG dan tidak terpengaruh dengan sumber informasi lain yang tidak terverifikasi.
Pendidikan Mitigasi
Margiono menyatakan wilayah Flores dan NTT umumnya memiliki tingkat aktivitas gempa bumi yang cukup tinggi dan pernah mengalami tsunami.
Ia mengatakan sifat atau karakteristik gempa bumi dan tsunami umumnya akan terjadi lagi di tempat yang sama. Sejauh ini belum ada ilmu dan teknologi yang dapat memprediksi kapan, di mana, dan berapa kekuatan gempa dan tsunami itu terjadi.
Margiono mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan tidak panik terhadap potensi ancaman gempa bumi yang bisa menimbulkan tsunami.
“Yang paling penting masyarakat Flores harus tahu apa itu gempa bumi dan tsunami, bagimana bahayanya dan risikonya. Masyarakat harus tahu cara mengantisipasinya jika gempa bumi dan tsunami terjadi dan tahu bagaimana cara menghadapinya dan bagaimana cara menyelamatkan diri dari bahaya tersebut,” kata dia.
Ia meminta peran pemerintah daerah dan masyarakat untuk memperkuat pengetahuan mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami sehingga risiko korban jiwa akibat gempa bumi dan tsunami dapat diminimalisir.
Sosialisasi pendidikan mitigasi bencana harus terus menerus. Ilmu tentang mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami harus menjadi gaya hidup di daerah rawan tsunami.
“Selain itu, memasukan pendidikan mitigasi bencana ke dalam muatan lokal di sekolah-sekolah,” kata Margiono menandaskan.