Tolong Bebaskan Suami Saya!

Ruteng, Ekorantt.com – Aliansi Masyarakat Adat Kembur-Borong bersama PMKRI Cabang Ruteng melakukan aksi demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri Manggarai, Senin (7/11/2022).

Penyebab demo masyarakat sipil dan mahasiswa tersebut karena merespon kasus Gregorius Jeramu dan lahan Terminal Kembur seluas 7.000 meter persegi yang dibeli pada 2012 dan 2013, dengan harga senilai Rp420 juta atau setelah dipotong pajak menjadi Rp402.245.455.

Sementara, Benediktus Aristo Moa adalah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Hubkominfo) Manggarai Timur kala itu.

Ratusan massa aksi menggunakan mobil dump truk. Mereka tiba di Kantor Kejaksaan Negeri Manggarai pukul 11.15 Wita dengan membawa replika peti mati bertuliskan ‘RIP Nurani Kejari Manggarai’.

“Tolong bebaskan suami saya! Suami saya tidak bersalah. Kenapa dia jadi tumbal,” teriak seorang perempuan berbaju putih sembari memegang poster dan mikrofon. Perempuan itu adalah istri dari Benediktus Aristo Moa.

Sementara Firman Jaya dalam orasinya meminta Kejari Manggarai membebaskan Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa dari tahanan.

Mereka menilai keputusan yang dikeluarkan oleh pihak kejaksaan bagi kedua orang ini masih sangat prematur.

“Keputusan yang dikeluarkan Kejari Manggarai dapat berpotensi terjadinya konflik horizontal di tengah masyarakat,” kata Firman sambil jari telunjuknya menunjuk ke arah Kantor Kejaksaan.

Selain itu, ia berpendapat, keputusan Kejaksaan Negeri Manggarai sangat mengganggu stabilitas kenyamanan masyarakat akan hak ulayat mereka.

Dalam Undang-Undang Agraria, kata Firman, masyarakat siapa pun yang telah menguasai tanah lebih dari 20 tahun, maka tanah tersebut bisa menjadi hak miliknya apabila tidak diklaim oleh pihak mana pun.

“Sejauh ini tidak ada satu oknum pun yang mengklaim terkait dengan tanah ini. Tanah tersebut milik Gregorius sejak tahun 80-an. Dari situ tidak ada satu pihak mana pun yang mengklaim atas tanah tersebut,” terang Firman.

Hal senada disampaikan Ketua PMKRI Cabang Ruteng, Nardi Nandeng.

Nardi bilang, keputusan yang dikeluarkan Kejari Manggarai adalah keliru, karena masih ada oknum yang lebih bertanggung jawab penuh dalam kasus ini.

Kemudian sangkaan bahwa Goris bukanlah pemilik lahan karena tidak memiliki sertifikat adalah sebuah sangkaan yang lucu. Dalam hal ini, Kejari Manggarai seolah-olah tidak paham soal hukum adat.

“GJ juga memiliki surat pemberitahuan terutang pajak bumi dan bangunan (PBB). Hal ini menandakan bahwa secara tidak langsung negara mengakui kepemilikan tanah milik GJ,” ucapnya.

Nardi mengemukakan, Goris sejak awal telah menolak tanah miliknya untuk dijual. Namun, karena dibujuk berulang kali oleh Pemerintah Manggarai Timur kala itu dengan dalih kepentingan umum, Goris pun merelakan tanahnya dibeli oleh pemda.

“GJ adalah seorang petani tamatan SD yang tidak paham prosedur jual-beli tanah. Penetapan tersangka terhadap saudara GJ adalah bentuk ketidakadilan dan penindasan kepada masyarakat kecil,” tegas Nardi.

Selain itu, jelas Nardi, terkait sangkaan terhadap Benediktus Aristo Moa selaku PPTK adalah tanpa melakukan penelitian status hukum tentang tanah tersebut.

Hal ini mengingat, kala itu, BAM hanyalah staf biasa di dinas tersebut, apalagi baru menyelesaikan prajabatan sebagai PNS.

“BAM juga tidak pernah menandatangani dokumen pembebasan lahan atau ada tim negosiasi  jual beli tanah waktu itu. Artinya Kejari Manggarai tidak cermat menentukan pihak-pihak yang mestinya bertanggung jawab,” sebutnya.

Karena itu, PMKRI Ruteng bersama masyarakat menilai bahwa penetapan tersangka yang disangkakan oleh Kejari Manggarai lahir dari penetapan yang tergesa-gesa dan sarat kepentingan.

Penetapan kedua tersangka telah mengkhianati kearifan budaya lokal Manggarai dan menciderai rasa kemanusiaan dan keadilan.

“Kami menduga bahwa kejari Manggarai sudah berkonspirasi dengan oknum tertentu untuk menjebak GJ dan BAM menjadi tersangka,” katanya.

“GJ dan BAM adalah korban yang  harus dibebaskan,” tambahnya.

Atas dasar itu, PMKRI Ruteng bersama masyarakat menyatakan sikap. Pertama, meminta Kejari Manggarai untuk segera membebaskan Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa.

Kedua, mendesak Kejari Manggarai untuk mencabut status tersangka dan melakukan pemulihan nama baik Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa.

Ketiga, meminta Kejari Manggarai mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat demi menegakkan keadilan dan kemanusiaan.

Aliansi masyarakat dan mahasiswa saat melakukan demonstrasi sembari membawa replika peti mati/Ekora NTT

Keempat, mendesak Kejagung untuk turun tangan mengusut kasus ini dan mencopot Kejari Manggarai karena bekerja secara tidak profesional dan berintegritas.

Kelima, apabila tidak segera mencabut status tersangka terhadap Gregorius Jeramu, maka masyarakat adat akan mengambil kembali seluruh tanah yang diserahkan oleh masyarakat adat terhadap pemerintah Manggarai Timur karena masyarakat memberikan tanah tersebut tanpa alas hak.

Praperadilan

Dalam proses beraudiensi dengan massa aksi, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Manggarai, Rizky menyarankan untuk melakukan praperadilan.

Menurut Rizky, praperadilan adalah upaya hukum yang dapat diajukan pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu proses perkara pidana.

“Nanti ada ruang yang sudah diamanatkan oleh Undang-Undang untuk mengkaji apakah jaksa Manggarai dianggap tergesa-gesa dalam menetapkan tersangka Greogorius Jeramu. Tentunya ada rana  yang bisa menguji, yaitu praperadilan terkait sah atau tidaknya penetapan kedua tersangka,” katanya.

Upaya ini, menurut Rizky, untuk mengoreksi tindakan penyidik atau penuntut umum. Dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), disebutkan bahwa pengadilan negeri berwenang memeriksa dan memutus tentang: pertama, sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan. Kedua, ganti kerugian dan atau rehabilitasi yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

“Nanti proses pembuktian persidangan semua fakta hasil penyidikan dan bisa dibuktikan di persidangan nanti,” ujarnya.

Lebih jauh, hakim yang menilai benar dan salah, karena keadilan ada pada hakim. Kemudian menuntut membebaskan tersangka, kata Rizky, secara aturan bukan kewenangan jaksa.

“Terkait tuntutan masyarakat adat Kembur untuk bebaskan Greogorius Jeramu dari tersangka tentu harus melalui prosedur hukum yang berlaku,” tutupnya.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA