Kupang, Ekorantt.com – Nasib tragis dialami Herlinda Seran (44). Wanita asal Kabupaten Malaka ini harus meratap nasibnya karena tak kunjung menerima gaji dari majikan.
Di hadapan Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT, Herlinda menceritakan tentang kisahnya sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di Bajawa, Kabupaten Ngada.
Ia direkrut majikannya di kampung halaman di Malaka pada 2013 lalu untuk bekerja sebagai PRT sekaligus menjaga gudang bangunan milik Toko Cemerlang.
“Di sana saya kerja pekerjaan rumah tangga dan juga jaga gudang toko,” ujar Herlinda di ruang rapat Komisi V DPRD NTT pada Senin, (6/2/2023).
Herlinda menerangkan pada awal 2018, majikan berjanji akan memberi gaji sebesar Rp1,8 juta setiap bulan dari sebelumnya hanya Rp1 juta per bulan.
Namun, majikannya enggan memberikan gajinya selama 32 bulan dengan berbagai alasan. Jika dikalkulasi, total gaji Herlina yang tidak dibayar oleh majikan sebesar Rp57.600.000.
Rasa senang dan bahagia karena mendapat kenaikan gaji berlalu sirna karena hampir lima tahun mengabdi tidak dibayar oleh bosnya.
Ia mulai merasa tidak nyaman karena selalu disudutkan dengan alasan yang menurutnya bukan perbuatannya. Karena selalu disudutkan, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Malaka bersama suami.
“Saya mulai tidak betah karena dituduh curi barang yang saya sendiri tidak tahu karena bukan saya yang mencuri.”
“Selama kerja di Bajawa, saya tinggal bersama suami di kos. Makan dan tidur semuanya di kos bukan di rumah majikan,” tambahnya.
Ia juga mengakui bahwa majikannya telah menahan motor yang telah ia beli menggunakan keringatnya sejak April 2018 lalu.
Mediasi oleh Pemkab Ngada
Masalah yang dihadapinya ini, kata Herlinda, sebenarnya telah dilakukan mediasi oleh Dinas Ketenagaan Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Ngada.
Merasa ada harapan untuk mengambil gaji dan motornya karena adanya mediasi oleh Pemkab Ngada, ia malah diminta untuk mengambil motornya sebagai uang gaji dan kembali pulang ke kampung halamannya di Malaka.
“Depnaker panggil perusahaan. Setelah itu, panggil bilang kita bicara secara damai. Terus minta saya tanda tangan lalu keluar tanpa gaji hanya bawa motor. Motor sekarang juga masih ditahan. Masih ada di bos,” ungkapnya sambil meneteskan air mata di hadapan dewan.
Merasa tidak puas, ia mencoba mencari pembelaan ke Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Diskopnakertrans) Provinsi NTT. Di dinas itu, ia tidak menerima jawaban sesuai kehendaknya.
Ia bahkan diminta oleh staf di Diskopnakertrans Provinsi untuk kembali ke Bajawa hanya untuk mengambil motornya.
“Saya sudah lima kali ke dinas provinsi. Terakhir itu tanggal 24 Januari 2022 lalu tapi jawabannya minta saya ke Bajawa untuk ambil motor saja,” ucapnya.
Merasa tidak mendapatkan dukungan, ia akhirnya berani mendatangi Komisi V DPRD NTT untuk menyampaikan pengaduan.
Media ini memantau, kehadiran Herlinda Seran diterima oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT, Kristin Pati, Sekretaris Komisi, Emanuel Kolfidus dan anggota lainnya.
Kepada Herlinda, Kristin menyampaikan bahwa Komisi V akan membantu menyelesaikan persoalan ini dengan menghubungi Diskopnakertrans Provinsi NTT.
Ia juga mengakui akan mengawal persoalan ini dengan akan meminta penjelasan dari dinas terkait perkembangan kasus ini.
“Kami akan menghubungi dinas untuk segera menangani atau menjadi mediasi masalah ini. Kami juga kawal. Nanti saat rapat bersama dinas kami akan tanya,” ujarnya.