Hadapi Krisis Iklim, Anak Muda Desa Hewa Sepakat Tanam Bambu di Kali Napun Nakat

Larantuka, Ekorantt.com – Sebanyak 64 anak muda Desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur sepakat untuk menanam bambu di sepanjang aliran kali Napun Nakat.

Kesepakatan tersebut berhasil dibuat pada Kamis, 30 Maret 2023 sebagai bentuk dorongan kepada masyarakat Desa Hewa dan sekitarnya untuk menyadari dan siap menghadapi krisis perubahan iklim.

Adapun kegiatan ini terjadi atas inisiatif anak muda Desa Hewa yang didampingi Fil Soge serta mendapat dukungan dari LSM Yayasan Ayu Tani Mandiri.

Cindi Soge, pemateri pertama yang mewakili Local Champion Desa Hewa menegaskan, peran kaum muda dalam kaitan dengan perbahan iklim adalah ikut terlibat dengan persoalan dunia.

Problem dunia saat ini bukanlah perang antar negara atau pandemi, melainkan dampak perubahan iklim. Kaum muda dipanggil untuk tanggap dan terlibat dengan persoalan perbahan iklim.

Guru SMA Negeri Hewa ini mengatakan, peran kita kaum muda saat ini adalah ikut andil menciptakan sistem lokal yang mampu mengurangi dampak perubahan iklim tersebut.

Dalam diskusi, ia mengarisbawahi peran kaum muda Desa Hewa ke depan akan menghutankan aliran kali Napun Nakat sebagai areal hutan bambu.

Untuk mendukung niat anak-anak muda Desa Hewa, Cindi mendorong Pemdes Hewa menetapkan tempat tersebut sebagai areal konservasi.

“Misalnya, minimal ada kesepakatan desa untuk menyepakati berapa radius dari aliran sungai untuk hutan bambu. Bambu ditanam kaum muda, pemilik lahan menjadi pemiliknya, namun harus rawat dan dilarang untuk memusnahkannya,” kata Cidi.

Thomas Uran dari Yayasan Ayu Tani Mandiri menegaskan bahwa manusia tidak bisa mengubah iklim.

“Kita hanya mampu menciptakan iklim mikro. Sebagai contoh, dari Larantuka kita pasti kepanasan,” katanya.

Thomas Uran dari Ayu Tani Mandiri dan Cindi Soge saat membawakan materi-Ekora NTT

“Saat lewat Desa Nobo memasuki Hokeng, hawa di sana pasti dingin. Itulah contoh iklim mikro yang bisa kita ciptakan dengan kebiasaan tanam dan rawat. Jadi kita bisa ciptakan iklim mikro, bukan hentikan perubahan iklim,” tambah Thomas Uran.

Sementara pemateri kedua, Pater Lorensius Useng, SVD mengatakan, saat ini iklim mengalami perubahan dengan kondisi iklim di masa lampau.

“Hampir saja petani tidak bisa menebak musim tanam secara baik. Tempo dulu kita bisa makan jagung di bulan Desember. Saat ini?” tanya pastor asal Solor ini.

Menurutnya, semua orang sedang mengalami hal tersebut karena sampai saat ini, sebagian petani di berbagai wilayah mengalami kesulitan.

“Ada yang padinya sudah kuning, sebagian belum. Ini bergantung pada musim tanam, petani tidak bisa prediksi musim taman secara pasti,” ungkapnya.

Pater Lorens bilang, semua soal akibat perubahan iklim disebabkan karena ulah manusia.

“Ke mana-mana kita suka naik ojek atau kendaraan lain. Akibatnya, hutan rusak kita manusia menghalalkan tambang minyak misalnya. Kita tidak bisa hentikan tambang, karena di sana ada problem penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan dari kemajuan kita dalam hal transportasi,” tandasnya.

Ia mengaku, manusia mau atau tidak, harus menghadapi perubahan iklim dan dituntut bekerja sama mengurangi dampak buruk dari iklim.

Bangun Sistem Lokal atas Pangan

Manusia, lanjut Pater Lorens, harus menyikapi dampak perubahan iklim dengan banyak cara. Salah satunya yaitu mengubah cara pandang atas pangan.

Contohnya, selama ini banyak orang didoktrin untuk makan nasi. Sekarang saatnya semua pihak mengubah cara pandang untuk bangun sistem lokal atas pangan.

Para peserta yang hadir dalam diskusi bersama anak-anak muda Desa Hewa-Ekora NTT

Dengan satu pemikiran, kata dia, tidak ada pangan sama dengan mati. Menunggu pasokan pangan dari luar berarti manusia sedang menunggu mati.

“Jadi kita ubah dengan tidak lagi melihat nasi sebagai makanan melainkan semua yang bisa menghasilkan energi dan gizi adalah makanan,” katanya.

Pater Lorens menyebut dampak perubahan iklim adalah gagal panen padi, sehingga ia mendesak semua pihak harus mengubah hal tersebut.

“Entahkah nasi jadi makanan pokok kita. Apa yang membuat hasil padi menurun? Ini yang harus kita kendalikan, dalam hal kurangi dampaknya. Kita bangun sistem pangan yang menurut kita bisa ditata. Kalau air kita kurang sehingga hasil padi menurun, kita perlu perbaiki ekologi air. Sistem air seperti apa yang cocok,” ungkap pastor yang sangat menyukai bidang pertanian tersebut.

Pater Lorens mendorong kaum muda untuk berinisiatif dan menghadapi dampak perubahan iklim. Misalnya, ubi diolah jadi apa.

“Kita kaum muda bisa dokumentasi itu dan kita buat jadi contoh. Kita juga bisa dokumentasi produk olahan lain. Ini semua demi memperkaya pengetahuan kita,” katanya, berharap.

Ia meminta supaya anak-anak muda Desa Hewa dan siapa saja memperkaya pengetahuan dan keterampilan serta giat mempublikasikan di media sosial seperti Facebook, YouTube, dan Instagram.

Andeas Dirman, Local Champion Desa Hewa

spot_img
TERKINI
BACA JUGA