Kupang, Ekorantt.com – Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi jadi daerah penularan rabies.
Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof Maxs U. E. Sanam kepada wartawan, Selasa, 6 Juni 2023, mengatakan bahwa hal ini terjadi karena hewan penular rabies seperti anjing tidak dikandangkan melainkan dilepas begitu saja oleh pemiliknya.
Prof Maxs Sanam menyebut, kasus rabies di NTT meningkat karena angka cakupan vaksinasi setiap tahun sangat rendah.
Kata Prof Maxs, angka vaksinasi minimalnya itu tidak boleh kurang dari 70 persen.
“Katakan populasi anjing 100 ekor, yang tervaksin hanya 30-40 persen. Ini tidak serius,” katanya.
Mantan Ketua Dokter Hewan NTT ini mengatakan, faktor pendukung penularan Rabies di NTT adalah budaya pemeliharaan hewan yang tidak diperhatikan secara baik.
“Coba kita tanya di kampung-kampung, mereka tidak pernah melatih anjing dari kecil untuk diikat atau dirantai. Jadi edukasi itu penting,” ujarnya.
“Sekarang kita mau ikat anjing yang besar, maka tali dia gigit kasi putus. Pasang rantai pun dia akan teriak sampai berhari hari, dan akhirnya kita pusing dan buka lepas,” tambahnya.
Dia menambahkan, 50 hingga 60 persen kasus gigitan paling rentan terjadi pada manusia atau anak yang masih berusia 4 sampai 15 tahun.
“Mereka ini menjadi target, karena hobinya ganggu dan lempar anjing, setelah itu lari. Anjing gigit karena tertarik dengan objek yang bergerak. Itulah kenapa korbannya lebih banyak mereka,” tandasnya.