Ende, Ekorantt.com – Desa Tendambepa dan Desa Woloaro di Kabupaten Ende, NTT, berkomitmen melawan kekerasan dan perdagangan terhadap anak dan perempuan di dua desa itu.
Komitmen itu setelah Perkumpulan Perempuan TRUK bekerja sama dengan BMZ Caritas German menggelar pelatihan layanan berbasis komunitas (LBK) bagi aparat pemerintah di Ende pada Rabu-Sabtu (12-15/7/2023).
Sebanyak 30 peserta dari dua desa tersebut dilibatkan dalam pelatihan yang menghadirkan nara sumber pemerhati sosial, Pater Otto Gusti.
“Ini sangat baik untuk memberikan edukasi bagi warga desa saya bahwa masalah anak, perempuan, KDRT, dan TPPO adalah hal yang harus dilawan bersama,” ungkap Kepala Desa Woloaro, Kecamatan Lio Timur, Matheus Logho.
Sementara Kepala Desa Tendambepa, Kanisius Durben, mengapresiasi pendampingan yang diberikan Perempuan TRUK. Pemdes akan mengalokasikan anggaran dari dana desa untuk mendukung program pemberdayaan perempuan.
“Kami apresiasi dan akan tindaklanjut dengan peraturan desa (Perdes) terkait perlindungan anak dan perempuan,” kata Kanisius.
Tim Perempuan TRUK, Yosefina Dafrosa Keytimu, menyatakan bahwa masalah pendidikan dan ekonomi menjadi sumber permasalahan dalam tindakan perdagangan manusia di NTT.
Perempuan TRUK, kata dia, terus mendorong pemerintah untuk memperkuat akses layanan pendidikan dan program kerakyatan yang berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.
Perkuat Undang-Undang
Ketua Perempuan TRUK Suster Fransiska Imakulata menjelaskan pelatihan LBK dibuat untuk memperkuat tekanan kepada pemerintah agar terlaksananya UU Penghapusan KDRT, UU Perlindungan Anak, UU TPPO, UU SPPA, dan UU TPKS.
Ia menyatakan pengaruh UU ternyata belum berdampak secara signifikan pada usaha menurunkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hal ini berdasarkan data Komnas Perempuan yang mencatat bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2022 mencapai 457.895 kasus. Data tersebut dihimpun dari 137 Lembaga Layanan dan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag).
Sementara itu, Komnas Perempuan mendapat aduan khusus dan mencatat terdapat 4.371 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga mencatat pada tahun 2022, kasus kekerasan di tanah air mencapai 27.589 dengan rincian, sebanyak 4.634 (20,1%) korban laki-laki dan sebanyak 25.050 (79,9%) korban perempuan.
Persoalan kekerasan terhadap perempuan berakar dari ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan, ditambah lagi situasi sosial budaya dan politik yang membuat jarak ketidaksetaraan gender semakin kontras.
“Progam LBK ini merupakan pilot project LBK sebagai kelembangaan masyarakat yang bekerjasama dengan pemerintah desa. Tujuan untuk memperluas ruang pemberdayaan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak di desa,” kata Fransiska.