Maumere, Ekorantt.com – Seorang pria asal Desa Nangablo, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka dikenai sanksi adat berupa tiga ekor kuda, satu bidang tanah, dan uang Rp5 juta lantaran pria itu telah menghamili gadis asal Desa Tilang, Kecamatan Nita.
Kepala Desa Tilang, Rofinus Inonsi Moa Luer menuturkan, pihaknya menerima pengaduan dari YRW warga Desa Tilang, yang mengaku telah dihamili pria beristri asal Desa Nangablo berinisial DYB.
“DYB ini sudah berkeluarga, punya satu istri dan tiga orang anak kembali menjalin hubungan dengan YRW yang saat itu sedang kuliah di Maumere, sampai ada janin dalam kandungannya,” ujar Rofinus saat penyelesaian sanksi adat Riwa Rikat di Kantor Desa Tilang, Rabu, 26 Juli 2023.
Lembaga adat Desa Tilang kemudian memfasilitasi pertemuan kedua pihak pada Jumat 19 Mei 2023. Turut dihadir sejumlah saksi, Ketua BPD, dan unsur lembaga adat.
Rofinus mengatakan, dalam pertemuan itu disepakati bahwa kedua pihak melakukan penyelesaian sanksi adat Riwa Rikat pada Rabu, 26 Juli 2023.
“Lembaga adat telah memberikan sanksi adat kepada DYB untuk membayar tiga ekor kuda, satu bidang tanah yang disepakati dirupiahkan menjadi uang Rp25 juta, dengan uang sebesar Rp5 juta kepada YRW dan anak dalam kandungannya,” bebernya.
DYB juga harus menanggung beras 25 kilogram, satu ekor babi seberat 50 kilogram dan 15 botol moke (minuman tradisional).
Sementara sanksi lain berupa hok waen (menghapus malu) berupa pemberian selembar kain utan (sarung) oleh YRW kepada istri DYB. Hal tersebut karena YRW telah berhubungan dengan DYB yang sudah punya istri.
Penyelesaian Sanksi Adat Riwa Rikat Ditunda
Rofinus mengatakan, proses pelaksanaan adat Riwa Rikat ditunda karena pihak keluarga DYB belum menyiapkan sejumlah tuntutan yang diberikan oleh lembaga adat Desa Tilang.
Pemerintah desa, BPD, dan kedua belah pihak bersama keluarga kemudian bersepakat untuk menunda, dan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani kedua belah pihak bersama sejumlah saksi.
Selanjutnya disepakati bahwa pembayaran denda adat akan dilakukan pada Rabu 2 Agustus 2023 di Kantor Desa Tilang.
“Untuk menjamin kesepakatan yang dimaksud terhitung sejak hari ini Rabu 26 Juli 2023 ayah kandung dari pelaku Benediktus Philipus menjaminkan satu bidang tanah beserta bangunan yang dihuni oleh bapak Benediktus sekeluarga yang beralamat di Dusun Rita Gete secara adat disebut uru,” ujarnya
“Apabila Bapak Benediktus tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran denda adat maka bidang tanah dan bangunan tersebut akan disita secara adat oleh tokoh adat bersama masyarakat desa tilang,” tambahnya.
Putusan Adat Final dan Mengikat
Praktisi Hukum Adat, Viktor Nekur Orinbao menilai, proses penerapan sanksi adat yang dilakukan oleh Pemdes Tilang sudah tepat. Sebab dari sisi hukum, meski tidak tertulis namun hukum adat berlaku di masyarakat.
Dijelaskan, Pemdes Tilang sudah memiliki peraturan desa serta lembaga adatnya sudah tercatat di lembaran daerah. Sehingga ia menyarankan kepada kepala desa tetap menegakkan nilai-nilai adat di Desa Tilang.
“Tujuannya untuk menjaga martabat dan moral kehidupan masyarakat bukan untuk gaga gahan bahwa untuk mengorbankan orang tetapi pemulihan harkat dan martabat baik bagi pelaku maupun korban,” jelasnya.
Menurut Viktor, sifat putusan adat itu final dan mengikat di tingkat desa. Putusan adat tidak seperti hukum positif, ada banding dan kasasi, karena hukum adat berlaku lokal maka putusan tertingginya ada di lembaga adat. Tidak ada lagi ruang untuk membatalkan atau merevisi.
“Kita tidak bisa menggunakan penafsiran adat yang lain karena dalam posisi putusan adat perlu kita ingat bahwa dalam penerapan adat ada nilai yang dominan itu ada magis religinya ketika lembaga adat sudah memutuskan besar kecilnya dan waktunya sudah ditentukan maka magisnya religinya sudah mengikat sehingga untuk membatalkan harus dibicarakan baik-baik jangan sampai roh perbuatan itu tetap berjalan karena sifat putusan lembaga adat itu selesai dan ditutup,” ungkapnya.