Larantuka, Ekorantt.com – Wato Nitung menjadi satu-satunya titik mata air yang memberikan denyut kehidupan bagi warga Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur. Letaknya persis di bawa kaki gunung purba.
Dari cerita turun-temurun, gunung api purba itu erupsi pada ribuan tahun lalu. Jejak erupsi membekas sampai sekarang. Sejauh mata memandang terhampar tanah berpasir dan berbatu-batu.
Titik mata air itu sempat tertutup pasca-gempa 1992. Warga kemudian bahu-membahu menggali timbunan pasir yang longsor demi mendapatkan kembali titik mata air.
Selain mengandalkan air dari sini, warga sebenarnya cukup terbantu dengan aliran air dari sumber mata air Lewokluok. Harapan pada air yang mengalir dari Lewokluok akhirnya sirna pada 2021 lalu.
Saling klaim batas tanah ulayat jadi pemicu. Tak ada kata sepakat. Ada pihak yang tak diketahui identitasnya lalu mematahkan pipa yang mengalirkan air ke Kawalelo.
“Sekarang kami terpaksa harus membeli air dari mobil tangki atau pikap yang menjualnya dengan drum plastik,” ujar Yoseph Kuku Watokolah (60) saat ditemui di kediamannya pada akhir Juli 2023 lalu.
Di Kawalelo, kata Yosep, sudah ada sumur yang digali untuk memenuhi kebutuhan air. Hanya rasanya payau. Jadi selain mengandalkan air dari Wato Nitung, upaya lain yang dilakukan warga adalah tetap membeli air.
“Kami di rumah dalam sebulan bisa beli 2-3 kali dari mobil truk tangki air. Harganya untuk 5.000 liter air itu Rp300 ribu. Ya kalau sampai tiga kali berarti dalam sebulan untuk beli air saja sudah Rp900 ribu,” ujar Yoseph lagi.
Inisiatif Konservasi Mata Air
Badai seroja pada 2021 dan banjir besar pada Februari 2023 lalu, menyebabkan longsor di sekitar mata air Wato Nitung. Titik mata air terancam tertutup oleh material longsor.
Sadar dengan kondisi itu, muncul inisiatif beberapa anak muda untuk melakukan gerakan konservasi mata air. Semula, mereka bergerak sendiri-sendiri. Tapi kemudian bergerak bersama.
Anak-anak muda ini membuat gebrakan kecil: mencari tanaman beringin dan tanaman lainnya untuk menghijaukan lokasi di sekitar mata air Wato Nitung.
“Komunitas muda kami namanya Andaka. Andaka adalah akronim dari anak muda Kawalelo,” ujar Hendrik Watokolah (32).
Perjalanan ke Wato Nitung memang tidak mudah. Melewati jalanan yang terjal dan beberapa titik yang rawan longsor memang butuh kesigapan menahan tubuh agar tidak sampai terjatuh.
“Kalau jalan saja tanpa bawa beban sih aman saja. Tapi kalau harus pikul dengan dua anakan bibit bambu dalam polibag yang beratnya 10 kilogram dan parang lumayan lelah sekali,” ujar salah seorang anggota kelompok Andaka, Yohanes Dalu Liga.
Pada Maret 2023 lalu, kelompok Andaka menanam 300 anakan bambu di lokasi sekitar Wato Nitung. Masing-masing orang membawa dua polibag anakan bambu.
“Ini kami punya mata air satu-satunya dan debitnya masih kecil. Kami harus buat begini agar esok lusa kami bisa punya air yang cukup,” ucap Sius Kiwan (36) salah satu warga di lokasi Wato Nitung pada Maret lalu.
Kal itu, warga menanam bambu dengan peralatan seadanya, seperti parang. Sementara alat gali seperti linggis tidak digunakan karena cukup berat.
“Tidak ada linggis, parang pun jadi. Daripada bawa linggis yang berat, dua anakan saja sudah berat,” katanya.
Warga lainnya, Tiston Liga (33) mengatakan, bambu yang sudah ditanam akan dipantau sekali dalam sebulan. Hal tersebut untuk memastikan bambu tetap hidup.
“Kalau ada yang mati kita tanam kembali,” kata Tiston sembari berharap, lebih banyak lagi anakan yang ditanam di sekitar mata air Wato Nitung.
Kini di lokasi sekitar titik mata air Wato Nitung ada sekitar 700 anakan bambu yang tumbuh dari total 1.000 anakan bambu yang ditanam.
“Kami senang karena saat ini dukungan dari Pemerintah Desa. Lalu ada teman-teman pelajar dari SMK Ancop Likutuden yang ikut bersama saat penanaman bambu di lokasi mata air itu,” jelas Hendrik.
Desa Mulai Beri Perhatian
Inisiatif komunitas Andaka rupanya menarik perhatian sejumlah pihak, termasuk Pemerintah Desa Kawalelo. Pihak desa mengalokasikan dana desa kepada kelompok anak muda dan karang taruna dalam kegiatan konservasi mata air Wato Nitung.
“Dana desa 2023 kami anggarkan Rp5 juta untuk adik-adik muda ini. Dan akan terus kami beri perhatian untuk mendengarkan masukan gagasan dan juga kerja mereka,” janji Kepala Desa Kawalelo, Paulus Ike Kolah.
Ia menambahkan, pihaknya sesungguhnya prihatin dengan situasi krisis air di Desa Kawalelo. Sejumlah upaya pun telah dilakukan. Salah satunya; membangun negosiasi dengan desa lain untuk mendapatkan akses air bersih.
Hal tersebut dibenarkan oleh Sebastinaus Nanggo Nedabang selaku Camat Demon Pagong. Sebastianus telah melakukan kunjungan kerja dan membahas masalah air bersama Pemerintah Desa Kawalelo.
Pihaknya bersama Pemdes Kawalelo bahkan pernah bernegosiasi dengan Pemerintah Desa Watotika Ile, salah satu desa di Kecamatan Demon Pagong, agar mendapatkan air dari sumber mata air Wai Taruk.
Pada prinsipnya, Desa Watotika Ile mau memberikan akses mata air ke Desa Kawalelo. Tapi, kata Sebastianus, kedua desa tersebut belum sepakat pada hal teknik pengaturan air.
Desa Watotika berkeinginan agar air diakses dari bak penampung. Sebaliknya, Pemerintah Desa Kawalelo meminta akses air lewat saluran pipa sendiri dari titik mata air, bukan dari bak penampung.
“Alasan mereka kemarin itu agar tidak terjadi pengalaman seperti yang dialami waktu lalu saat pemutusan pipa,” kata Sebastianus.
Kerja Sama
Kerja senyap anak muda Kawalelo kini terdengar oleh ‘orang-orang kabupaten’. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Flores Timur, Servulus Satel Demoor mengaku siap bekerja sama dengan mereka untuk upaya pelestarian mata air
“Saya baru tahu tentang kerja anak-anak muda ini, saya siap mengatur waktu untuk bertemu mereka dan kami bisa saling bekerjasama untuk urusan dukungan kegiatan mereka,” ujar Kadis Demoor.
Ia mengapresiasi kerja-kerja senyap yang dilakukan komunitas anak muda Kawalelo.
Menurutnya, tahun ekologi yang dicanangkan gereja lokal Keuskupan Larantuka membangkitkan semangat anak muda Kawalelo dalam menjaga dan merawat mata air.
“Di tengah ancaman krisis air, aksi baik anak muda ini tentu sangat membanggakan. Semoga debit air di sana akan terus meningkat dan sekali lagi saya harapkan secepatnya bisa bekerjasama dengan kelompok muda ini,” tutupnya
Sementara Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Flores Timur, Saul Paulus Lagadoni Hekin, pada Selasa, 15 Agustus 2023, menjelaskan bahwa pihaknya memang belum mengetahui secara khusus soal kebutuhan air di Desa Kawalelo.
Ia berjanji untuk secepatnya turun ke lokasi untuk mengecek kondisi riil kebutuhan warga akan air. “Secepatnya kami akan ke sana untuk mengecek,” janjinya.
*Liputan ini hasil kerja sama Karli K. Watokolah dkk. (local champion Desa Kawalelo) dan Tim Ekora NTT