Labuan Bajo, Ekorantt.com – Konflik agraria di Indonesia masih membanjiri ruang kehidupan sosial masyarakat. Pemerintah memang tidak tinggal diam.
Salah satu bentuk konkret upaya yang diambil pemerintah dengan memanfaatkan keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Lewat tangan PPAT, masyarakat diharapkan lebih mudah untuk mengurus sertifikat tanah.
Meski begitu harapan dan komitmen pemerintah, sayangnya penyebaran PPAT masih belum merata di Tanah Air. Hal itu diakui Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto.
“Masih banyak (PPAT) yang pilih menetap di Pulau Jawa,” kata Hadi saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III dan Upgrading Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) di Hotel Jayakarta Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT pada Kamis, 14 September 2023 malam.
Menurut dia, berbagai daerah di Indonesia termasuk NTT tentu saja masih banyak membutuhkan PPAT. Hal itu mengingatkan konflik agraria masih terus menjamur.
“Saya yakin dari 514 kabupaten/kota, masih banyak juga yang kekurangan PPAT,” imbuh dia.
Tidak hanya soal konflik agraria semata. Menteri Hadi menilai kepemilikan sertifikat tanah yang diurus melalui PPAT bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Masyarakat bisa membangun usaha dengan modal jaminan sertifikat tanah.
“Kalau mau memajukan perekonomian Indonesia, sebarkan PPAT secara merata,” pungkas dia.
Menteri Hadi menambahkan, PPAT sebagai mitra kerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) dituntut untuk memberikan pelayanan dan program pertanahan optimal kepada masyarakat.
Hal ini sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo. Presiden meminta PPAT agar tetap bekerja dengan detail, cepat dan turun langsung ke lapangan, sehingga permasalahan agraria cepat terselesaikan.
Presiden, kata Menteri Hadi, berharap PPAT menjadi garda terdepan untuk memberikan sosialisasi dan edukasi sehingga program dan layanan pertanahan dapat dirasakan masyarakat di seluruh Indonesia.
“Selain itu saya juga minta IPPAT untuk terus lakukan pelatihan kode etik kepada para anggotanya,” pungkas Menteri Hadi.
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN RI Suyus Windayana. Ia berharap PPAT profesional dan bertanggung jawab dalam melayani masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas ke depan, menurut dia, tantangan yang dihadapi akan semakin berat. Artinya, dengan adanya perubahan kondisi masyarakat, PPAT dengan sendirinya mengikuti atau menyesuaikannya.
Suyus kemudian mendorong PPAT untuk bertransformasi dari layanan analog ke layanan digital dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Karena itu dibutuhkan PPAT yang profesional dan berintegritas.
“Kita semua wajib menjaga kehormatan dari jabatan PPAT, dan menjaga nama baik Kementerian ATR BPR,” ungkapnya.
Harus Serius Atasi Persoalan Tanah di NTT
Sementara itu, Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G. L. Kalake meminta PPAT untuk serius mengatasi persoalan tanah di provinsi itu. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memfasilitasi pembuatan akta tanah yang autentik.
“Kami berharap adanya dukungan dari Kementerian ATR/BPN dan Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk memfasilitasi pembuatan tanah yang autentik sesuai peraturan yang berlaku dengan tetap mengedepankan integritas dan komitmen terhadap kode etik,” kata Ayodhia dalam sambutannya.
Ayodhia mengatakan beberapa persoalan terkait pertanahan di NTT. Itu antara lain; tanah yang kekurangan riwayat aktual untuk klaim, ganda sertifikat, dan selisih pendapat dengan masyarakat adat.
Menurut dia, seturut pengalamannya saat menjadi Deputi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Maritim dan Investasi, tanah adalah aset yang sangat berharga.
“Pembebasan lahan umumnya menjadi bottleneck (sumber masalah, red) yang penyelesaiannya membutuhkan banyak waktu. Bahkan tak jarang terjadi konflik dengan masyarakat berkaitan dengan status tanah. Hal ini tentu butuh pendekatan khusus,” jelas Ayodhia.