Ruteng, Ekorantt.com – Proyek perluasan Geotermal Ulumbu di daerah Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, masih menuai polemik. Ada warga yang setuju. Tidak sedikit yang menentang proyek tersebut.
Warga kontra proyek geotermal tentu saja punya alasan tersendiri. Di berbagai rilis yang diterima awak media selama ini warga menyebut, penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi oleh pemerintah pusat pada Juni 2017 lalu, telah mengabaikan sepenuhnya keselamatan manusia dan alam.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017 itu, tampak mencerminkan watak dan lakon kekuasaan yang tamak dan otoriter, di mana menjadikan ruang hidup warga sebagai komoditas. Kemudian, mengabaikan risiko-risiko yang ditimbulkan dalam seluruh rangkaian proses penambangan panas bumi.
Warga menegaskan, klaim pemerintah bahwa panas bumi (geotermal) sebagai sumber energi yang “ramah lingkungan” dan “rendah karbon” tak sepenuhnya benar.
Pemerintah bahkan disebut mencoba membesar-besarkan panas bumi sebagai mitigasi rendah karbon atas sumber utama pemanasan bumi penyebab perubahan iklim yaitu pembakaran bahan bakar fosil.
Dalam praktiknya, penambangan panas bumi untuk membangkitkan listrik juga membangkitkan sumber-sumber bencana baru dan berkelanjutan.
Bahkan, rendahnya emisi karbon dari industri tambang panas bumi juga disertai dengan mengorbankan bukan saja manusia, tetapi juga hutan, bentang air, dan kelengkapan infrastruktur ekologis dari kehidupan pulau, yang kesemuanya jauh lebih berbahaya daripada besaran emisi-karbonnya.
Tak berhenti di situ soalnya. Salah satu yang tak kalah pentingnya adalah terkait pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT PLN (Persero).
Ketua Presidium PMKRI Cabang Ruteng Santu Agustinus, Laurensius Lasa, mengatakan pelaksanaan CSR PLN berupa bantuan babi beberapa waktu lalu, hanya menyasar kepada warga yang setuju dengan pengembangan Geotermal Ulumbu.
“Tentu ini menyimpang dari konsep keadilan dalam hidup bernegara. Sehingga kami pun hadir untuk memberdayakan warga Poco Leok yang menolak geotermal sesuai dengan potensi yang dimiliki warga,” pungkas Loin, sapaan akrabnya, kepada wartawan, Sabtu, 16 September 2023.
Latih Warga Buat Pakan Fermentasi
Sebagai bentuk kritik terhadap model pembagian babi oleh PLN tersebut, PMKRI Ruteng kemudian melatih membuat pakan fermentasi bagi warga Poco Leok yang menolak rencana pengembangan Geotermal Ulumbu pada Sabtu, 16 September 2023.
Diketahui, pakan fermentasi merupakan pakan ternak yang telah melalui proses perubahan struktur kimia yang dibantu oleh enzim mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.
Loin mengatakan kegiatan ini merupakan wujud kepedulian organisasi kemahasiswaan Katolik tersebut untuk warga Poco Leok yang menolak rencana pengembangan Geotermal Ulumbu.
“Ini merupakan kepedulian dan inisiatif kami di PMKRI Cabang Ruteng untuk memberdayakan masyarakat adat Poco Leok di tengah penolakan mereka (warga) terhadap rencana Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam mengembangkan Geotermal Ulumbu di Poco Leok,” jelas Laurensius kepada wartawan.
Selain itu, tujuan program pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan pembuatan pakan ternak fermentasi agar dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat.
Ini juga untuk menunjang kestabilan ekonomi di tengah aktivitas penolakan warga terhadap rencana pengembangan Geotermal Ulumbu di Poco Leok.
“Berdasarkan hasil advokasi kami bahwa warga sempat mengeluh. Pasalnya mereka (warga) harus melepas kesibukannya sehari-hari sebagai peternak karena menghabiskan waktunya untuk mengadang aparat kepolisian bersama PLN yang hendak ke wilayah itu. Atas dasar itu kami berinisiatif untuk melakukan pelatihan agar warga yang menolak geotermal memiliki kestabilan ekonomi dan tetap konsisten untuk mempertahankan hajat hidupnya di Poco Leok,” ujar Loin.
Sementara itu, warga setempat Tadeus Sukardin menyampaikan bahwa dirinya tidak pernah menduga bakal mendapatkan pelatihan dari PMKRI.
“Kalau selama ini kan, kita selalu mengharapkan tim dari pemerintah untuk melakukan pelatihan-pelatihan seperti ini agar dapat memperbaiki perekonomian kami di sini, tapi sampai sekarang belum ada,” ungkap Tadeus.
Tadeus menambahkan, situasi Poco Leok saat ini sangat miris, di mana warga melepaskan pekerjaan pokoknya masing-masing. Sebab, mereka menghabiskan waktunya untuk mengadang pihak PLN yang hendak masuk ke wilayah itu. Sehingga kegiatan ini dapat mengurangi beban bagi warga ketika melakukan aktivitas penolakan terhadap pengembangan geotermal.
“Jujur saja, selama ini waktu kami terkuras hanya untuk menjaga pihak PLN agar tidak boleh masuk. Sehingga kami mengabaikan pekerjaan pokok kami masing-masing termasuk beternak. Justru, geliat hari ini akan membantu kami ketika ada hal-hal yang berkaitan dengan geotermal,” ungkap Tadeus.