Solusi Kenaikan Harga Beras: Pangan Lokal Masih Sebatas Konsep Tanpa Upaya Konkret

Ruteng, Ekorantt.com- Kamis, 21 September 2023 lalu. Matahari sudah condong ke barat. Maria Y. Panur (45) baru memulai aktivitas di kebun yang berjarak 300 meter dari rumahnya di Wohe, Desa Bangka Jong, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai.

Ia membawa ember bekas cat rumah di tangan kanannya, berjalan penuh semangat menuju saluran irigasi. Di sana, Maria menampung air, lalu membawanya kembali ke lahan kebun seluas 10×20 meter.

Sebuah botol plastik bekas telah disiapkan. Bagian atasnya sudah terpotong. Sementara pantat botol dirancang dengan beberapa lubang yang ditusuk paku.

Dengan sedikit membungkuk, Maria menghampiri dan meneteskan air di bagian batang dan akar terung. Suplai air yang cukup tentu memacu terung untuk tumbuh dengan cepat.

Tidak sekali saja Maria menimba air di saluran irigasi. Jalan sejauh kurang lebih 50 meter dari lahan terung dilaluinya berulang kali.

Saban sore aktivitas yang sama dilaksanakan sejak masa tanam terung  seminggu sebelumnya. Budi daya terung tersebut dilakukan demi membantu sang suami yang bekerja sebagai buruh proyek.

Minimal sayur tidak lagi dibeli, kata Maria. Uang jerih payah suami bisa dipakai untuk membeli kebutuhan lain, terutama beras yang harganya melejit beberapa waktu belakangan.

Bagaimana tidak, kata Maria, harga beras mencapai Rp650.000 hingga Rp700.000 per karung berisi 50 kilogram. Angka itu naik dari Rp500.000 per karung berisi 50 kilogram.

Hal senada disampaikan Rivalden Vega Taolin, salah satu pedagang beras di Pasar Inpres Ruteng ibu kota Kabupaten Manggarai.

“Harga beras sekarang semakin naik selama satu minggu ini,” katanya saat ditemui Ekora NTT di kios jualannya, Senin, 18 September 2023 lalu.

Rivalden menjual dua jenis beras dengan harga yang bervariasi. Beras biasa dijual dengan Rp14.000 per kilogram, dari sebelumnya Rp13.000.

Beras berjenis Bramo juga mengalami kenaikan harga, dari sebelumnya Rp14.000, kini naik menjadi Rp15.000 per kilogram.

“Alasannya mungkin karena belum musim panen lah,” pungkas Rivalden.

Ferdinan Jo, pedagang lain justru membaca bahwa ke depan harga beras berpotensi mengalami kenaikan hingga menembus angka Rp16.000 per kilogram.

Ferdinan menjual dua jenis beras, yakni Ir dan Bramo. Beras Ir ia jual dengan harga Rp13.000 per kilogram, sementara sebelumnya Rp12.000 per kilogram.

Beras Bramo juga demikian. Ia menjual dengan harga Rp14.000, sedangkan sebelumnya Rp13.000 per kilogram.

“Kalau jualnya per karung, beras Bramo Rp670.000 per karung. Kemudian Ir Rp650.000 per karung,” ungkapnya.

Ketergantungan terhadap Beras Sangat Tinggi

Salah satu kios pedagang beras di Pasar Inpres Ruteng yang tampak sepi pembeli, Senin, 18 September 2023 (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

Di tengah melejit harga beras, ketergantungan terhadap jenis pangan ini sangat tinggi. Keluarga Maria, misalnya, menghabiskan beras satu karung 50 kilogram hanya dalam waktu tiga minggu. Dalam serumah, dia tinggal bersama suami dan empat orang anak.

Keluarga Maria tidak memiliki sawah. Kebutuhan makan minum sehari-hari bergantung pada upah sang suami sebagai buruh proyek.

Menukil data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manggarai, masyarakat Manggarai diperkirakan menghabiskan beras sebanyak 2.000 ton per bulan.

Publikasi “Manggarai dalam Angka” mencatat bahwa total penduduk di Kabupaten Manggarai pada tahun 2022 sebanyak 317.000 jiwa. Artinya, rata-rata setiap jiwa menghabiskan beras sejumlah 6,3 kilogram per bulan.

Ancaman Perubahan Iklim

Malangnya, kebutuhan beras yang tinggi tidak ditopang persediaan beras yang cukup. Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manggarai Livens Turuk mengaku bahwa hal tersebut terjadi karena menurunnya produksi beras akibat fenomena El Nino.

El Nino merupakan fenomena iklim yang dapat memengaruhi pola cuaca di berbagai wilayah, menyebabkan kemarau yang panjang dan cuaca ekstrem.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis bahwa perkembangan kondisi El Nino dari data satelit terkini diprediksi masih akan berlangsung hingga akhir Oktober. Kemudian, pada bulan November, akan terjadi transisi dari musim kemarau ke musim hujan.

El Nino diprediksi akan tetap berlangsung hingga akhir tahun. Ada harapan dengan masuknya angin monsun dari arah Asia mulai November.

Kata Livens, sejumlah petani di beberapa daerah yang menjadi sentral beras terpaksa tidak menanam padi akibat kemarau berkepanjangan.

Memang bila mengacu pada data Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manggarai, luas lahan basah sawah potensial di Kabupaten Manggarai mencapai 21.251 hektare dengan rincian sisa potensial seluas 9.923,20 hektare dan fungsional seluas 11.327,80 hektare, namun hasil produksi tahun 2023 mengalami penurunan.

“Kita belum bisa menghitung secara pasti karena memang sampai saat ini masih sedikit yang menanam,” kata Livens.

Pada 2022, areal tanaman padi sawah seluas 20.222 hektare. Sedangkan padi gogo seluas 351 hektare.

“Tetapi kalau menyangkut pemasaran memang, boleh dikatakan kita mendatangkan beras tetapi kita juga mengeluarkan beras,” jelasnya.

Beras yang masuk ke Manggarai paling banyak didatangkan dari Makassar Sulawesi Selatan dan Surabaya Jawa Timur. Di sisi lain, kebanyakan beras dari Manggarai dibawa keluar terutama ke Kabupaten Nagekeo.

“Untuk ketersediaan stok beras ini kami bisa sampaikan bahwa sampai dengan saat ini cukup,” klaim Livens.

Kepala Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Cabang Ruteng, Muthain Muhammadong menyatakan, ketersediaan stok beras di gudang Bulog saat ini sebanyak 544 ton.

Beras tersebut disuplai dari Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk dua kabupaten yakni, Manggarai dan Manggarai Timur.

Sementara beras yang masih dalam perjalanan sebanyak 2.200 ton, didatangkan dari Jawa Timur.

Operasi Pasar Murah

Kepala Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Cabang Ruteng, Muthain Muhammadong setelah diwawancara Ekora NTT pada Jumat, 22 September 2023 sore (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

Menurut Livens, solusi jangka pendek pemerintah untuk membantu warga adalah dengan menggelar operasi pasar murah.

Hal itu sejalan dengan upaya yang akan dilakukan Bulog Cabang Ruteng.

Kepala Bulog Cabang Ruteng Muthain Muhammadong mengatakan, pihaknya melakukan operasi pasar murah dalam menyikapi kondisi kenaikan harga beras.

“Setiap melakukan pasar murah dua ton setengah. Kalau dimaksimalkan bisa tiga ton,” urai Muthain.

Beras yang disediakan di gudang, lanjut dia, merupakan beras cadangan pemerintah.

“Berharap masyarakat Manggarai jangan panik karena stok beras masih banyak,” ucapnya.

Livens sempat menyentil solusi jangka panjang yakni mengalihkan pola konsumsi masyarakat. Salah satunya dengan mengonsumsi sorgum.

Untuk itu, kata Livens, lahan-lahan kering dapat dimanfaatkan untuk budi daya sorgum.

Namun Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai belum mendapatkan alokasi kegiatan pengembangan sorgum.

Kegiatan APBD II sejak 2023 hingga 2024 boleh dibilang tanpa ditopang oleh anggaran yang memadai. Anggarannya, sebut dia, sangat kecil.

Livens berharap kegiatannya bisa dialokasi dari APBN atau APBD I untuk kegiatan alternatif diversifikasi pangan.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manggarai  berencana untuk memanfaatkan aset-aset Balai Pelatihan Pertanian (BPP) di semua kecamatan untuk dijadikan kebun contoh.

“Dengan harapannya masyarakat bisa melihat. Karena budaya contoh orang Manggarai cukup tinggi, tetapi harus ada yang mendahului dulu. Begitu sudah ada yang berhasil, pasti akan diikuti,” katanya.

Harus Ada Pangan Alternatif

Ketua Komisi B DPRD Manggarai, Paul Peos setelah diwawancara Ekora NTT pada Kamis, 21 September 2023 sore (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

Anggota DPRD Manggarai Paulus Peos menilai operasi pasar murah dan impor beras merupakan intervensi pragmatis. Perlu dipikirkan solusi yang berdampak jangka panjang.

Bagi Paul, masyarakat harus dididik untuk mengonsumsi pangan alternatif pengganti beras, seperti sorgum dan umbi-umbian.

Jika pangan lokal dimanfaatkan secara baik, maka kelangkaan beras tidak menjadi sebuah masalah.

“Manggarai menurut saya terlalu banyak pangan lokal lain. Saya ada bukti dua komoditi yang sudah dibudidayakan dulu oleh orang-orang Manggarai, yakni sorgum dan sela. Dua jenis tanaman itu sudah dibudidayakan oleh orang Manggarai selain umbi-umbian,” jelas Paul saat ditemui Ekora NTT pada Kamis, 21 September 2023.

Ia mendorong pemerintah untuk segera mengintervensi pengembangan pangan lokal.

Sebagai langkah awal, pemerintah melalui Dinas Pertanian membuka kebun contoh, lalu mengedukasi masyarakat tentang membudidayakan pangan lokal.

“Saya terbuka untuk omong itu ke sana (pemerintah) tinggal saja diinventarisasi saja jumlah kebun milik pemerintah, diidentifikasi lahan tidur dengan pangan-pangan ini,” jelasnya.

Paul mengajak masyarakat agar kembali membudidayakan dan memanfaatkan pangan lokal lain, sebab beras bukan satu-satunya pangan yang harus dikonsumsi.

Edukasi dan Kampanye

Wakil Bupati Manggarai, Heribertus Ngabut setelah diwawancara Ekora NTT pada Jumat, 22 September 2023 sore (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

Edukasi yang berkelanjutan mampu melepaskan ketergantungan masyarakat terhadap beras. Hal tersebut disampaikan Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut.

Edukasi terlebih  menjelaskan bahwa sumber karbohidrat bukan saja dari beras, tetapi masih banyak pangan lain yang memiliki kandungan sama, di antaranya umbi-umbian, pisang, dan lain sebagainya.

“Sebab pada titik sulit dari aspek ketahanan pangan, masih ada makan cadangan kita,” ujarnya saat ditemui Ekora NTT, Jumat, 22 September 2023.

“Dulu saat kelangkaan beras misalkan di Rahong Utara, taruhannya adalah gaplek, orang Manggarai menyebutnya koil,” kenangnya.

Karena itu, diperlukan adanya kampanye tentang pangan alternatif, baik di tingkat pemerintah kabupaten, kecamatan, maupun desa.

Kampanye, kata Wabup Heri, dimulai dengan pemanfaatan lahan kosong untuk budi daya pangan lokal. Tidak mesti lahan yang luas, cukup di pekarangan rumah sebagai langkah awal.

“Contohnya saya sudah mulai tanam umbi-umbian di sana (kebun) maupun kacang-kacangan. Kalau orang ke sana, saya edukasi juga,” ujarnya.

Praktik Baik dari Desa

Project Officer Yayasan Ayo Indonesia, Eni Setyowati saat memetik mentimun di kebun dampingan Yayasan Ayo Indonesia (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

Pemanfaatan pangan lokal sesungguhnya sudah dimulai di beberapa desa di Kabupaten Manggarai. Berkat dampingan Yayasan Ayo Indonesia, desa-desa ini membudidayakan pangan alternatif seperti sorgum.

“Daerah yang sudah dibuat di Satar Mese, delapan desa, yaitu Desa Tal, Gara, Tonggur, Tado, Paka, Satar Loung, dan Langgo untuk tanam dan makan sorgum,” kata Project Officer Yayasan Ayo Indonesia, Eni Setyowati.

Di desa-desa tersebut, tutur Eni, pihaknya mendampingi penanaman sorgum serta memberikan pelatihan pembuatan resep pangan lokal yang berbahan sorgum, jagung dan kacang.

Lebih jauh, Ayo Indonesia membantu promosi desa tanggap perubahan iklim di  desa dengan Alokasi Dana Desa (ADD) ketahanan pangan untuk pengembangan sorgum dan hortikultura.

Eni menambahkan, pihaknya aktif mengadvokasi keberadaan pangan lokal.  Advokasi berupa seminar, diseminasi kajian baseline terkait perubahan iklim dilakukan dari tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten.

Menurutnya, pangan lokal memikiki kelebihan antara lai; mudah dibudidaya, adaptif, dan bisa dikreasi menjadi bermacam-macam olahan pangan yang bergizi dengan harga terjangkau.

Butuh Langkah Konkret

Ketua Program Studi Agronomi, Unika Santu Paulus Ruteng Rizki Adiputra Taopan berkata bahwa diversifikasi pangan masih sebatas konsep. Semestinya diversifikasi pangan membutuhkan upaya konkret.

Dan upaya konkret membutuhkan gerakan bersama, mengingat beras-isasi telah merusak keanekaragaman pangan lokal, kata Rizki.

Baginya, ketergantungan terhadap beras sebenarnya akibat dosa pemerintah Indonesia. Kini, dampak negatif ditanggung oleh generasi sekarang.

“Sebelumnya kita hanya mungkin tergantung pada jagung atau ubi, kemudian kita diperkenalkan beras, sampai saat ini kita tergantung beras,” jelasnya.

Sehingga jika dikembalikan ke sorgum, jagung, atau umbi-umbian sudah agak susah. Perut sudah sangat tergantung pada nasi.

Walaupun tanaman pangan itu punya kandungan nutrisi sama, tetapi “orang belum kenyang kalau belum makan nasi.”

“Misalkan kalau orang makan jagung satu piring, mungkin beberapa jam dia sudah lapar lagi. Karena kebiasaannya makan nasi baru dianggap kenyang, nah itu agak rumit,” pungkas Rizki.

Hal itu persis dialami Maria. Pangan lokal hampir tak pernah tersaji di meja makan keluarganya. Yang tersedia hanya nasi (beras).

Di saat harga beras naik, Maria tak punya pilihan lain. Ia hanya bisa berharap harga beras kembali turun. Itu saja.

“Harapan dami kali nana ga, semoga turun koles koe harga dea so’o (Harapan kami harga beras turun lagi),” tuturnya.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA