Restorasi Terumbu Karang di Flores Timur: Ikan Melimpah, Nelayan Gembira

Larantuka, Ekorantt.com – Tidak ada kata libur akhir pekan bagi Anis Uran, warga Desa Lewotobi, Kecamatan Ilebura, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Setelah seharian menggarap lahan pertanian, pria berusia 51 itu pergi melaut di malam hari.

Anis hanya rehat sejenak di sore hari untuk sekadar meregangkan badan sembari meneguk secangkir kopi. Pamit dari sang istri, Apolonia Kedang,  ia kembali bergegas ke pesisir pantai dengan menenteng perlengkapan pancing.

Ia baru pulang ke rumah kira-kira pukul 22.00 Wita. Di bawah cahaya lampu yang temaram, Anis terlihat memindahkan ikan hasil tangkapannya ke boks kulkas.

Apolonia ikut membantunya. Beberapa ikan dipisahkan dari yang lain untuk langsung diolah dengan cara pengasapan. Sisanya disimpan untuk lauk pauk keluarga beberapa hari ke depan.

“Kita makan ikan panggang dulu. Ini ikan masih segar, enak kalau dibakar memang,” kata  Anis kepada Ekora NTT pada Sabtu, 9 Desember 2023.

Anis biasa menjual hasil ikan ke para pengepul, untuk dijual ke beberapa daerah di Pulau Flores. Tapi hasil tangkapan malam itu tidak untuk dijual dan hanya dikonsumsi oleh anggota keluarganya.

Restorasi Terumbu Karang di Flores Timur_ Ikan Melimpah, Nelayan Gembira
Ikan hasil mancing Anis Uran (kiri) dan ikan hasil mancing nelayan Lewotobi (Foto: Hos)

“Saya mancing hanya untuk kebutuhan makan di dalam keluarga malam ini, esok dan beberapa hari ke depan. Ini ikan dasar,” tuturnya.

Selain sebagai nelayan, Anis diberi tugas oleh desa sebagai ketua Kelompok Masyarakat Pengawas Perikanan (Pokmaswas). Pokmaswas sendiri merupakan pelaksana pengawas di lapangan yang dibentuk dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan.

“Saya senang dapat tugas itu. Memang kami dapat insentif Rp250 ribu setiap bulan dari desa,” kata Anis.

Anis tidak bertugas setiap malam. Ia melakukan kontrol pada malam-malam tertentu di mana aktivitas nelayan di laut cukup tinggi.

“Biasa akhir pekan, banyak orang pergi ke laut. Mereka pergi pancing. Jadi saya harus kontrol,” kata Anis.

Restorasi Terumbu Karang di Flores Timur_ Ikan Melimpah, Nelayan Gembira
Ikan hasil tangkapan nelayan sebelum dimasukkan ke dalam boks

Pengawasan atau kontrol dilakukan supaya aktivitas nelayan tidak merusak ekosistem laut. Jangan sampai lokasi restorasi terumbu karang dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

“Kalau rusak berarti kita tidak makan ikan lagi seperti hari ini,” kata Anis lagi.

Kata Anis, perairan di sekitar Desa Lewotobi dianugerahi sumber daya ikan yang melimpah. Tidak heran, menjadi incaran nelayan di Flores Timur selama enam tahun belakangan.

Hal berbeda dialami Anis beberapa dekade lalu. Ikan di perairan Desa Lewotobi sangat sedikit yang menyebabkan warga kekurangan pasokan ikan segar.

Diakui Anis, pola penangkapan ikan dengan pengeboman menjadi penyebab utama.  Dampaknya, ekosistem laut rusak. Tidak sedikit terumbu karang, tempat di mana ikan berkembang biak, ikut hancur lebur.

“Banyak nelayan dari luar tangkap ikan pakai bom. Kami di sini ikut menikmatinya. Kami tidak marah. Kami ikut ambil ikan yang mati karena bom,” tutur Anis.

Inisiatif Menjaga Laut

Melihat kondisi ini, Kepala Desa Lewotobi, Tarsisius Buto Muda berjuang untuk meyakinkan warga agar memberi perhatian lebih pada laut. Inisiatif kecilnya itu tak semudah yang ia bayangkan.

“Saya pikir kerja macam begini mesti ada jejaring untuk membangun pemahaman bersama,” tutur Tarsisius.

Ia melakukan langkah pertama pada 2017, dengan menggandeng Yayasan Misool Baseftin yang fokus kerjanya pada kelestarian terumbu karang. Pendekatan yang dilakukan yakni melalui pemberdayaan masyarakat lokal.

Tarsisius juga berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur, Keuskupan Larantuka, tokoh adat, dan masyarakat. Masyarakat dilibatkan untuk menggali kearifan lokal tentang laut.

“Misalnya Suku Uran yang diberi kewenangan untuk menjaga laut. Bila ada yang merusak terumbu karang ketika beraktivitas mencari ikan saat air laut surut (bekarang) mereka diberikan kewenangan menegur bahkan memberi sanksi adat,” sebut Tarsisius.

Ada juga ketentuan untuk tidak menggunakan racun atau tuba, yang bisa membuat ikan pingsan bahkan mati. Juga dibuat periode waktu tertentu masyarakat dilarang turun melaut.

Ada pula ritus Batu Penyu, terang Asis, di mana ketika masyarakat menangkap penyu wajib dibawa ke kampung lama. Saat disembelih, semua kepala suku dihadirkan termasuk masyarakat desa.

Daging penyu dibagikan kepada masyarakat. Sementara orang yang menangkap penyu hanya diberikan bagian tubuh atau daging yang berada di sekitar alat kelamin. Itu pun hanya sebagian kecil saja.

“Pesan yang tersirat dari ritual ini yakni orang tua sudah melarang agar jangan menangkap penyu sehingga siapa pun yang menangkap hanya mendapatkan bagian kecil saja dari penyu,” tuturnya.

Keterlibatan aktif warga desa dalam forum berbasis budaya memberikan nilai lebih. Kesadaran kolektif warga terbangun dalam menjaga ekosistem laut dan pesisir Lewotobi.

“Dari forum itu lalu kami buatkan Peraturan Desa Nomor 9 tahun 2017 tentang perlindungan pesisir dan laut,” ucap Tarsisius.

Realisasi dari peraturan desa, tutur Tarsisius, dimulai dengan transplantasi terumbu karang di perairan Lewotobi. Desa mengalokasi dana sekitar Rp48 juta untuk kegiatan tersebut.

“Dari dana yang ada, kami siapkan 10 meja untuk wadah transplantasi terumbu karang yang dikerjakan,” jelas Tarsisius.

Tahun pertama praktik transplantasi terumbu karang di areal 200 x 75 meter di perairan Lewotobi berjalan baik. Karang bertumbuh sekitar 30 sentimeter. Sekitar 80 persen terumbu karang yang ditanam hidup dan sebagiannya dihempas gelombang.

“Pada tahun 2021, ada penambahan lagi jumlah media tanamnya. Saya lupa jumlahnya waktu itu hanya arealnya tidak ditambahkan lagi,” jelas Asis.

Enam tahun berjalan, Tarsisius bersama warga desa memanen hasil yang menggembirakan. Terumbu karang tumbuh lebat, tidak hanya di area transplantasi tapi juga di pesisir pantai Lewotobi.

“Masyarakat kami sudah sadar pentingnya menjaga terumbu karang,” ujar Asis bangga.

Warga desa, kata Tarsisius, justru jadi pengawas yang selalu memantau aksi para nelayan dari luar. Mereka tidak memberi ruang bagi nelayan punya gelagat yang mencurigakan.

Ikan Melimpah, Ekonomi Meningkat

Restorasi Terumbu Karang di Flores Timur: Ikan Melimpah, Nelayan Gembira
Penyerahan bantuan mesin ketinting kepada nelayan di Desa Lewotobi pada Januari 2019 oleh Tarsisius Buto Muda, Kepala Desa Lewotobi (Foto: Dok. Pemdes Lewotobi)

Berkat usaha konservasi, 485 kepala keluarga di Desa Lewotobi tidak kesulitan mendapatkan pasokan ikan. Jenis ikan pun beragam, seperti ikan kerapu, ikan tongkol, cengkalang, dan ikan ekor kuning.

Di sisi lain, 50 kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan, mengalami perubahan kualitas hidup secara ekonomi. Awalnya, mata pencaharian sebagai nelayan tidak menjanjikan karena hasil tangkapan tidak banyak.

“Kalau dulu susah dapat ikan, kini ya masing-masing kepala keluarga nelayan kami bisa dapat 3-5 boks dalam semalam dari hasil memancing. Tiap boks jumlah ikannya ada 40-50 ekor. Jadi betapa banyaknya ikan kalau hitungan seminggu bahkan sebulan,” kata Tarsisius.

Aris Uran, misalnya, bisa menafkahi keluarganya dari hasil tangkapan ikan. Ia tak merincikan pemasukannya. Tapi hasil tangkapan ikan telah membantu ekonomi keluarga dan pendidikan anak-anaknya.

“Lumayan sekali. Ya, kita bisa hidup dari hasil laut,” ujarnya.

Dominikus Tobi, nelayan Desa Lewotobi yang lain, merasakan hal yang sama. Ia bisa meraup hingga jutaan rupiah dalam sebulan dari hasil tangkapan ikan.

“Kalau dihitung-hitung bisa sampai Rp3 juta sampai Rp5 juta saya dapat satu bulan,” kata Dominikus.

Saat pulang melaut, mobil-mobil pikap milik pengepul telah berjejer untuk membeli ikan hasil tangkapannya. Itu artinya ia tidak pusing lagi, ke mana hasil laut itu ia jual.

“Sebagai nelayan, kita senang dengan ikan yang banyak. Tapi kita juga harus jaga laut supaya jangan rusak,” tandasnya.

Pendataan dan Konservasi Berkelanjutan

Restorasi Terumbu Karang di Flores Timur_ Ikan Melimpah, Nelayan Gembira
Wadah transpalantasi terumbu karang pada tahun 2017 sebelum diletakkan di perairan Desa Lewotobi (Foto: Dok. Pemdes Lewotobi)

Kepala program Yayasan Misool Baseftin Flores Timur, Evi Ojan bilang, pendampingan bagi nelayan di Desa Lewotobi dimulai sejak 2017. Pihaknya ikut mendampingi transplantasi terumbu karang.

Meskipun kerja sama telah selesai, kata Evi, pihaknya masih memberikan perhatian dan masukan kepada Pemerintah Desa Lewotobi.

“Ya kita sudah close program untuk transplantasi terumbu karang. Warga sudah menikmati hasilnya sekarang. Ikan berlimpah. Semakin banyak biota laut dan juga konservasi penyunya jalan,” jelas Evi.

Evi meminta Pemerintah Desa Lewotobi membuat pendataan biota laut, pendataan terhadap jenis ikan dan jumlah tangkapan hasil mancing secara berkala.

Menurutnya, kelompok Pokmaswas yang telah dilatih wajib memperhatikan areal transplantasi terumbu karang yang kini tumbuh dan tetap terawat.

Senada, Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT Wilayah Kabupaten Sikka, Flores Timur dan Lembata, Antonius Andy Amuntoda menggarisbawahi pentingnya upaya konservasi laut yang berkelanjutan. Hal tersebut membutuhkan komitmen bersama yang kuat.

“Pemerintah sangat mendukung inisiatif masyarakat lokal untuk menjaga lingkungan. Upaya ini harus terus berlanjut,” kata Antonius.

Perwujudan Ekonomi Biru

Restorasi Terumbu Karang di Flores Timur_ Ikan Melimpah, Nelayan Gembira
Yohanes Don Bosco Ricardson Minggo, S.Pi.,M.Si, Ketua Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Nusa Nipa Maumere

Akademisi dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Nipa Maumere, Yohanes Don Bosko Ricardson Minggo menjelaskan, restorasi terumbu karang yang dikerjakan Pemerintah Desa Lewotobi adalah aksi nyata dari mewujudkan ekonomi biru.

Ekonomi biru, kata Dos Bosko, merupakan konsep ekonomi yang mengedepankan keberlanjutan dalam mengelola sumber daya laut. Selain berdampak secara ekonomi, kesehatan ekosistem laut mesti dijaga.

Warga Desa Lewotobi kini memetik hasil dari perjuangan panjang melakukan restorasi transplantasi terumbu karang. Bagaimana tidak, pendapatan rumah tangga nelayan meningkat di tengah melimpahnya sumber daya ikan, kata Don Bosko.

Don Bosko meminta pemangku kepentingan di desa untuk merawat laut secara terus menerus. Diyakini bahwa laut akan memberikan hasil yang melimpah asalkan manusia tidak mengeruk laut secara serakah.

“Semoga Desa Lewotobi menjadi desa contoh bagi desa-desa pesisir lain yang ada di wilayah NTT,” pungkas Don Bosko.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA