Mbay, Ekorantt.com – Badan Geologi Balai Pemantauan Gunung Api dan Mitigasi Bencana Gerakan Tanah (PGAMBGT) Nusa Tenggara melakukan survei penyelidikan dan inventarisasi kejadian pergerakan tanah di wilayah Kabupaten Nagekeo.
Survei penyelidikan gerakan tanah itu dilakukan untuk memetakan zona kerentanan gerakan tanah (ZKGT).
“Peta zona kerentanan itu menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk pengambilan kebijakan tata ruang,” ujar Kepala Balai PGAMBGT Nusa Tenggara, Zakarias Dedu Ghele Raja, saat Sosialisasi Mitigasi Bencana Geologi di Mbay, Kamis, 21 Desember 2023.
Hasil pemantauan tersebut menunjukan wilayah selatan Kabupaten Nagekeo merupakan daerah dengan memiliki tingkat kerentanan yang menengah-tinggi.
Zakarias menyebutkan wilayah selatan Nagekeo, persisnya di daerah Pusu, Kecamatan Mauponggo paling banyak titik pergerakan tanah. Diikuti wilayah Ngera, wilayah Kecamatan Keo Tengah dan sebagian wilayah Kecamatan Nangaroro.
Ia menambahkan bahwa faktor penyebab pergerakan tanah akibat curah hujan tinggi, bebatuan yang lapuk, dan kemiringan lereng ekstrem.
“Gerakan tanah itu terjadi karena gaya penahan lebih kecil dari pendorong. Beban gaya pendorong tinggi karena faktor curah hujan, vegetasi, kondisi batuan dan struktur geologi serta getaran akibat adanya gempa (gravitasi bumi). Sehingga, daerah itu masuk dalam kategori pergerakan tanah menengah hingga tinggi. Jenis gerakan tanah seperti jatuhan batuan, rayapan dan aliran bahan rombakan banyak dijumpai di daerah tersebut,” jelas Zakarias.
Berbeda dengan struktur tanah dan topografi di wilayah Nagekeo bagian utara. Zakarias menyebutkan, struktur tanah lebih kuat dan topografi lebih landai dibandingkan wilayah selatan
Proses pemantauan pergerakan tanah dilakukan dengan cara pendataan lokasi kejadian gerakan tanah atau longsor, data daerah yang rentan, potensi kejadiaan, penyelidikan jenis batuan, dan dilanjutkan dengan pembuatan peta kerentanan.
“Ke depan kami akan survei secara rinci lagi,” ucap Zakarias.
Namun demikian, masyarakat juga dapat memantau ciri pergerakan tanah setiap hari dengan cara mudah dan sedernana sebagai antisipasi potensi bencana secara dini.
Misalnya, kata Zakarias, mengikat tali pada pohon yang berada bagian puncak tebing dan pohon lainnya di kaki tebing pada daerah yang memiliki kemiringan ekstrem. Bila tali yang diikat itu, dari hari ke hari semakin kencang atau bahkan sampai putus maka kemungkinan terjadi pergerakan tanah di lokasi tersebut.
“Nah, kalau sudah terjadi begitu maka segera menyampaikan kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan,” kata Zakarias.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nagekeo, Agustinus Pone, mengatakan bahwa pemerintah telah memperkuat mitigasi bencana dengan dibentuknya tim siaga desa di wilayah rawan bencana.
Tim itu bertugas untuk mengelola risiko bencana secara mandiri di desa atau di daerah rawan bencana lainnya dengan penyusunan rencana aksi penanggulangan dan pengurangan risiko bencana.
“Kita tidak mau, pengalaman sebelumnya membawa korban lebih banyak pada masa akan datang,” kata dia.
Agustinus menambahkan pihaknya tengah berkoordinasi dengan Dinas Transnaker Nagekeo agar melakukan pendataan bagi warga yang berpotensi terkena bencana. Warga ditawarkan ke daerah transmigrasi dengan fasilitas perumahan yang sudah dibangun pemerintah di Ikiseo, Desa Kotakeo 1, Kecamatan Nangaroro.