Petani di Nagekeo Tak Berdaya Hadapi Penyakit Darah Pisang, Pemerintah Hanya Beri Imbauan

“Isi buah pisang rusak, warna menjadi kehitaman. Saya tebang semua, tidak tahu berapa jumlahnya. Tersisa hanya pohon yang tumbuh baru,” kata Arfin.

Mbay, Ekorantt.com – Arfin (38) tidak ingat persis jumlah pohon pisang kepok yang ditebang sekitar Oktober 2023 lalu.

Arfin bilang, hal itu ia lakukan karena buah pisang tampak kerdil dengan daun yang mengering.

“Isi buah pisang rusak, warna menjadi kehitaman. Saya tebang semua, tidak tahu berapa jumlahnya. Tersisa hanya pohon yang tumbuh baru,” kata Arfin.

Pada Kamis, 4 April 2024, Arfin dan putri sulungnya membersihkan rerumputan di ladang di Nou, sebuah wilayah perbatasan Desa Raja Timur, Kecamatan Boawae dan Desa Ulupulu 1, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo.

Ladang itu terletak di kiri kanan jalan negara trans Ende-Bajawa. Arfin menanam pisang di dua sisi sepanjang batas antara jalan dan ladang. Separuhnya telah ditebang.

Arfin menggeleng kepala melihat beberapa pohon pisang yang tersisa mulai menunjukkan gejala kerusakan.

“Lihat sana (buah pisang). Itu rusak lagi,” keluh dia sambil beranjak menuju pondok.

Arfin menceritakan, awal mula muncul gejala penyakit pada beberapa pohon pisang sekitar Agustus 2023. Saat itu, ia tidak menghiraukannya.

Beberapa minggu kemudian, tanaman pisang terdekat mulai terserang gejala yang sama dan merambat ke beberapa rumpun lain.

Tampak jantung pisang mengecil lalu kering, dan cairan berwarna merah tua muncul dari lapisan pelepah bagian dalam.

Melihat itu, Arfin menebang semua pohon pisang yang terdampak, berharap bisa tumbuh baru.

“Itu terlihat dari batang ujung. Ada cairan merah. Seumur saya baru kejadian ini,” kata Arfin.

Penyakit Darah Pisang

Gejala-gejala yang muncul pada tanaman pisang kepok milik Arfin merupakan gejala penyakit layu bakteri atau penyakit darah pisang.

Dilansir dari Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia, penyakit layu bakteri atau penyakit darah disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum atau lebih dikenal dengan nama Blood Disease Bacterium (BDB).

Gejala awal kemunculan penyakit ini terlihat pada daun yang paling muda. Daun muda akan tampak berwarna kuning pucat, lalu diikuti oleh daun-daun tua.

Sedangkan pada buah pisang, gejala ini tampak pada kulit buah yang layu, kusam, dan kuning. Buah seolah-olah matang, menghitam, lalu kering.

Penyakit layu bakteri atau penyakit darah pisang diduga terjadi akibat aktivitas serangga vektor dan serangga pengunjung bunga jantan/ jantung yang kemudian menyerang jantung pisang.

Bakteri tersebut kemudian menyebar dari jantung pisang menuju buah, daun, dan pohon pisang secara keseluruhan.

Penyakit darah pisang sudah menyebar di beberapa wilayah di Pulau Flores. Bermula dari wilayah Manggarai (Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai Tengah, dan Manggarai Timur), penyakit ini menyebar ke wilayah Kabupaten Ngada, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Ende, hingga Kabupaten Sikka.

Kekurangan Sumber Pangan

Arfin sedih karena hampir semua pisang yang ia tanam terkena penyakit darah pisang. Pisang menjadi salah satu sumber pangan keluarga Arfin.

“Kami sekeluarga kekurangan makanan di musim ini. Mau makan apa? Kami di rumah biasanya makan pisang,” kata Arfin.

Selain sebagai sumber pangan keluarga, pisang itu pula yang ia gunakan sebagai pakan ternak peliharaannya.

“Batang dan daun pisang tak bisa lagi diberikan kepada sapi dan babi,” keluh Arfin.

Urbanus Meo (32), warga RT 012, Desa Ulupulu 1, Kecamatan Nangaroro, Nagekeo, juga terdampak penyebaran penyakit darah pisang.

Beberapa pohon pisang yang ditanam di pekarangan rumah terpaksa ditebang sejak awal gejala merebak. Harapannya, tanaman pisang yang tumbuh baru terhindar dari penyakit.

“Tapi, semua terserang penyakit,” ucap dia.

Urbanus bilang, penyakit darah pisang membuat keluarganya kekurangan makanan dalam kurun delapan bulan terakhir.

Porsi makanan untuk ternak pun terpaksa berkurang karena rata-rata pohon pisang tidak bisa digunakan lagi.

“Pisang di sini tidak dijual, hanya untuk makan saja. Karena struktur tanah keras, sehingga populasi tanaman pisang tidak meluas,” jelas Urbanus.

Arfin dan Urbanus berharap pemerintah memperhatikan nasib masyarakat terdampak. Karena kemunculan penyakit ini berdampak juga pada akses pangan serta ekonomi masyarakat.

Eradikasi Secara Mandiri

Pemerintah Kabupaten Nagekeo menghimbau masyarakat petani untuk melakukan pengendalian secara mandiri dengan cara pemusnahan atau eradikasi tanaman pisang yang alami gejala penyakit darah.

Eradiksi bertujuan untuk menekan meluasnya penyebaran penyakit ke wilayah lain melalui aktivitas manusia maupun penyerbuk serangga.

“Cara yang paling ampuh yaitu eradikasi sehingga penyakitnya bisa hilang. Petugas kami sudah advokasi dan memberikan pendampingan tindakan pengendalian (garda) bersama petani. Selanjutnya petani di lahan masing-masing melakukan pengendalian secara mandiri,” kata Kepala Dinas Pertanian Nagekeo Oliva Monika, baru-baru ini.

Menurut Olivia, penyakit darah pisang di Nagekeo pertama kali ditemukan di Kecamatan Mauponggo. Lokasi yang terserang paling banyak di kompleks SMA Mauponggo dan diidentifikasi oleh PPL BPP Aetoro, POPT, dan Petugas di SMA Mauponggo pada 29 Maret 2023.

Berselang beberapa bulan kemudian, ditemukan lagi di Kecamatan Boawae yakni di wilayah Kelewae dan Gero. Sedangkan di lokasi lain yang diidentifikasi saat itu terserang penyakit layu fusarium.

“Selanjutnya serangan mulai meluas ke desa-desa lain di Kecamatan Mauponggo, Boawae, Nangaroro, dan Kecamatan Keo Tengah,” kata dia.

Seturut hasil identifikasi lapangan, petugas menghimbau kepada petani agar segera melakukan pemusnahan terhadap tanaman pisang yang terserang berat dan melarang penggunaan pisang untuk pakan ternak.

“Dinas Pertanian Nagekeo telah membuat edaran tertulis di setiap kecamatan melalui BPP. Selanjutnya, telah mengidentifikasi, memberi pemahaman, dan merekomendasikan kepada petani agar ikut arahan pemerintah,” kata Olivia.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA