Kecewa dengan Pengelolaan TPA Alak, Walhi NTT dan Arak Serahkan Notifikasi Gugatan Warga Negara di PTUN

Implementasi kebijakan pengelolaan sampah yang tidak benar mengakibatkan warga negara mendapatkan dampak buruknya.

Kupang, Ekorantt.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Timur bersama Aliansi Rakyat Asrikan Kota Kupang (Arak) menyerahkan notifikasi gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) kepada Pemerintah Kota Kupang dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Senin, 22 April 2024.

Notifikasi CLS dilayangkan sejumlah individu sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah akibat lalai menangani persoalan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Alak, kecamatan Alak, Kota Kupang.

Gugatan CLS sebagai akses untuk mendapatkan keadilan terkait masalah pengelolaan sampah di TPA yang tidak berjalan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah hingga menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan hidup.

Staf advokasi, kampanye dan pengorganisasian rakyat Walhi NTT Grace Gracelia menilai bahwa CLS sebagai salah satu cara warga negara untuk menuntut keadilan kepada pemerintah terkait tata kelola pengelolaan sampah di Kota Kupang yang tidak menjamin keselamatan warga.

Hal ini merupakan gugatan yang mengatasnamakan kepentingan warga negara yang bertujuan untuk memberikan perlindungan warga negara akibat pembiaran atau kebijakan pemerintah.

Grace berpandangan bahwa lahirnya gugatan warga negara akan menjadi akses bagi masyarakat yang ingin mendapatkan keadilan dalam pemenuhan haknya.

Negara memiliki kewajiban untuk menjalankan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan rakyat.

“Pada hakikatnya konsep gugatan warga negara berupa menggugat tanggung jawab pemerintah karena lalai dari tanggung jawabnya dan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum,” katanya dalam rilis yang diterima Ekora NTT.

Seharusnya menurut Grace, negara harus patuh menjalankan prinsip Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam Pasal 28H UUD 1945 tertulis bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia.

“Walhi NTT menilai gugatan warga negara merupakan kesadaran hukum yang berlandaskan pada konsep etika lingkungan hidup,” tegasnya.

Krisis Iklim

Grace menambahkan, momentum Hari Bumi yang diperingati setiap 22 April ditandai dengan dunia global yang mengalami krisis iklim.

Ini khususnya untuk negara-negara industri yang secara masif berkontribusi terhadap krisis iklim, dirasakan oleh umat manusia dan menyebabkan bencana alam akibat dari perubahan iklim.

“Bencana yang dirasakan masyarakat NTT merupakan akumulasi dari praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah terhadap lingkungan hidup,” kata dia.

Ia menjelaskan, tujuan dari peringatan ini ialah dalam rangka mendorong kesadaran manusia sebagai salah satu bagian dari makhluk hidup yang mendiami bumi.

“Hari bumi pertama kali diperingati pada 22 April 1970 di mana ketika itu masifnya revolusi industri hingga menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan, dari sinilah gagasan akan pentingnya menyelamatkan bumi di mulai hingga sekarang,” jelas Grace.

Pada Hari Bumi tahun 2024, Walhi Nusa Tenggara Timur menyoroti masalah sampah di Kota Kupang yang sampai saat ini belum secara serius diselesaikan oleh pemerintah berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Walhi NTT juga, kata Grace, mendorong pemerintah atau negara untuk bertanggung jawab terhadap dampak negatif yang bersumber dari pengelolaan sampah yang buruk dan tidak berkelanjutan.

Dalam catatan nasional menurut dia, Kota Kupang menjadi salah satu kota sedang terkotor di Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Model pengelolaan sampah di Kota Kupang masih menggunakan system open dumping yang semestinya tidak diperbolehkan oleh Undang-undang. Hal ini menjadi cacatan kritis Walhi NTT dalam notifikasi CLS.

Berangkat persoalan tersebut, ia menyebut negara merupakan aktor penting dalam memberikan jaminan udara yang sehat dan bersih kepada warganya.

Sayangnya, posisi ini masih jauh dari tugas Undang-undang kepada negara. Kontribusi kebijakan pembangunan yang ekploitatif telah memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan mengancam keselamatan warga.

Sejauh Apa Tanggung Jawab Negara dan Pemulihan Lingkungan Hidup?

Grace menjelaskan, pengaturan permasalahan lingkungan hidup di Indonesia mengalami beberapa lompatan besar sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan terakhir digantikan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Salah satu yang menjadi perhatian dalam ketiga Undang-undang ini adalah makin kuatnya peran negara dalam rangka menyediakan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai sarana rakyat Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia.

Karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.

Faktanya, menurut Grace, upaya negara dalam memenuhi kesejahteraan rakyat telah keluar dari substansi keseimbangan ekosistem, negara berpandangan bahwa sumber daya alam merupakan objek prioritas yang harus dimanfaatkan secara besar-besaran demi mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, dalam pandangan ini negara secara “sadar” telah menciptakan persoalan baru dalam pemanfaatan sumber daya alam.

Alhasil di tengah arus pertumbuhan pembangunan modern, lingkungan menjadi sasaran utama yang dieksploitasi yang berdampak pada terancamnya ruang hidup warga.

Grace mengatakan, dari persoalan sampah di Kota Kupang yang sampai sekarang belum diselesaikan secara serius menjadi acuan bagi publik bahwa sebenarnya negara telah menyimpang dari amanat Undang-undang.

Implementasi kebijakan pengelolaan sampah yang tidak benar mengakibatkan warga negara mendapatkan dampak buruknya.

“Inilah mengapa Walhi NTT terus memberikan atensi yang serius kepada pemerintah Kota Kupang untuk senantiasa menyelesaikan persoalan sampah secara serius,” pungkas Grace.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA