Ruteng, Ekorantt.com – Penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Manggarai belum optimal dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Manggarai (DPPPA).
Menurut Sekretaris DPPPA Manggarai Pius Kardirman Kadir, hal ini terjadi karena belum ada Peraturan Bupati tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Kadirman menambahkan, ketiadaan Perbup Pembentukan UPTD PPA membuat DPPPA belum bisa memenuhi semua jenis pelayanan yang dibutuhkan korban.
“Sehingga diperlukan UPTD PPA untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional di daerah dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi dan masalah lainnya,” katanya saat melakukan asistensi terhadap Rancangan Peraturan Bupati Manggarai tentang Pembentukan UPTD PPA secara daring, Kamis, 16 Mei 2024.
Asistensi dilakukan DPPPA dan Bagian Organisasi Setda Kabupaten Manggarai dengan Biro Organisasi Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan asistensi dilakukan sesuai dengan permohonan Bupati Manggarai Herybertus G. L. Nabit yang disampaikan kepada Gubernur NTT pada 3 Mei 2024 lalu.
Kadirman mengatakan, pembentukan UPTD PPA merupakan perintah Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan UPTD PPA dan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak (KLA).
“Data sejak tahun 2020 sampai tahun 2023 menunjukkan jumlah korban kekerasan yang cukup tinggi di Kabupaten Manggarai, yakni 252 korban perempuan dan anak, sehingga pembentukan UPTD PPA menjadi sebuah keharusan,” tegas dia.
Kepala Bagian Kelembagaan dan Anjab Biro Organisasi Setda Provinsi NTT Albinus Yustinus Salem mengatakan, pembentukan UPTD PPA di kabupaten/kota merupakan political will dari pimpinan di daerah.
Menurut dia, Kabupaten Manggarai mengambil langkah yang tepat dan strategis dalam pembentukan UPTD PPA.
Walaupun, lanjut Albinus, secara koordinatif di tingkat pusat pembentukan UPTD PPA telah digencarkan sejak tahun 2020.
Pada prinsipnya, pembentukan UPTD PPA disetujui dengan beberapa catatan yakni diperlukan penataan kembali tugas pokok dan fungsi Dinas PPPA dan UPTD PPA.
Dinas sebagai regulator dan UPTD sebagai pelaksana tugas-tugas teknis operasional tertentu agar tidak akan terjadi tumpang tindih pelaksanaan tugas.
Catatan berikutnya menurut Albinus, segera menyusun standar operasional prosedur (SOP) administrasi pada UPTD PPA, selain yang telah disusun oleh Dinas PPPA.
Lalu, membangun koordinasi dengan perangkat daerah lainnya untuk kepegawaian.
Selanjutnya, keuangan dan perencanaan pada UPTD PPA dan melengkapi beberapa persyaratan administrasi pembentukan UPTD PPA.
Kepala Bagian Organisasi Setda Kabupaten Manggarai Frederikus M.C.D. Haru mengaku, political will pimpinan daerah di Kabupaten Manggarai dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan anak sangat responsif.
Hal ini dibuktikan dengan membentuk Dinas PPPA secara mandiri dengan tidak bergabung dengan dinas lain. Kemudian, ada pembentukan Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak (KLA) dan saat ini sedang mengajukan pembentukan UPTD PPA.
“Sampai dengan tahun 2024, fungsi UPTD PPA dilaksanakan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A),” terang Frederikus.
Dengan adanya UPTD PPA, pelayanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dapat berjalan dengan baik melalui fungsi pengaduan masyarakat, menjangkau korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi dan pendampingan korban.
Jurnalis Warga: Sebastianus Dedi